DEMESNE XXXVIII: PAPYRUS

3K 311 32
                                    

pa·py·rus  

/pə-pī′rəs/

A tall, aquatic plant, Cyperus papyrus, of the sedge family, native to the Nile valley







Layaknya aku ini boneka pinokio yang sudah tinggal dibuang, cowok-cowok sialan itu menarikku dengan paksa masuk ke sebuah gang yang gelap dan melemparku ke sudut gang dengan keras, membuat punggungku serasa mau patah. Aku hanya bisa meringis sambil tetap berusaha menjaga diri, kalau-kalau mereka mau menghajarku lagi.

"Rupanya benar kata rumor, kita tidak boleh menganggap remeh cewek ini," kata seorang cowok bersuara rendah, sambil diam-diam menyodok perutku dengan sikunya yang minta dikulitin dengan ganas itu.

Aku mengaduh kesal lalu melemparkan lirikan mematikan pada cowok itu, tapi aku tidak membalas. Ada baiknya untuk tetap diam, ya, walaupun dalam keadaan sakit begini. Bagaimana pun juga, aku tidak boleh bertindak gegabah, itu akan semakin menyulitkanku. Lebih baik aku diam dan mengumpulkan tenaga sebelum kembali melempar orang-orang sialan ini masuk ke rumah mereka di Neraka sana.  Toh, meminta mereka untuk melepaskanku seperti adegan klise di film-film itu konyol. Penjahat mana yang mau melepaskan sandera mereka hanya karena kalimat "Lepaskan aku!" ?

"Kemampuan bela diri cewek ini terlalu bagus, tapi untung saja kita bisa lumpuhkan dia sekarang. Jadi apa yang harus kita lakukan sekarang, bos?"

Sesuai dugaanku, bos besar mereka adalah si Brewok Amazon. Cowok berkumis gondrong itu maju ke depanku dan berjongkok, lalu dia menyentuh rambutku, dan aku langsung menghadiahkan sebuah tamparan yang cukup keras, cukup untuk membuatnya terjungkal ke belakang.

"Dasar kurang ajar!" Cowok itu maju dan balik menamparku, membuat kepalaku pening dan mataku berkunang-kunang. Aku seratus persen yakin kalau hidungku bakal mengeluarkan cairan andalannya setelah ini, dan aku tidak bisa melakukan apa-apa untuk itu. Aku hanya bisa duduk sambil memalingkan wajah dari cowok itu, tapi dia menjambak rambutku sehingga mau tidak mau mataku bertatapan dengan matanya yang tampak merah. Sialan, aku tidak mau sakit mata cuma gara-gara melototin matanya yang kelihatan sangat sakit itu. Belum lagi dia pengecut banget, bisa-bisanya menampar seorang cewek. Kalau ada rekor untuk kategori Cowok Paling Pengecut Di Seantero Planet, sepertinya orang ini bakal menang.

"Jangan mengatai orang kalau belum berkaca sendiri. Apa yang mau kalian lakukan sekarang, hmm? Jadi, sekarang apa, kalian ingin menghajar cewek? Tak kusangka kalian serendah itu. Bahkan menjebloskan kalian ke penjara saja tak bakal cukup," jawabku sedingin mungkin, yang tentu saja diikuti oleh tawa mereka yang benar-benar bisa merusak gendang telingaku dalam waktu dekat.

"Apa yang membuatmu berpikiran seperti itu, Sayang?" Si cowok brewok Amazon masih tampak santai menanggapiku. "Memangnya kamu punya wewenang untuk menjebloskan kami ke penjara? Bahkan untuk memanggil bantuan dari seorang nenek-nenek saja kamu tak bisa."

"Jangan panggil aku Sayang, itu panggilan sakral, tak bisa diucapkan sembarangan."

"Bahkan pada teman sendiri?"

Aku mengangkat alisku kali ini. Demi Dewa Zeus, apa yang dia maksud barusan? Tapi aku tahu ini bukan saatnya untuk berpikir teoritis dan semacamnya. Aku harus bisa bebas dari mereka dulu, karena posisiku saat ini adalah sedang disandera. Tapi tetap saja, rasanya mau muntah mendengar dia mengaku-ngaku teman.

"Sejeli apa pun kau mencari peluang, kau tak akan bisa dapat kalau sudah berada di sini, Say, ini daerahku," kata cowok itu sambil tersenyum padaku dan mulai menarik jaketku hingga terlepas dariku. 

Aku mengumpat dengan kasar lalu berusaha menendang cowok itu, tapi kedua temannya memegangi kakiku, sehingga aku benar-benar terkunci rapat dan tidak bisa melakukan apa pun. Tapi aku tidak bisa membiarkan diriku terperangkap di sini. Matahari tidak bakal menunjukkan sinarnya hingga tujuh jam lagi, jadi berteriak atau menangis bakal percuma.

TPE : Seven Rivalry (2014)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang