29. 🌹 (END CHAPTER) 🌹

203 31 127
                                    







🌹

Ada dua surat yang mendarat di selku hari ini. Diantarkan dan diterima langsung olehku tadi pagi sehabis sarapan bersama di ruangan yang luas dan bersih. Rasanya sungguh tidak sabar untuk menyobek amplopnya dan membaca isinya keras-keras.

Namun sebelum hal itu dapat kulakukan, seorang Sipir perempuan bertampang sangar menghampiriku dalam langkah lebar-lebar.

"Hyuuga Hinata?"

"Ha'i."

Tangannya menyodorkan sepucuk surat dengan amplop ungu pudar tanpa nama. Sedikit usang, bau apak, tampak seperti kertas lama yang terlupakan. Tertimbun selama bertahun-tahun dan baru ditemukan hari ini.

"Untukmu," katanya singkat. Setelah itu dia berbalik dan pergi berkumpul lagi bersama Sipir lainnya.

"Surat lagi?" Shizuka, gadis cantik dengan gaya rambut panjang yang diikat kuda tinggi-tinggi melongok penasaran. Matanya jelalatan menatap amplop kusam yang tergenggam di tanganku. Sedetik kemudian ekspresinya berubah menjadi jijik dan mengernyit.
"Di antara banyak surat yang selama ini kau terima, tumben sekali dapat yang jelek buruk rupa begitu?" Kata-katanya berlompatan dengan sadis. Tanpa perasaan dan saringan, seperti biasanya.

Senyumku terukir sebagai respon atas sarkasme yang ditujukan pada harta berhargaku. Ya, setiap surat yang mendarat di selku merupakan harta berharga bagiku. Sepotong kisah yang mampu bercerita banyak hal dari orang-orang terdekatku yang tidak selalu sempat mengunjungiku di penjara.

Sebuah lengan cukup berisi dan tampak kendur mendarat di punggung Shizuka. Menepuk-nepuk sebagai bentuk sapaan pada gadis muda yang lima tahun di bawahku.

"Anak nakal. Kau tidak sepantasnya berkata seperti itu pada kertas berharga milik temanmu. Mulutmu itu, tolong dijaga sedikit. Pantas saja setiap lelaki yang mendekatimu merasa muak dan sakit hati atas perkataanmu yang nyelekit," sang wanita paruh baya lalu menuntun kami menuju bangku terdekat. Di bawah naungan pohon besar yang memang sengaja ditanam di halaman luas berumput hijau.

Julukan sang wanita paruh baya adalah Angsa Hitam. Penghuni paling lama dan senior yang menempati sel bersamaku dan Shizuka, serta dua orang lainnya. Kejahatannya cukup serius di masa lalu. Dan aku tidak ingin mengungkitnya lantaran terlalu menyakitkan untuk diingat atau dituangkan kembali menjadi selarik bait-bait kisah kelam.

Lain hal dengan Shizuka. Gadis muda nan cantik itu punya rekam jejak kriminal yang terbilang ringan. Mulut tajamnya adalah sumber petaka yang selalu mampu membawanya kembali ke tempat ini. Seingatku sendiri, dia pernah bercerita bahwa seorang polisi berhasil menangkapnya lantaran berusaha kabur sehabis menusuk mantan pacarnya yang posesif. Lelaki malang itu nyaris sekarat andai saja para medis tidak segera datang untuk menolongnya.

Aku agak terperangah sewaktu dengan ringan nan ceria dia melantunkan kisah yang menurutku cukup gila dan ironis. Betapa tidak, seringkali, rasa cinta manusia sangat mudah berbalik menjadi sebuah obsesi. Menjadikan mereka sebagai orang jahat yang bertindak semena-mena. Kasus Shizuka adalah salah satu contohnya.

"Aku ingin putus karena tidak tahan dengan sikapnya yang terlalu mengekang. Tapi, dia malah memukulku dan menghujaniku dengan sumpah-serapah menyebalkan. Karena tidak tahan, aku lebih baik menusuknya dengan pisau dapur agar dia mati saja. Sayang banget, si keparat itu malah selamat dan masih berkeliaran di luar sana."
Sungguh gadis muda yang tidak bisa ditebak.

"Hinata-chan! Ayo cepat, Megumi-san membawa sesuatu yang menarik!" Tangan Shizuka melambai antusias padaku dari kejauhan.
Saking asyiknya berjalan sambil sedikit menengok pada jendela masa lalu. Aku sampai tidak sadar bahwa kedua teman satu selku sudah mendahului duduk di bangku panjang.

Noir ✔️ || NaruHinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang