"Adit, udah malem ini, dek. Kalau udah selesai belajarnya, kamu nginep sini aja," ujar kakakku sambil menyuguhkan teh hangat. "Aku pulang aja lah, kak. Minta tolong dianterin Bang Vito kayak biasanya, boleh kaaan? Lagian, aku ga bawa seragam kak," jawabku setengah merengek.
"Abangmu lagi tidur tuh, capek habis nge-gym. Udahlah, jangan bandel kalo dibilangin sama kakak," balas kak Sinta sambil mencubit gemas pipiku. "Besok pagi aja pulang dianterin sama Bang Vito, ya?" lanjutnya.
"Ya deh," sahutku pasrah. Padahal sebenarnya aku pengin malam ini dibonceng sama Bang Vito, calon iparku yang ganteng itu. Aku udah ngebayangin bisa memeluk badan kekar Bang Vito di balik jaket kulit kesayangannya itu sepanjang perjalanan. Aah... tapi enggak apa-apa juga, sih. Toh besok juga Bang Vito bakal antar aku pulang.
Sebagai anak bungsu, aku memang sangat dekat dengan kakakku. Meskipun aku sekarang sudah kelas 2 SMA, kak Sinta masih saja senang memanjakanku. Mungkin karena badanku yang tergolong mungil, hanya setinggi 155 cm, dan parasku yang (kata orang) baby face ini. Kedekatan kami bertambah ketika aku mengenal Bang Vito, tunangan kakakku yang diam-diam aku kagumi. Sejak saat itu, aku selalu mencari-cari alasan untuk bertemu dengan Bang Vito. Hampir setiap sore aku menyempatkan diri untuk mampir ke rumah kakakku dan belajar di sana, demi bertemu pria pujaanku itu. Selama ini tidak ada keluargaku yang mengetahui bahwa aku adalah seorang gay, kecuali pamanku.
"Semangat banget belajarnya," sapa Bang Vito membuyarkan konsentrasiku. DEG!
Berdiri tegap di hadapanku, baru kali ini aku melihat Bang Vito hanya mengenakan celana pendek hitam tanpa selembar kain pun menutupi dada bidang, perut six pack, dan setiap lekuk lengan kekarnya. Setiap jengkal ototnya terlihat sangat mengintimidasi, namun menawan dan menggairahkan, memahat tubuh gagahnya yang setinggi hampir 190 cm itu.
"Iya, bang. Buat persiapan ujian minggu depan," jawabku dengan nada datar. Napasku hampir tercekat menahan rasa kagum, malu, dan horny melihat pemandangan sensual di hadapanku itu. Tapi aku berusaha untuk tetap cool.
"Abang bukannya udah tidur tadi?" tanyaku untuk menahan Bang Vito. "Iya sih, tapi kebangun barusan. Kamu kok belum tidur? Udah jam 11 ini," balasnya sambil mengacak-acak rambutku.
"Emang kalau aku mau tidur sekarang, Bang Vito mau ngelonin aku?" candaku sambil mencubit lengannya. Sepersekian detik kemudian, aku menyesal dan takut Bang Vito bakal marah dengan candaanku yang kelewat manja itu. Fuck! Kenapa sih aku keceplosan kata-kata itu?! Harusnya aku jaim dikit dong, di depan bang Vito. Adiit...Adit... bego banget sih kamu! batinku mengomeli diri sendiri.
Tapi di luar dugaanku, Bang Vito terkekeh geli dan mencubit pipiku. "Uuuuh... kalau Bang Vito kelonin kamu, yang ada kamu ga bakal bisa tidur denger suara ngorok abang," ujarnya sambil mencubit gemas kedua pipiku. Aduh bang, aku rela enggak tidur asalkan bisa meluk abang semalam suntuk, gumamku dalam hati.
Antara malu dan kikuk, aku hanya bisa tertawa kecil. Meskipun belum terlalu mengantuk, aku langsung merapikan buku-buku dan alat tulisku. Setelah berpamitan singkat, aku langsung kabur naik ke lantai atas menuju kamar yang biasanya aku tempati setiap kali aku menginap di sana.
Lima belas menit berlalu, aku masih belum bisa tertidur. Setiap kali memejamkan mata, aku kembali terbayang sosok gagah Bang Vito yang bertelanjang dada di ruang tamu tadi. Penisku mengeras sejadi-jadinya seiring alunan liar fantasi nakal di benakku. Aku memeluk guling erat-erat, membayangkan bisa memeluk tubuh perkasa pria idamanku itu. Baru saja aku membiarkan fantasi nakalku membawa bayangan Bang Vito masuk ke alam mimpi, tiba-tiba...
BRAKK!!!
Aku terhentak bangun mendengar suara pintu kamar kakakku terbanting sekeras itu. Tak lama kemudian, terdengar langkah kaki yang berat dan emosional keluar dari kamar mereka, turun ke arah ruang tamu. Aku yakin itu suara langkah kaki Bang Vito, karena tubuh kak Sinta yang hampir sama mungilnya dengan tubuhku tidak mungkin menghentakkan suara langkah kaki senyaring itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Adit Series
RomansaDiawali oleh kekaguman fisik semata, Adit menemukan dirinya terperangkap dalam labirin emosi dan dilema asmara yang rumit dengan Vito, calon suami kakaknya. Dalam cerita gay romance yang memikat ini, perang batin Adit terus bergelora, dihadapkan den...