Chapter 3

530 23 0
                                    

P.S. Di chapter 2 ada yg diperbarui, coba cek ulang yaaa.

-Shanaz-

Aku lelah.
Kenapa bayangannya selalu menghantuiku?

Kenapa perasaan ini terasa lebih menyakitkan saat hujan turun?
Semuanya terasa terulang kembali saat hujan.
Aku ingin melupakannya.

Sekarang sudah sangat larut, dan aku tak bisa menghentikan tangisku.
"Shanaz?" Ada yang memanggilku. Sudah pasti Sandres.
Aku melihatnya sudah masuk ke kamarku, berjalan menuju kasurku. Tidur disampingku, sembari mengelus kepalaku.

Sandres sangat memahamiku, dia sering melakukan ini sampai aku tertidur.
Dia selalu berusaha pulang lebih cepat ketika hujan turun.

-Sandres-

Aku sudah tahu ini.
Sakit rasanya melihat adikku terus seperti ini.
Dasar laki-laki bajingan.
Kemana dia sekarang?

-Louis-

Kenapa dia tidak suka hujan?
Aku harus mencari tahu jawabannya.

Aku dan the boys sedang ada di studio. Kulihat Sandres juga ada disini. Kuharap dia pun begitu.

Aku mencarinya, kenapa dia tidak ada di studio ini?
Mungkin dia memang tidak datang.
Aku berjalan kembali kembali ke ruangan the boys melewati lobby, aku melihat ke arah kaca besar yang membuatku bisa melihat parkiran.
Hmm, ternyata sekarang sedang hujan.
Tunggu, aku seperti melihat Nazy di dalam mobil.
Kuperhatikan dia sedang menangis sambil menempelkan telepon ditelinganya.
Dia menangis? Kenapa?
Ah, sekarang sedang hujan.

-Shanaz-

Aku sedang dalam perjalanan menuju studio, disana ada Dad dan Sandres.
Tiba-tiba hujan turun.
Aku berusaha terus mengemudi sampai akhirnya aku sudah memarkirkan mobilku.

Aku tidak bisa menahan tangisku.
Aku tidak bisa mendengar suara hujan.
Aku tidak bisa melihat hujan.
Semuanya terasa terulang kembali.
Aku tidak bisa mengahpusnya dari pikiranku.

Aku menelepon Sandres untuk menjemputku. Kudengar suara paniknya.
Tiba-tiba ada seorang lelaki mengetuk jendela mobilku. Louis.

-Louis-

Aku harus menolongnya.
Aku berlari kearah mobilnya, memayungi tubuhku dengan jaket yang kubawa.
Ku ketuk jendelanya, memberi tanda agar dia keluar. Dia mengangguk.
Kami berlari bersama kedalam lobby.

Di lobby, dia masih menangis. Aku tidak bisa melihatnya kacau. Aku tidak tahan lagi, aku memeluknya.
Membiarkan dia menangis dalam pelukanku.

Aku mendengar seseorang berlari, dia berhenti didepanku dan shanaz.
Sandres datang, pasti dialah yang Nazy telepon tadi.
Aku ingin menjadi orang yang dia telepon jika dia sedang seperti ini.

Sandres berdiri didepanku, aku melihat wajah paniknya.
Shanaz masih dalam pelukanku.
Aku dan Sandres saling bertatapan. Sepertinya dia membiarkan aku memeluk adikknya.
Shanaz melepaskan pelukannya, menghapus air matanya.

Dia berbalik, sepertinya dia menangis lagi, Sandres langsung memluknya. Aku sedikit lega karena Nazy memiliki kakak seperti Sandres.

Sebaiknya aku pergi sekarang dan menemuinya nanti.

-Harry-

Aku sedang bosan, jadi setelah dari toilet aku memutuskan untuk berkeliling sebentar.

Tunggu, aku melihat Louis memeluk... Shanaz.
Aku merasakan sesak didada. Sakit melihat mereka berpelukan.
Tubuhku terasa lemas, tak bisa bergerak, hanya terpaku diam melihat mereka berdua.
Aku tidak tahan, aku kembali ke ruangan dengan hati yang berat.
Sepertinya tadi Shanaz sedang menangis.
Kalau sampai Louis yang membuatnya menangis, aku tidak akan diam.

-Shanaz-

Aku melepaskan pelukanku, dan menghapus air mataku.

"Maaf, Lou. Aku tidak bermaksud memelukmu."
"Tidak apa, Nazy. Kau bisa melakukannya kapanpun kau mau."

Aku tertegun.

"Maksudku, kau bisa datang padaku jika sedang ada masalah, aku siap meminjamkan bahuku" katanya tetgagap-gagap.
"Tentu saja, Lou. Terimakasih"

Aku berbalik badan, kulihat Sandres sudah ada disana. Sepertinya tadi dia melihat aku berpelukan.
Sandres memegang bahuku.
"Kau tidak apa?"
Aku menggeleng, tentu saja aku sedang tidak baik. Aku kembali menangis, Sandres langsung memelukku.

-Louis-

Aku berjalan kembali ke ruangan. Kulihat Harry berdiri didepan pintu.
"Hey haz" sapaku.
Dia tidak merespon sapaanku.
Matanya terus menatapku tajam, pasti dia sedang marah.

"Haz, ada apa?"
"Ada apa dengan Shanaz?" Jawabnya.
Kulihat dia berusaha untuk tidak marah.
"Apa maksudmu?"
"Aku melihatnya menangis dan kau memeluknya. Kenapa dia menangis?"
"Kurasa itu bukan urusanmu, Haz."
"Tentu saja itu urusanku, Tomlinson!" Nadanya begitu tinggi. Dia sangat marah. Apa dia menyukai Nazyku?
"Kenapa itu bisa menjadi urusanmu, Styles? Ada hubungan apa kau dan dia? Kau bukan siapa-siapa."
"Jadi kau merasa lebih mengenalnya?"
"Tentu saja, aku tau apa yang tidak kau ketahui!"

-Harry-

"Tentu saja, aku tau apa yang tidak kau ketahui!"

Aku terdiam, perkataan Louis barusan begitu menyakitiku.
Apa yang Louis ketahui tentang Shanaz?
Kenapa aku tidak mengetahuinya?

Aku memasuki ruangan meninggalkan Louis.
Kulihat Niall dan Liam sedang tertawa, entahlah, apapun yang sedang mereka bicarakan aku tidak peduli.

-Louis-

Aku masuk ruangan. Kulihat Harry duduk disamping Liam.
Aku memilih duduk diasmping Niall.

Niall dan Liam terus berbincang. Aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan, pikiranku sedang fokus pada Shanaz.

"Hey mate, aku seperti mendengar kalian berdebat diluar tadi. Sebenarnya ada apa?" Tanya Liam.

"Sepertinya karena ada orang yang sok peduli tanpa mengetahui apapun" jawabku sarkastik.
Kulihat Harry menatapku tajam.
Suasana sekarang hening, aku tidak ingin membuang waktuku.
Lebih baik aku menemui Nazyku.

"Aku keluar sebentar, ingin menemui seseorang." Kataku.
Aku yakin Harry tahu aku ingin menemui Shanaz.

We Need Each other (Louis Tomlinson) ON HOLD!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang