Buket mawar merah tergeletak manja di atas meja kerjaku pagi ini. Masih segar dan wangi nya memenuhi seluruh sudut ruangan. Mengalahkan bau jeruk pengharum ruangan yang disemprotkan petugas kebersihan tadi pagi.
Tatapan bingung kulayangkan pada teman di sebelah meja, tepatnya sebelah kubikelku.Bahunya terangkat ringan menandakan ketidaktahuan yang tercetak jelas. Tidak ada dusta.
"Seorang kurir mengantarnya pagi-pagi sekali. Sepertinya ada kartu ucapan terselip?" kepalanya menyembul tak kalah penasaran denganku.Aku senang sih, menerima buket mawar yang indah. Namun jika mendadak dan tidak diketahui pengirimnya, sudah sewajarnya untuk bersikap curiga. Untuk berjaga-jaga.
Kucoba memeriksa diantara rimbunan mawar yang kuncup dan merekah. Benar dugaannya. Terselip di bawah sana ternyata.Dalam hati kubaca isi tulisan pendek yang cukup rapi dan bagus. Seperti tulisan seorang gadis, tebakku.
"Apa kau baik-baik saja? Aku selalu menunggumu di taman. Tapi kenapa akhir-akhir ini kau tidak pernah datang?"
- N -
Aku mendesah penuh kekhawatiran seraya merobek kertas yang sudah selesai kubaca. Sejujurnya aku punya alasan tersendiri mengapa tidak pernah lagi ke taman akhir-akhir ini. Menyapa Naruto dan merpati-merpati liar penghibur kami di sana.
Semenjak tewasnya si biang onar pemabuk secara misterius. Aku memang sengaja membatasi diri, memberi jarak. Menghindari segala jenis pertemuan dengan orang asing. Termasuk lelaki pirang itu.Perasaan gelisah menyelimuti sekujur tubuhku. Dari mana Naruto tahu alamat gedung kantorku? Seingatku, kami belum sedekat itu sampai harus berbagi alamat kantor dan apartemen. Sosial media saja tidak pernah kami bahas. Hal-hal pribadi kami tetap tidak tersentuh.
Buket itu kuletakkan di meja panjang di belakang kursiku. Dengan latar pemandangan jalan raya yang tengah padat merayap.
Suara kursi bergeser berhasil membuatku berpaling.
"Pacarmu romantis banget ya, pagi-pagi sudah dikasih kejutan manis seperti itu. Duh, bikin iri saja." Haruna, salah satu teman Divisiku menggoda jahil yang hanya kutanggapi dengan senyum kecil. Dia hanya tidak tahu saja, jika praduganya sangat melenceng jauh.
Bahkan mungkin akan mengernyit dalam, andai kata mengetahui sifat Toneri yang tidak pernah romantis sama sekali terhadapku.Orang-orang kantor tidak ada yang tahu pasti mengenai kehidupan pribadiku. Mereka hanya mengenalku sebatas rekan kerja yang pendiam nan biasa saja. Tidak lebih.
Sebab aku pun enggan berbagi mengenai kehidupan pribadiku pada orang-orang bertopeng seperti mereka. Lebih baik menyimpan untuk diri sendiri bagaimana kehidupanmu, atau asmaramu di luar pekerjaan.Dunia kerja sungguh kejam, asal kalian tahu. Banyak dari kami yang memakai topeng untuk saling memuji dan melakukan tindakan manipulatif yang keji.
Menjilat atasan demi dapat dipromosikan dan menjadi karyawan teladan yang membuatmu rentan stress. Namun di belakang, namamu akan langsung gencar menjadi perbincangan. Seperti lalat yang mengerubungi sampah. Terlebih jika misimu berhasil. Menjadi karyawan yang teladan dan dapat diandalkan. Maka perintah-perintah kecil dan permintaan tolong tidak akan henti mengudara di sekelilingmu.Terkadang aku ingin memberitahu para junior atau siapapun yang baru akan memasuki dunia kerja. Bekerja lah sesuai porsimu dan jangan berniat terlalu menonjolkan potensimu. Karena saat kau jatuh, perusahaan tidak akan mengingat jasa-jasamu. Mengulurkan tangan saja tidak. Itu bukan tanggung jawab perusahaan. Mana yang memberi keuntungan, mereka lah yang akan bertahan dan dipertahankan. Terdengar kejam, namun begitulah realita yang terjadi.
