BAGIAN 37 Akhir Cerita Cinta

20 4 0
                                    


Happy Reading

Hari ini Langit kembali pulang ke rumah dengan cukup larut. Bahkan lebih raut dari biasanya.


Pukul 02.00 pagi, ia berjalan gontai memasuki area rumahnya. Berjalan menuju dapur untuk sekedar menenggak air mineral untuk mengisi kembali daya yang sudah hampir terkuras.

Setelah mendengar bahwa Sabit tak lagi bekerja di Café miliknya dan Sabit sudah tak lagi berada di sini membuat separuh dalam diri Langit tidak mempercayainya. Ketika ia bertanya dimana keberadaan Sabit namun kedua sahabatnya tak ada yang membuka mulut, tanpa ingin menghabiskan waktunya bersama dua orang ini, Langit langsung beranjak pergi-menghampiri Apartemen di mana gadis itu tinggal.

Namun ketika ia sampai, ia justru mendapati seorang anak kecil yang keluar dari dalam kamar apartemen yang dulunya tempat gadis itu tinggal--barulah saat itu Langit menyadari bahwa Sabit sudah tak lagi ada di sini dan Langit sudah tak lagi bisa menemui gadis itu.

Beberapa kali pria itu mengeram emosi ketika ia kembali ke café untuk meminta agar Sean memberitahu keberadaan Sabit namun laki-laki itu tetap kekeuh dengan jawaban tidaknya.

Seharian ini, ia hanya mengelilingi kota Bali. Mengelilingi tempat-tempat yang pernah dirinya kunjungi dengan Sabit. Ada senyum dan tawa sumbang ketika langkahnya memutuskan untuk ke pantai terlebih dahulu ketimbang tempat-tempat yang lain.

Pantai membawanya kepada ingatan di mana mereka pertama kali bertemu. Pertemuan yang sedikit mengandung pertikaian kecil. Lalu ingatannya kembali menjelajah di pertemuan kedua mereka. Dimana langit sedang hujan dan gadis itu terjebak di depan Café. Ketika itu, Langit begitu jutek terhadap gadis itu. sampai akhirnya Langit tahu bahwa gadis itu adalah pemilik Jurnal Kit yang sempat ia temukan di Jogja-barulah saat itu sikapnya mulai melunak pada gadis itu.

Rasa-rasanya, Langit sangat ingin memutar kembali waktu ini. Ia ingin memperbaiki segalanya. Ia ingin mengatakan bahwa Langit mencintai gadis itu. hanya saja, cinta mereka terjadi di waktu yang salah. Namun setidaknya, Langit tidak membuat hati gadis itu terasa begitu sakit dan berakhir membuatnya pergi begitu jauh.

Tempat yang terakhir Langit kunjungi adalah Panti Asuhan-tempat dimana pertama kali ia membawa dan memperkenalkan Sabit di sini. Awalnya Ibu panti sempat syok karena Langit datang dengan keadaan yang begitu berantakkan. Ditambah lagi, ia datang tidak berdasarkan jadwal bulananya datang berkunjung. Namun tujuannya datang ke Panti Asuhan hanyalah untuk naik ke atas rumah pohon dan kembali mengenang segala percakapan yang ada di atas sana dengan Sabit.

Langit banyak menghabiskan waktunya disana. Hanya sekedar duduk diam dan termenung. Hingga ia sadar, jam sudah menunjukkan pukul 12 malam dan ia tidak ingin membuat Ibu panti terjaga semalaman karena keberadaannya di sini. Keberadaannya yang cukup lama di sini sudah merepotkan dan membuat Ibu panti Khawatir.

Maka dari itu Langit pamit undur diri. Fokusnya yang tak stabil membuat ia mengendarai mobilnya dengan kecepatan yang sangat lambat. Hingga membuatnya sampai ke rumah lebih lama dari biasanya.

Ketika ia sudah sampai dan masuk ke dalam rumah-keadaan rumah begitu sepi. Mungkin Almyra sudah tidur-pikirnya. Maka setelah menenggak habis air mineral itu, Langit beranjak menuju kamarnya.


Pria itu tak lekas membersihkan diri padahal sudah seharian berada di luar. Langit malah langsung merebahkan tubuhnya di atas kasurnya. Menatap langit-langit kamarnya yang terlihat begitu silau karena matanya yang langsung bertemu dengan cahaya lampu diatas sana.

Pria itu menghela napasnya. Sunyinya malam dan dinginnya udara jam 2 pagi menjadi temannya malam ini. Sangking menikmati kesunyian yang tengah berlangsung Langit sampai tidak sadar bahwa matanya tengah mengeluarkan bulir-bulir cairan bening.


Ketika ia menyadari basah di sudut matanya, barulah ia mengangkat lengannya untuk menutupi matanya yang silau akbiat cahaya lampu. Kini, tangis pria itu terdengar lebih jelas dalam sunyinya malam. Isakkan pria itu begitu terdengar jelas didinginnya malam. Tangisan itu-tangisan yang selama ini berusaha ia tahan dan ia tutupi. Tangisan penuh rasa sesal dan rasa bersalah.

Setidaknya, Tuhan... kasih saya kesempatan untuk sekedar mengucapkan kata maaf kepada Sabit jikalau memang Saya dan Sabit takkan bisa Kau Satukan. Batinnya mengadu kepada sang Tuhan.

Kehilangan Sabit benar-benar membuatnya begitu kacau. Satu bulan ini dirinya memang sudah kacau, namun mengetahui bahwa Sabit tak lagi berada di sini kian membuat hati Langit di gundrungi oleh perasaan pilu.

Sedang di depan pintu kamar pria itu. Almyra tengah berdiri-dengan air mata yang juga meleleh dari pelupuk matanya. Ia tidak tahu bahwa Langit pun merasakan kesakitan yang sama seperti yang ia rasakan.

Almyra yang tadinya hendak masuk ke dalam kamar pria itu dan mencoba menyelesaikan segala yang buruk yang tengah terjadi di antara mereka urung gadis itu lakukan ketika sunyinya malam membuat ia mendengar jelas isak tangis pria itu dari depan kamar.

Langit menangis batinnya yang entah mengapa membuat ia turut ikut menangis juga. Seolah mereka tengah merayakan kesakitan-kesakitan yang mereka rasakan selama sebulan ini.

Almyra yang awalnya berdiri menghadap pintu kamar langit sontak membalikkan badannya. Punggungnya ia sandarkan di pintu kokoh itu dengan air mata yang semakin deras mengalir.

Apakah seharusnya Almyra tidak memaksakan keadaan untuk terus-menerus berpihak kepadanya?

LANGIT SABITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang