06. I Hate (Love) You

103 22 0
                                    

Bibir ranum itu diam seribu bahasa.

Sorot mata Firansyah Adelsya semakin mempertegas bahwa dirinya sedang tidak baik-baik saja. Sebagai seorang sahabat, Rere bisa pastikan bahwa ada sebuah cerita yang tertahan di ujung lidah Fira. Sayang sekali, gadis itu memilih bungkam.

"Nangis aja kalau masih kerasa beban."

Fira tersenyum tipis. Tangannya menepuk pundak Rere. "I'm fine. Thanks anyway."

Setengah jam lalu, Rere yang keluar dari ruangan Pak Jo mendapati Fira berderai air mata di depannya. Rere yang sedikit terkejut itu segera merengkuh Fira pun membawanya masuk ke dalam ruangan Pak Jo. Mereka mengobrol panjang disana.

Rere bertanya dan Fira terus-terusan berdalih seakan everything were fine back then, padahal dia sendiri yang menangis.

Sedangkan Jo hanya menatap mereka berdua secara bergantian. Berusaha menyimak walau agak kesulitan memahami saking cepatnya mereka saling bertukar informasi.

"Thanks, Re." Setelahnya, perasaan Fira terasa lebih tenteram.

Soal Pak Hazel yang membentaknya tadi, memang menjadi titik awal Fira bisa menangis. Namun tak mungkin Fira berujar buruk tentang atasannya sendiri. Bukankah itu akan menciptakan perseturuan yang sia-sia? Lagipula ini salah Fira juga yang tidak meminta izin secara langsung kepada Pak Hazel untuk membantu Pak Jo mewawancarai para pelamar kerja.

Jo beringsut perlahan, masuk ke dalam dialog dua wanita. "Kalian mau makan nggak? Saya traktir?"

Baru saja Rere akan menolak, Fira yang duduk di sebelahnya itu mengangguk antusias.

"Boleh banget, Pak Jo. Kebetulan saya belum makan siang."

"Yaudah, sekalian sama kamu, Nona," tambah Jo menunjuk Rere yang dibuat termengung dengan situasi saat ini.

Nona?

Baru kali ini Fira mendengar Pak Jo memanggil seorang wanita dengan sebuah sapaan hangat didepannya. Belum juga paham akan kejanggalan tersebut, lagi-lagi ia mendapati tatapan hangat Pak Jo untuk Rere, sahabatnya itu. Rere pun tampak malu-malu dan terus menunduk.

Aneha.

Ada apa antara mereka berdua sebenarnya?

Fira bersoal dalam hati.





--☆--





"Selamat menikmati pesanannya."

"Terima kasih, Mbak," tukas mereka bertiga.

Hidangan telah tersaji di atas meja. Baik Jo, Rere dan Fira langsung menyantapnya dalam diam. Jelas sekali bahwa tiga orang ini punya kesamaan dalam hal makan, yakni tak banyak bicara. Diam seraya mengunyah segala cita rasa di lidah.

Satu porsi Spaghetti Bolognese adalah milik Fira, Rere menikmati Fish & Chips, dan Jo memakan nasi goreng kesukaannya--Nasi Goreng Tom Yum Seafood.

Ada pula minuman yang telah datang sejak awal mereka memesan, ialah dua botol air mineral milik Rere dan Fira serta segelas es teh tawar kepunyaan Jo.

Jo melirik Rere dihadapannya. Dia tak masalah harus dibatasi oleh meja, karena menatap Rere saja sudah membawa kebahagiaan. Fira sendiri duduk di samping Rere, sehingga dapat disimpulkan bahwa tempat duduk di sebelah Jo itu kosong.

"Halo semua, maaf agak telat. Tadi masi ketemu sama Pak Irwan. Tahu sendiri kan gimana beliau kalau udah ngomong panjang lebar."

Jo menyambut kedatangan Hazel dengan satu tepukan di bahu pria itu. "Aman. Lo langsung pesan aja."

"Siap." Hazel mengangguk singkat kemudian menyapa dua orang didepannya. "Halo Fira dan Rere. Saya manggilnya Rere ya karena Fira kalau cerita gak pernah pake nama Rengginang. Gapapa kan?"

Rere tersenyum di sela-sela acara mengunyahnya.

Hazel masih menunggu respon Fira yang berhadapan dengannya namun gadis itu tampak tak pusing dengan figur sang pria. Fira fokus pada santapan yang sedang disantap.

Selang lima belas menit Hazel memesan, sepiring French Fries pun datang.

"Lo cuman makan itu, Zel?" Jo terheran.

"Pak Hazel jarang makan banyak. Kalau dipaksa nanti keluar pelangi dari mulutnya." Bukan Hazel, melainkan Fira yang membuka suara untuk menjawab keheranan Jo, masih dengan tatapannya terpusat pada Spaghetti Bolognese yang ia pesan.

Hazel mengangguk cepat. "Nah, itu asisten terbaik udah jawab."

Dialog yang tersendat-sendat disertai tawa kikuk tanpa sadar telah mengakrabkan empat figur manusia yang baru saja menyelesaikan seluruh makanan di atas meja. Diantara empat figur itu, ada yang malu-malu, ada lagi yang terus tersenyum, satunya setia menatap seseorang dan satunya lagi tak begitu menaruh minat untuk membalas tatapan lainnya.

Tak terasa waktu menunjukkan pukul 6 sore.

Fira menjadi yang terlebih dahulu pamit. Tentu saja ia sudah berbisik dengan Rere perihal tersebut.

"Saya permisi."

Fira yang melangkah pergi, diikuti oleh Hazel yang juga mohon diri dari restoran tersebut. Dua orang telah berlalu dan menyisakan dua lainnya yang duduk berhadapan itu.

"Nona."

"Jangan panggil Nona. Nanti Fira curiga, Pak Jo."

Jo masih setia mempertahankan kontak mata pada Rere. Sembari tersenyum manis, dia berkata, "biarkan saja. Saya nggak masalah."

"Tapi saya belum cerita soal kita ke dia, Pak Jo. Saya gak mau Fira mikir yang aneh-aneh," celetuk Rere.

Kita.

Wah, Jo sedikit tinggi hati mendengar kata 'kita' keluar dari mulut Rere. Padahal tadi Rere merasa seperti manusia paling bersalah karena sudah melakukan hal berbau dewasa dengan seorang pria, tapi sekarang? Sudah berucap kita untuk menjelaskan dia dan Jo?

"Apanya yang aneh? Kalau dua insan sudah cukup umur dan saling berciuman itu gak ada yang salah, Nona."

Rere masih teguh dengan pendiriannya. "Tapi Fira tuh bakal tagih penjelasan."

"Ya kamu tinggal ngomong aja ke dia, Nona. Simple, kan? Jangan dipersulit nanti ribet sendiri."

Rere mendengus akan ucap Jo itu. Perlahan ia berdiri dan Jo mengikuti langkahnya.

"Saya mau pulang."

"Oke. Saya anterin."

"Boleh?"

"Apa sih yang nggak buat kamu, Nona? Asal jangan jadikan saya ojek-zone saja."

Rere terkekeh mendengar tuturan sang tuan.










--☆--






Note dari arga : Kalian sadar ga sih, kalau kita pesan makan tuh biasanya yg datang duluan selalu minumannya hahaha....padahal yg ditunggu tuh makanannya loh🤣 Sampai ketemu besok!

BABIBUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang