01. Koma

50 11 13
                                    

Rumah sakit di tengah kota itu dipayungi awan mendung dengan udara yang dingin, bagaimana tidak, hujan turun dengan deras sore itu, hingga malam tampak hujan mereda dan berganti dengan remah-remah gerimis.

Pintu nomor 281 terbuka pelan-pelan, lalu beberapa orang masuk ke dalam dengan mengenakan pakaian medis dan membawa peralatan medis. Pasien itu, yang menjadi korban tabrak lari. Kondisinya kritis karena kehilangan banyak darah, serta luka parah di kepala karena benturan yang cukup keras di pembatas jalan.

Pemandangan luka di kepala dan darah yang mengucur itu cukup mengerikan. Namun, dokter dibantu beberapa suster mengenyahkan luka pasien yang robek itu, dan segera melakukan tindakan medis untuk menyelamatkan korban.

Isak tangis dan ratap keluarga Bryan terdengar di lorong depan pintu. Keluarga Bryan tak berdaya selain menyerahkan keadaan Bryan untuk ditangani dokter. Hingga saat pintu nomor 281 terbuka, dokter menghampiri keluarga Bryan dan mengatakan, "maaf."

Tangis wanita yang tak lain mama Bryan pecah, suaminya memeluk istrinya, guna menenangkan. Kakek, nenek, serta keluarga Bryan lainnya tak bisa berbuat apa-apa.

Jauh di dalam kamar pasien, Bryan bangun dan terduduk, lalu turun dari ranjang. Dia bingung menatap dirinya sendiri, yang sedang tertidur. Dia berpikir bahwa dirinya telah menjadi amoeba karena bisa membelah diri menjadi dua. Ya, tubuhnya ada dua, yang sedang terbaring dan berdiri. Tidak, tidak, bagaimana dia bisa melihat dirinya sendiri?

Ini terlalu aneh.

Sangat aneh.

A-ap-apa dia sudah tiada?


== Oh My Ghost ==

Aku terbangun dengan kedua mata yang spontan terbuka lebar. Kepalaku terasa sakit, bagaimana tidak, ternyata dahi ku sudah diperban, entah oleh siapa. Aku mencium bau ruangan yang khas, seperti bau obat di ruang UKS sekolah ku. Tidak salah lagi, ini rumah sakit. Tapi siapa yang membawaku kesini?

Klik. Krieeet!

Mama, papa, Adel, Bianca, dan Joanna masuk secara bersamaan.  Mama membawa tas ransel besar yang ku rasa berisi pakaian ku, dan Adel, Bianca, Joanna membawakan buah-buahan dan camilan ringan.

"Oh, syukurlah. Kamu kemarin udah sempet sadar, cuma kata dokter masih belum sadar sepenuhnya, jadi kami disuruh menunggu supaya kamu istirahat terlebih dahulu," jelas mama dengan meletakan tas ransel di atas sofa kamar pasien.

"Aku bawain camilan-camilan buat kita begadang nanti," sahut Bianca sambil mengangkat beberapa camilan dan menunjukan nya padaku.

Ku picing kan kedua mataku. "Begadang?" tanyaku, mereka mengangguk. "Ini rumah sakit guys, begadang ngapain?" Aku sungguh tidak mengerti, apa mereka ingin begadang seperti saat sedang menginap di rumah ku.

Oh, yang benar saja.

"Ya, enggak. Buat nemenin jagain kamu aja Jen," jawab Bianca, lalu merebahkan diri di atas sofa. Ku lihat ada beberapa sofa di ruangan ini.

"Mama sama papa nggak bisa jagain kamu nanti malam. Jadi teman-teman kamu yang akan begadang jagain kamu. Ya, mungkin kamu perlu apa-apa nanti malam," terang papa, ku lirik wajah teman-teman ku yang tidak keberatan sama sekali.

Well, itu benar juga. Ku pikir-pikir lagi, daripada aku sendirian, lebih baik aku ditemani Adel, Bianca, dan Joanna. Ku gerakan kepala ku untuk melihat ke arah pintu. Omong-omong aku mulai mengingat sesuatu.

Bryan. Cowok itu, bagaimana keadaannya? Dia terluka cukup parah yang ku ingat, sebelum mobil menabrak ku dan membuatku pingsan. Yang ku ingat juga, aku melihat banyak darah di sekitar tubuhnya, entah darah itu mengucur dari bagian tubuhnya sebelah mana. Aku tak ingat apa-apa lagi setelah pingsan.

"Del!" Sahut ku, yang spontan membuat semua yang ada di dalam ruangan menoleh ke arah ku.

"Kenapa Jen?" tanya Adel dengan mengerutkan dahinya. Aku tak dapat menyembunyikan rasa panik yang tiba-tiba ini. Apa aku harus menanyakan keadaan Bryan? Di depan Mama, Papa, dan teman-teman ku?

"Bryan? Gimana keadaannya?" tanyaku dengan jelas.

Adel bukannya langsung menjawab apa yang ku tanyakan, dia menoleh ke arah Bianca dan Joanna. Kenapa? Kenapa muka mereka terlihat putus asa? Mama dan Papa menatap ku dengan bingung.

"Bryan? Siapa Bryan?" tanya mama.

"Dia teman satu sekolah kami juga Tante. Dia ketabrak mobil waktu lagi nyebrang sore kemarin," jawab Joanna. Kenapa Adel tidak menjawab pertanyaan ku? Apakah pertanyaan ku terlalu sulit untuk dijawab.

"Keadaannya cukup parah Jen. Jadi dia... " Kenapa Adel harus menggantung jawabannya. Apakah sesulit itu pertanyaan ku? Katakan, kalau cowok itu baik-baik aja. Itu yang ingin ku dengar.

"Jadi dia?" tanyaku tidak sabar. Aku tahu kata selanjutnya bukan jawaban yang ingin ku dengar. Jawaban terburuk yang akan keluar dari mulut Adel membuatku sedih. Apakah itu artinya aku tidak akan melihatnya di sekolah lagi? Bahkan di dunia ini lagi.

Kemarin, untuk terakhir kalinya, aku bisa lihat dia di kafe star. Sebelum aku tak akan bisa melihatnya lagi. Badan ku melemas.

"Jadi dia, koma. Sampai sekarang," jawab Adel.

Badan ku tegak kembali. Koma? Apa itu artinya masih ada harapan? Walau tipis sekali. Karena sekarang Bryan ada di ambang pintu, antara hidup dan mati.








== Oh My Ghost ==

Hello everyone, how are you?

Bab 1 gimana nih? Udah dapat feel nya belum? Masih suka ceritanya nggak? Ayo, tebak kelanjutan nya gimana?

Dukung terus cerita ini dengan klik tombol bintang di bawah ya

Saran dan masukan bisa komen di bawah.

Thank you and see you

Mendadak Indigo [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang