09. Kita Berdua Belum Punya Kekasih, Tunggu Apa Lagi?

80 23 3
                                    

Rere termangu menatap kamar kos yang sedikit berantakan itu. Setelah diantar pulang oleh Jo, dia masih diam di depan pintu seraya melihat jauh penampakan bilik kos yang ditinggali beberapa bulan belakangan ini. Pikiran Rengginang masih memutar memori adegan setelah dia dan Jo bercumbu di dalam mobil.

Katanya, "saya senang bersamamu, Nona."

Dan tidak sekali kalimat itu keluar dari bibir Jo. Dia masih terus mengulangnya hingga mobil tersebut terparkir di depan pagar kos-kosan.

Wanita 26 tahun itu lantas menghentak-hentakkan kakinya ke permukaan lantai. "Kenapa hanya gue yang belum ada rasa lebih sama Jo? Padahal tuh laki dari cara ngomong dan memperlakukan gue udah kayak kita punya status aja. Shit, gue ngerasa bersalah banget cuman nyium dia tanpa perasaan apa-apa."

Rere menutup pintu kos, lalu membuka sepatu dan segera duduk bersilang kaki di pinggiran kasur.

Ciuman itu.

Jikalau mengingat betapa lembutnya bibir Jo menuntun dirinya dan selalu meminta izin ketika ingin berbuat lebih, Rere jadi percaya bahwa pria baik itu masih ada di muka bumi. Belum lagi mengenai wangi tubuh Jo yang menyeruak saat pria itu memeluk dengan erat tubuhnya seakan tak ingin melepaskan.

Oh, tidak.

Rere bisa gila jika ia benar-benar menjadi pegawai baru PT. Rasauta dan akan berhadapan dengan Jo dalam frekuensi yang lebih daripada ini. Lima kali dalam seminggu dan sungguh, Rere sedikit merasa berat oleh hal tersebut. Bukan apa-apa, hanya saja wanita itu seperti diberi pikulan yang banyak di pundak kurusnya.

Bagaimana kalau Jo tahu bahwa Rere belum juga memiliki perasaan yang utuh pada pria itu?

Rere tak mau mengecewakan Jo, namun perasaan memang tak datang secepat itu.

Sukar oleh jalan pikirannya yang semakin kacau, perempuan itu lalu menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur dan memilih tidur. Sebab tak ada salahnya bukan untuk menenggelamkan kepala sebentar?

Mungkin saat Rere bangun nanti, dia jadi lebih bijak dan tahu harus mengambil langkah apa.

--☆--

Pukul 9 malam dan Firansyah dengan kedua kaki lelah itu baru saja tiba di apartemennya.

Salahkan tumpukan kertas yang terus-terusan diletakkan Pak Hazel di atas meja kerjanya, salahkan Pak Hazel yang meminta dibuatkan kopi padahal baru habis segelas, salahkan Pak Hazel yang bertanya mengapa Fira terus diam, salahkan Pak Hazel yang malah mengobrol begitu akrab dengan pegawai lainnya dan salahkan betapa bodohnya Fira masih saja berharap pada si pria dengan usia terpaut 8 tahun dengannya itu.

"Sumpah gue capek!" Keluh Fira sesaat setelah keluar dari lift yang menghantarkannya dari halaman parkir ke apartemen tujuan.

Kepala itu sempat menengadah ke langit ruangan, sebelum akhirnya instruksi agar kaki segera pergi ke apartemen terlaksana. Fira berjalan agak sempoyongan hingga tiba di depan pintu. Menekan lima digit sandi dan memasukkan kunci, Fira langsung masuk dan berbaring di atas sofa. Tentu saja tubuh mungil itu tak lupa untuk menutup kembali pintu.

"Gini amat kerjaan."

Sepatu hak telah dilempar hingga menimbulkan bunyi di atas permukaan keramik. Rambut cokelat yang sejak tadi ia ikat kini diuraikan hingga berantakan.

BABIBUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang