Sebelum Pergi
.
Sebuah pemandangan menyejukkan hati Liam saksikan kala memasuki kamar. Ruangan yang dulunya hanya ditempati oleh dirinya dan Lani, kini ditambah oleh kehadiran anak lelakinya yang baru dilahirkan delapan hari yang lalu. Lani tengah menyusui anaknya yang sudah terpejam. Meski Liam masih berdiri di depan pintu, dia dapat merasakan kehangatan yang anaknya dapatkan.
"Sayang, ayo minum vitamin!" Suara Liam mengalihkan perhatian Lani yang sejak tadi hanya terpaku pada putra mereka. Wanita itu tersenyum melihat kehadiran suaminya.
"Tapi Mas, Leon masih tidur. Kalau aku pindahin takut dia bangun," balas Lani. Sementara Liam sudah siap dengan segelas air dan beberapa vitamin di nampan yang dia bawa.
"Baru tidur ya?" tanya Liam lembut. Dia meletakkan nampan ke atas nakas di samping kasur.
"Iya Mas. Susah kalau dia kebangun lagi," jawab Lani. Sementara, Liam mengambil tisu, lalu, mengusap halus dahi istrinya. Dia dapat melihat betapa pucatnya wajah cantik itu. Beberapa kali Liam memaksa Lani untuk makan, tapi, sang istri selalu beralasan terlalu sibuk mengurus Leon. Sepulangnya dari rumah sakit, Lani sering hanya satu kali makan dalam sehari. Padahal anak itu tidak rewel sama sekali, Liam rasa istrinya tidak perlu setakut itu.
"Biar aku yang gendong Leon. Kamu makan dan minum vitamin!" ucap Liam tegas. Dia amat khawatir melihat kondisi istrinya, kalau begini terus Lani bisa sakit. Sekarang pun Liam tak tega melihat wajah pucat itu. Sempat Liam ingin membawa istrinya ke rumah sakit untuk diperiksa, namun, Lani menolak hingga menangis karena takut dipisahkan dengan Leon. Liam tak mengerti dengan jalan pikiran istrinya.
"Gimana dengan Leon Mas? Aku gak mungkin ninggalin dia sendiri." Lani membalas sedih. Matanya memerah seakan siap untuk mengeluarkan air mata.
Liam yang tak tega. Mengusap pipi itu dengan jari jemarinya.
"Biar aku ambilkan makanannya. Kamu tunggu di sini!"
Liam meninggalkan kamar. Pergi ke dapur dan mengambil makanan yang telah disediakan oleh Bi Endah, pembantu yang Liam bayar. Wanita tua itu hanya datang dari jam sembilan pagi hingga jam enam sore. Sekarang sudah menunjukkan pukul tujuh malam lebih, pastinya Bi Endah sudah tidak ada.
Kembali ke kamar, Liam menyaksikan istri dan anaknya masih dalam posisi yang sama. Sesekali Lani menepuk pantat Leon agar anak itu tidur semakin nyenyak.
"Sayang ayo makan. Biarkan Leon tidur di kasurnya!"
Raut muka Lani tampak ragu. "Tapi, Leon gak akan bangun kan Mas?"
"Gak sayang. Kamu harus makan dan minum vitamin supaya kamu sehat!"
Meski dengan muka tak rela, pada akhirnya Lani dengan perlahan meletakkan tubuh mungil anaknya ke dalam kasur bayi yang tepat berada di samping kasur mereka. Lani kini memposisikan diri duduk tepat di samping Liam. Mereka duduk di sebuah sofa panjang yang berada di kamar. Di depan mereka terdapat sepiring nasi dengan lauk pauk serta segelas air serta beberapa vitamin yang sudah Liam siapkan.
"Biar aku suapi," ujar Liam seraya mengambil piring. Lani menyetujui dalam diam. Wanita itu hanya tersenyum dengan mata berbinar memandangi suami yang amat dicintainya.
Meneguk suapan pertama. Lani mulai berbicara. "Aku senang bisa melahirkan Leon. Dia anak yang manis, mirip banget sama Mas Liam." Lani kembali menerima suapan kedua.
"Aku juga. Aku sangat berterima kasih pada wanita hebat yang telah melahirkan anakku," balas Liam. Melihat istrinya makan membuatnya amat senang.
"Terima kasih Mas untuk semuanya. Rasanya aku sudah menjadi wanita paling bahagia memiliki kalian berdua. Maaf jika selama ini aku belum bisa menjadi istri yang sempurna untuk kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Liam's Next Love (END)
Chick-Lit[LENGKAP di Karya Karya] Lanjutan perjalanan cinta Mas Liam si Bucin 😘