Maka tidak mengherankan. Saat menemukan affair antara pegawai lajang dan bos yang sudah menikah.Itulah mengapa aku lebih memilih menjadi karyawan yang biasa saja. Mengerjakan apa yang menjadi tugas dan tanggung jawabku. Mengacuhkan hal-hal tidak penting dan jangan sampai terlihat mencolok diantara yang lain.
Setidaknya, aku merasa aman dan nyaman bekerja dengan cara seperti ini. Tidak ada yang harus kujatuhkan dan berniat menjatuhkanku.
...
Vending mesin yang berada di lantai tiga agak macet. Melirik ke kiri dan kanan. Kakiku menendang mesin itu berkali-kali setelah menggoyangkannya sesaat. Nihil hasil, hal itu pun membuatku sedikit kesal nyaris naik pitam. Percuma rasanya sudah menggelontorkan uang koin demi mendapatkan sekaleng kafein dari dalam sana.
Tenggorokan dan otakku benar-benar membutuhkan asupan cairan. Kafein, lebih tepatnya."Mesin keparat," desisku sebal.
Langkah kaki dan suara baritone dari arah berlawanan mengalihkan perhatianku dalam sekejap.
"Caramu salah, Nona Hyuuga," selanya. "Orang-orang Divisi kami biasanya melakukan cara ini agar mesin bodoh itu langsung bekerja," salah satu kaki jenjangnya menendang mesin itu dari samping dengan cukup kuat.
Benar saja, tidak lama kemudian terdengar suara kaleng menggelinding dan mendarat mulus.Ia meraihnya dan mengangsurkan sekaleng kopi padaku. "Kau bisa mentraktirku kapan-kapan dengan pengetahuan baru ini," candanya sambil menyemat senyum lima jari.
"Terima kasih banyak, Kiba-san."
Kini giliran dia yang memasukkan uang koin. Membeli salah satu kaleng minuman berenergi. Menendang dengan cara yang sama dan praktis mendapatkan minuman yang dia inginkan.
Matanya menatap pemandangan di luar jendela. Entah apa yang dia perhatian, aku tidak begitu memedulikannya. Aku hanya ingin segera kembali ke ruanganku dan menikmati kopi selagi waktu istirahat tersisa sedikit.Sewaktu wajahnya menoleh ke arahku dan berbicara sepenggal kalimat. Barulah rasa penasaranku tumbuh untuk ikut mengikuti arah pandangnya sejak tadi.
"Apa kau mengenalnya? Pria itu sejak tadi menatap ke arah sini. Kupikir dia ingin memastikan keberadaan seseorang."
Aku berjalan mendekat. Memfokuskan diri pada sosok jangkung bermasker hitam yang ditunjuk Kiba dengan dagunya.
Pria itu melambaikan tangan pada kami. Tepatnya padaku. Kedua manik sewarna biru cerah itu menyipit tatkala kepalaku melongok lebih dekat untuk memastikan sosoknya. Hanya beberapa cm sampai keningku menempel pada kaca jendela yang cukup tebal.Sebelah tanganku ikut bergerak naik. Melambai agak kaku pada presensi yang sudah kuketahui dengan pasti.
Rasa asing yang tak mampu kudefinisikan kembali memenuhi setiap syaraf. Tiap kali kami bertatap muka dan berbincang di taman.
Pria itu, Naruto, tengah menggumamkan sesuatu padaku di balik masker yang ia kenakan.🌹
KAMU SEDANG MEMBACA
Noir ✔️ || NaruHina
FanfictionSeries dari salah satu one shot [ NaruHina CreepyPasta : Our Red Rose ] kupikir, semua sudah berlalu. Berakhir dengan sepantasnya, dan... terasa sangat sedih memang Tapi ternyata, semua kegilaan ini masih terus berlanjut mengintai, mengikuti, mengh...