Bagian 5

348 6 0
                                    

Langkah Indira gontai ke arah dapur, belia itu tengah mencari benda yang bisa menampung urine di dalam kamar mandi. 

Konon, urine dapat mendeteksi adanya hormon HCG yang dihasilkan oleh plasenta. "Ah, ini," gumamnya kala mendapatkan wadah berbahan plastik sisa membeli jagung keju semalam di alun-alun bersama Indah.

Benda bening itu ia tenteng ke dalam toilet, disimpan persis di bawah sumber urine yang akan menjadi tokoh utama detik ini.

Napas mulai menderu kala cairan itu mulai memenuhi gelas tipis yang berada persis di bawahnya.

"Oke cukup," gumam Indira sambil memperhatikan urine yang memenuhi tiga per empat wadah bekas jagung susu keju manis.

Setelah si gadis belia membersihkan area kewanitaannya dengan cepat, ia mengambil testpack yang masih terbungkus rapat di dalam kantong keresek. Beberapa detik hatinya menimbang akan memakai yang mana untuk dijadikan percobaan.

Karena memang ia tak tahu apa-apa, akhirnya lengan mulus itu mengambil testpack mana saja yang paling pertama menyambut jangkauannya.

Jantungnya kian menjerit seiring ujung testpack dimasukkan ke dalam banjiran urine. Hati belia yang baru saja berulang tahun itu berhitung sampai tiga puluh lima dengan ritme berbeda dalam hati. Kala menurutnya cukup, batang alat tes itu diangkat ke atas, ia pandang lamat-lamat.

"Hah? Garis dua? Maksudnya apa ini?" Keningnya hanya mengerut seperti tali celana kolor yang ditarik paksa. 

Dengan sesegera mungkin tangan kiri miliknya menjawil plastik testpack yang sengaja ia taruh di atas tempat sabun. Bacaan-bacaan kecil yang ada di balik bungkus, dibacanya teliti.

Di sana ada beberapa gambar yang ditampilkan. Indira coba menjajaki apa yang ia lihat, membandingan gambar garis dua di balik kemasan dengan hasil testpack yang baru saja didapat.

Tiba-tiba pendarnya membulat, mulai memahami situasi.

Aku hamil? Ujar batinnya.

Langkahnya mulai memburu kala kenop pintu toilet berputar searah jarum jam. Ia tergesa menghampiri Danu yang masih duduk di atas sofa ruang tamu dengan gawai merah miliknya.

"A!" ujar Indira dengan wajah agak panik. Tidak, bukan agak. Sangat panik bahkan.

Danu mengangkat wajah tegasnya empat puluh derajat, coba menangkap binar netra sang kekasih yang terlihat tak tenang.

Belum sempat kata apa pun keluar dari mulut pria berusia dua puluh delapan tahun itu, Indira melesak dalam pelukan Danu.

"A-ku hamil, A!" Raut belia itu lantas tak berubah menjadi tenang, malah makin menjadi.

Kini giliran Danu yang membelalakan mata. Menatap benda pipih, kurus, nan kecil yang ada di antara sela-sela jari Indira. Di sana terang sekali dua garis merah tegas membuana.

"Beneran ini?" Tanpa sadar raga kokoh itu melepas dekapan perempuan yang sejak tadi bersandar manja padanya.

Indira mengangguk dua kali.

"Kan ada dua testpacknya, udah dicoba semua?" Danu masih berharap jika hasil yang diberikan alat tes itu salah.

Indira mengerlingkan manik cokelat miliknya, menatap pendar Danu yang menuang harap banyak-banyak pada testpack lain yang lupa ia coba.

"Aku celupin satu lagi kali, ya? Tunggu sebentar, A." 

Belia itu melenggang sekali lagi ke arah toilet, sedang sang pria hanya mengangguk samar di balik cemas air wajahnya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 16, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Bukan Istri KeduaWhere stories live. Discover now