Si Paling Pasrah

30.9K 4K 220
                                    

Gara-gara dua hari ini aku sudah tidak lagi berontak dan marah-marah. Mama kembali menawarkan supaya Lila di rumah denganku. Bedanya hari ini Lila di rumahku, bukan aku yang ke rumah Lila.

Lila datang jam tujuh pagi. Tahu-tahu dia sudah diantar Mama naik ke kamarku. Padahal aku masih asik tidur. Lila masih belum membaik. Bintik cacarnya belum mengering. Aku merinding kalau membayangkan bintik-bintik itu berpindah ke badanku. Meskipun dulu aku juga pernah terkena cacar air, tapi aku selalu merinding kalau melihat orang lain sakit cacar.

Anak itu langsung di suruh Mamaku untuk berbaring di tempat tidurku, sementara aku dipaksa untuk segera mandi. Selesai aku mandi Lila terlihat diam di atas tempat tidur dengan selimutku yang menutupi badannya.

"Lila, udah makan sama minum obat?" tanyaku menghampirinya.

Lila mengangguk.

"Sama apa?"

"Telur."

Telur.

Seingatku dulu waktu pagi-pagi di rumah Ayash dia juga menawariku telur.

"Kamu setiap hari sarapan telur ya?"

"Telur, nugget, sosis," sebutnya.

Seperti makanan anak kos.

"Sayur?"

Lila menggelengkan kepala. Waktu dia ada di rumahku, Lila makan apa yang ada dan tidak memilih makanan, bahkan diberi sayur pun dia mau. Berarti memang Ayash tidak memberinya sayur.

"Ayahmu nggak kasih sayur?" tanyaku lagi padanya.

Lila menggelengkan kepala, "Ayah nggak bisa masak."

Aku mengangguk paham. Dan yang aku lihat selama dua kali di rumah Ayash terasa masuk akal. Malam di mana aku kabur, Ayash dan Lila baru saja membeli makan malam. Lalu kemarin siang Ayash pulang dengan membawa makan siang. Di rumahnya hanya ada nasi putih saja yang siap santap. Sementara di kulkasnya berisi buah-buahan, makanan kering, snack, makanan kalengan, dan juga frozen food. Aku tidak melihat adanya sayur di sana.

Aku beranjak dari tempatku dan duduk di depan meja. Aku kemudian membuka laptop karena penasaran apa saja yang boleh di makan penderita cacar air. Aku membaca artikel paling atas dan kepalaku dengan cepat menghafal apa yang disarankan di sana.

Kalau Ayash tidak bisa memasak, Mamaku pasti mau memasakkan makanan untuk Lila. Ya meskipun Ayash juga kemarin terlihat membeli makan yang cukup lezat untuk makan siang, sarapan anaknya harusnya diberi yang proper juga. Apalagi Lila sedang sakit.

"Lila. Kenapa besok kamu nggak sarapan di sini aja?" tawarku.

"Ayah juga?"

Ah iya, merekakan satu paket. Ibarat buy one get one.

"Nduk, Mama ke peternakan dulu ya, kamu di rumah sama Lila," pamit Mama.

"Eh, Ma..." kataku menghentikan Mama.

"Mama masak apa hari ini?" tanyaku sambil berbalik menatap Mama dari tempatku duduk.

"Ayam kecap, biar Lila bisa makan," terang Mama.

"Mama nggak masak sayur?"

"Hari ini sih enggak. Kenapa?"

"Itu loh. Lila tiap pagi itu makannya telur atau goreng-goreng kayak nugget, sosis. Dia kan lagi sakit, paling enggak harusnya ayahnya yang inisiatif beliin makanan yang lebih ada gizinya. Biar proses penyembuhannya lebih cepet." Aku mengadu ke Mama kemudian sedikit mengkritik.

"Mungkin nggak sempet, Nduk. Waktunya kan dibagi-bagi, pagi kerja di kelurahan, sorenya nanti masih wira-wiri lagi ngurusin tetek bengek."

"Kan nggak setiap hari, Ma. Paling enggak ya waktu kondisi begini ayahnya itu usaha dikit kek!"

Clumsy SisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang