Chapter 1

1.2K 37 0
                                    

-Shanaz-

*krrriiinnggg*
Alarm pukul 7 berbunyi dengan sangat lantang. Yap! Aku selalu bangun pagi walaupun tidak ada yang harus kulakukan di pagi hari. Aku sangat paham bahwa daddyku sangat sibuk, jadi aku tidak ingin melewatkan sarapan bersamanya.

Aku keluar kamar dengan wajah yang masih mengantuk dan masih memakai baju tidurku. Seperti biasa aku hanya memakai kaus besar yang paniangnya sampai setengah pahaku. Aku berjalan 5 langkah dan berhenti tepat didepan pintu. Itu pintu kamar Sandres, setiap pagi aku selalu mengetuk pintunya. Dan yap! Tentu saja dia tidak langsung bangun, seharusnya aku langsung masuk ke kamarnya dan menggulingkannya dari kasur. Tapi entah mengapa, aku selalu mengawali dengan mengetuk pintu dulu.
"Sandres, cepat bangun!" Kataku sembari mengguyahkan tubuhnya.
"Really sandres? Apa setiap pagi aku harus menghadapi dirimu yang pemalas ini?"
"Hmmmm" jawabnya masih memejamkan mata.
"Sandres cepat bangun! Apa kau tidak ingin sarapan bersama daddy?"
"Hmmmm"
"Sand--" perkataanku dihentikan oleh sandres.
"Shut up! I'm awake now. Kenapa kau selalu mengangguku? Ini masih pagi!"
"That's! Justru karena ini masih pagi Sandres. Apa kau ingin melewatkan sarapan bersama daddy? Aku membangunkanmu dengan penuh kesabaran danbkau bilang aku mengganggumu? Yang benar saja!"
"Memang kau selalu menggangguku!"
"Dasar kau saja yang pemalas"
"Pemalas? No, i'm not"
"Yes, you are."
"No"
"Yes"
"No"
"Ye-- Stop it! Daddy sudah menunggu dibawah. Kau membuang-buang waktu. Ayo turun."
"Dasat cerewet"
"What did you say?"
"Nothing. Absolutly nothing." Jawabnya dengan senyum menyeringai.

Kami berdua menuruni tangga langsung menghampiri meja makan. Daddy duduk disana mengambil selai dengan pisaunya. Tunggu, ada yang aneh pagi ini. Kenapa dad terlihat stress sekali? Wajahnya muram. Aku bertanya-tanya dalam benakku. Apa ada masalah dengan pekerjaannya?

"Selamat pagi, dad!" Sapaku dan Sandres dengan nada ceria.
"Selamat pagi." Jawab dad.
Aku dan Sandres duduk bersebelahan.
"Kalian tidak harus bangun pagi seperti ini hanya untuk menemaniku sarapan. Dad tahu kalian punya pekerjaan dan terkadang tidur sangat larut." kata daddy.
"Tenang saja, dad. Itu bukan masalah, kami bisa tidur lagi jika kami mau" jawabku.
"Dan tentu saja kami tidak mau melewati sarapan bersamamu. Walau aku sering kesal dibangunkan pagi hari, tapi aku akan lebih kesal jika tidak bangun dan melewatkan sarapan bersamamu" jawab sandres.
"That's my princess and boy! Maafkan daddy karena terlalu sibuk dengan pekerjaan sehingga tidak punya banyak waktu bersama kalian." Jawab dad dengan senyum.
"Wait! So you called Shanaz princess and i'm just a boy? Why i'm not a prince? It's unfair!" Protes Sandres memasang wajah ngambek.
Tawa kamipun lepas.
"That's because tidak ada 'prince' yang pemalas sepertimu." Kataku.
"Stop it. I'm not a lazy person!"
"Yes you are" kataku
"No"
"Yes"
"No! I'm no--"
"Stop it! Aku hanya ingin sarapan dengan tenang! Kalian tidak harus disini jika hanya ingin menggangguku! Aku sudah cukup lelah dengan pekerjaanku!" Ucap daddy dengan nada tinggi.
Tentu saja aku dan Sandres sangat terkejut. Daddy tidak pernah seperti ini. Aku tidak kesal kepada daddy, aku yakin sedang ada masalah dalam pekerjaannya.

Tampaknya Sandres juga merasa bahwa sedang ada masalah dengan pekerjaan dad. Aku menyikut tangan Sandres, sepertinya dia tahu apa maksudku, dia membalas dengan mengangkat bahunya tanda dia tidak tahu.

"Oh my God. I'm sorry. Seharusnya dad tidak berkata seperti itu"
"We know you didn't mean it, dad" jawab Sandres.
"Dad, sepertinya ada masalah pekerjaan ya? Bagaimana situasi pekerjaanmu belakangan ini?" Tanyaku.
"Hmmm, sedang ada masalah. Tapi kurasa aku dapat mengatasinya, tak usah khawatir."
"Kau tahu, dad? Kau bisa menceritakan apapun kepada kami. Mungkin kami bisa membantu, atau setidaknya kau akan sedikit lega setelah bercerita." Ucap Sandres dengan nada serius.
"Tentu saja aku tahu itu. Baiklah, aku akan ceritakan singkatnya saja." Jawab dad.

Pagi telah berlalu, mentari sudah mulai tergantikan dengan bulan yang sudah menanti untuk muncul.
Aku berbaring dikasur sembari menatap langit-langit kamarku. Aku tak bisa berhenti memikirkan daddy, karena aku menganggap masalah dad adalah masalahku juga.

Dia bilang, sedang ada masalah dengan boyband yang dibinanya. Salah satu anggota boyband itu ingin mengeluarkan diri dari band tersebut, padahal One Direction sedang menjalani Tour.

Aku membenci musik sejak 3 tahun yang lalu, dan sekarang rasanya aku benar-benar tidak akan masuk ke dunia musik. Lihat saja boyband itu, mereka sudah terkenal diseluruh dunia, tapi tetap saja mereka bermasalah. Aku tahu tidak akan ada yang berjalan sempurna, tapi entahlah, mungkin kebencianku terhadap musik mengurangi penilaianku terhadap seluruh hal yang berhubungan dengan musik.

Sekarang sudah jam 8PM, dan aku belum makan malam. Dirumah sedang tidak ada orang, aku sangat tidak suka makan sendirian. Tapi aku lapar, baiklah aku akan makan di restaurant saja, meskipun tidak ada yang menemaniku makan setidaknya suasana disana ramai.

Duduk didekat jendela, memandang hujan yang turun dari langit malam, oh tuhan aku benci hujan sejak 3 tahun yang lalu. Pesananku datang, sungguh tidak enak rasanya makan sendirian. Aku meneguk greentea sembari memandang sekeliling restaurant, tiba-tiba aku melihat sosok yanh aku kenal.

Dia Louis Tomlinson, anggota boyband One Direction. Aku mengenal semua anggota boyband itu karena beberapa kali berkunjung ke tempat kerja ayahku, tapi kami tidak terlalu dekat. Mata kami saling bertemu, dia menyadari keberadaanku. Mulutnya seperti mengatakan sesuatu, aku tidak bisa mendengar ucapannya tapi aku tahu dia menyapaku.
"Hai" balasku.

Dia menghampiri dan langsung duduk didepan ku.
"Hai Shanaz, kau sendirian?"
"Iya" jawabku singkat.
"Keberatan jika aku duduk disini?"
"Silahkan, kebetulan aku tidak suka makan sendirian."
"Sepertinya ini percakapan terpanjang kita, biasanya kita hanya mengucapkan 'hai' untuk sekedar bertegur sapa."
"Benarkah? Hmm kurasa begitu." Jawabku, kulihat dia hanya membalasku dengan senyuman.
"Kudengar boybandmu sedang ada masalah." Astaga, seharusnya aku tidak berkata seperti itu, rasanya tidak sopan.
"Ternyata kau telah mendengarnya. Ya begitulah, Zayn ingin keluar dari band."
Dia hanya menjawab singkat, sepertinya dia tidak ingin membahas masalah itu.
"Bagaimana kegiatan modelmu?" Tanya Louis.
"Seperti biasa tidak ada masalah, besok aku akan pemotretan untuk sampul majalah."
"Baguslah kalau begitu."
"Louis, aku sudah selesai makan dan besok akan ada pemotretan. Sepertinya aku harus pulang sekarang."
"Oh iya, tentu saja. Perlu ku antar pulang?"
"Tidak perlu Lou, aku membawa mobilku. See you, Lou."

Sebenarnya ayah ingin aku menjadi musisi. Tapi aku benci musik. Akhirnya aku memilih menjadi model. Waktunya isirahat sekarang, aku butuh istirahat cukup agar wajahku terlihat segar saat difoto.

We Need Each other (Louis Tomlinson) ON HOLD!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang