DEMESNE XXV - DIVULGE

3.2K 318 14
                                    

di·vulge

/diˈvəlj,dī-/

Make (previously unknown or secret information) known to others.




"I have one Hot Hazelnut Signature Chocolate for Ms.Equinox, and one Vanilla Macchiato for Victor, please."

Setelah mengambil pesanan masing-masing dari bartender, aku dan Victor duduk di salah satu meja dengan dua kursi yang berhadapan di dekat jendela. Aku menyesap cokelat panas itu lewat sedotan kecil yang disediakan sambil melirik jendela yang entah mengapa berembun, diam mematung. Di depanku, Victor memperhatikanku sambil meminum Vanilla Macchiato nya. Sesekali aku mendapati dia memainkan gelang-gelang yang ada di tangannya. Hal yang langka karena cowok jarang mau menggunakan aksesoris. Banyak sih cowok yang mau mengenakan gelang atau kalung atau bahkan anting, tapi tidak ada yang sebanyak Victor, jadi cowok ini tergolong unik. Aku melirik ke sampingnya. Tidak ada Pedro atau Dopel, kedua anjingnya yang biasa dibawanya ke mana-mana. Ah, dia kan bersekolah tadi, pasti kedua anjingnya di rumah. Kenapa aku tiba-tiba merindukan si Pedro dan Dopel?

"Allegra, kau tak pernah berpikir untuk memelihara binatang? Anjing mungkin?"

Aku tergelak. Cowok ini tiba-tiba membahas soal hewan peliharaan, begitu tepat dengan apa yang sedang kupikirkan. Kalau kalian bertanya-tanya, aku baru saja memikirkan Pedro dan Dopel, dan itu adalah hewan peliharaan cowok ini. Apa mungkin dia membaca pikiranku? Tapi aku menepis semua pemikiran itu karena cowok itu tidak sepenuhnya menatapku. Dia melirik ke sampingku juga, di mana aku mendapati ada seorang kakek tua yang membawa peliharaannya, dua kucing persia berwarna putih dan cokelat muda. Kakek itu mengelus-elus bulu kucingnya sambil membaca koran dan menikmati sepiring cranberry orange scone yang sudah dihabiskan setengah olehnya. Mungkin saja Victor melihat kakek itu lalu teringat akan binatang peliharaan dan dia menjadikannya sebagai topik pembicaraan kita. Kami diam sejak tadi, walaupun kami berdua saling berhadap-hadapan.

Aku menggeleng menanggapi pertanyaannya. "Akan sulit mengurus binatang, apalagi kalau kau tinggal di apartemen. Akan menganggu tetangga apabila mereka membuat kegaduhan."

Victor mengangguk-angguk mengerti. "Kalau begitu, pilih peliharaan yang lebih lembut dan imut."

Aku tersenyum kecil mendengarnya. "Seperti?"

"Seperti hamster atau landak?"

Aku meringis. "Petugas kebersihan pasti bakal loncat-loncat saat meliat landak, apalagi hewan satu itu  tak bisa santai kalau ada yang mendekatinya."

"Duri-durinya yang tak begitu tajam? Landak putih cocok untukmu, Alle," kata cowok itu dengan tenang.

Aku mengangguk-angguk saja mendengarnya. Landak putih. Lain kali aku bisa pergi membeli seekor landak putih, barangkali sekalian dengan induknya. Lagipula, telah lama aku ingin memelihara binatang yang tak umum seperti ular, buaya, atau kalajengking. Selera yang begitu aneh, tapi aku jauh lebih menyukai mereka ketimbang bayi kura-kura atau katak. Aku menyesap kembali cokelatku sambil memperhatikan orang-orang di sekitarku, termasuk si kakek. Entah mengapa, sejak peristiwa di sekolah tadi, aku merasa sangat tak aman. Seakan-akan semua orang dapat membolongi jantungku hanya dalam sekali tatap. Bahkan Victor pun mungkin bisa menyakitiku. Aku membuang napas untuk menahan agar air mataku tak tumpah lagi, tapi aku sedikit gagal karena mataku mulai panas.

"Sepertinya di sini mulai panas, iya kan, Al?" ujar cowok itu sambil menarik kerah bajunya dan memasang ekspresi wajah kepanasan. "Bagaimana kalau kita berjalan-jalan di luar? Orang yang sedang sesak dan sedih butuh hiburan," kata Victor sambil berdiri.

Aku mendongak, tak paham kenapa tiba-tiba dia mengajakku pergi dari tempat ini, padahal bokongku sudah tak bisa diajak berkompromi dengan pindah ke pendaratan lainnya.

TPE : Seven Rivalry (2014)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang