Menenangkan Diri
.
Liam keluar dari mobil sport berwarna hitam miliknya. Usai mengunci mobil, berjalan memasuki sebuah bangunan yang tak begitu ramai dari luar. Tempat itu sudah disewa oleh temannya yang mengadakan pesta.
Pria yang mengenakan jeans hitam, kaos putih dan jaket kulit berwarna hitam itu memasuki ruangan, tempat pesta melepas masa lajang diadakan. Musik yang awalnya terdengar samar-samar, kini langsung menusuk gendang telinga Liam. Cahaya yang remang-remang membuat Liam lebih teliti untuk mencari sang empu acara. Namun, tiba-tiba sebuah tepukan halus mengenai bahu kanannya. Liam berbalik dan mendapati Chris beserta Dilan.
"Apa kabar bro? Gue kira lo gak bakalan datang," sapa Dilan dengan sebuah cengiran di wajahnya.
"Baik. Kalian apa kabar?" Liam bertanya balik. Sudah lama mereka tidak bertemu, mungkin sekitar enam tahunan yang lalu di acara reunian yang hingga kini Liam tak ingin menghadirinya. Pertemuan terakhir mereka jelas tidak mengenakan.
"Seperti yang lo lihat, kami baik. Ah, satu hal yang belum pernah gue ucapin soal kejadian dulu. Gue minta maaf, kita gak tahu bakal seburuk itu kejadiannya." Chris kini membuka suara. Wajahnya sarat akan penyesalan. Mereka juga tak menduga dengan tantangan yang Nabila berikan pada Maudy. Saat itu mereka hanya beranggapan bahwa itu bukan masalah besar. Sampai pada akhirnya mereka tahu bahwa Liam sudah menikah.
Liam hanya tersenyum menanggapi. Dia tampak enggan membahas persoalan itu. Beruntung kedua temannya itu mengerti.
"Katanya sekarang lo menetap di sini?" Dilan mengubah topik pembicaraan.
"Iya. Sejak empat tahun yang lalu."
"Benarkah? Berarti sudah sangat lama."
"Hm."
"Nanti lagi mengobrolnya. Kita harus segera menemui Mario," ucap Chris mengajak kedua temannya untuk menghampiri sang empu acara. Kebanyakan yang datang merupakan teman-teman Mario dan calon istrinya. Beberapa saling berkenalan, dan beberapa hanya menyapa teman lama.
Ketika menemukan keberadaan Mario, ketiganya menghampirinya. Satu persatu dari mereka memberikan selamat dan bersalaman ala teman lama.
"Wih gue kira lo gak bakalan datang Liam," ucap Mario yang berwajah sumringah ketika melihat kehadiran Liam malam itu.
"Kebetulan gue gak terlalu punya banyak kegiatan. Jadi, gue memutuskan untuk datang," balas Liam.
Mario angguk-angguk kepala. Dia menyapa kabar dua teman yang lainnya. "Gimana kabar kalian?"
"Seperti yang lo lihat. Dilan masih jomblo sampai sekarang," guyon Chris. Dilan yang mendengar hal tersebut berdecak kesal.
"Sialan lo! Pacar lo noh selingkuh," ungkap Dilan sensi. Dia dan Chris yang sohib sejak zaman sekolah jelas saling memahami permasalahan hidup masing-masing. Dilan yang amat kesal keceplosan mengenai hubungan Chris yang kandas.
"Kenapa lo malah bahas tentang dia sih?"
Liam yang tidak tahu menahu hanya memperhatikan. Sementara, Mario merasa kaget.
"Laras selingkuh? Yang bener aja bro?" tanya Mario tak yakin.
Chris membuang muka. Dia sangat enggan menceritakan permasalahan hidupnya. Dilan yang sialan itu malah cepu. Padahal niatnya datang kemari untuk mencari hiburan.
"Iya. Dia selingkuh dengan Bryan," jelas Dilan.
"Bryan?"
"Iya, Bryan. Gue juga kaget pas tahu. Padahal dulu Laras cuman pembantu di rumah Chris. Berani banget nyelingkuhin Chris. Sama temannya Chris pula." Dilan geleng-geleng kepala. Sedikit dendam dia dengan perempuan bernama Laras. Dulu dia sempat menentang hubungan Chris dan Laras, mengingat kasta mereka berbeda. Tapi, temannya yang terlanjur jatuh cinta tak peduli. Beruntung sekarang Chris menyadari keburukan perempuan itu.
"Bisa gak lo tutup mulut?!" Chris berkata sinis. Dalam benaknya memaki mulut ember Dilan. Kalau tahu begini, lebih baik dia pendam sendiri masalahnya.
Dilan tak menunjukkan wajah bersalah sama sekali. Sementara Mario yang hendak membalas tak sempat karena Chris bicara lebih dulu.
"Daripada kita mendengar cerita tentang gue. Lebih baik malam ini kita nikmati pesta malam ini dengan bersenang-senang. Misalnya dengan wanita penghibur," usul Chris.
"Gila lo!" ujar Dilan tak setuju. Dia yang merupakan anak perjaka ting-ting jelas merinding mendengar seruan sesat itu.
"Kalau lo mau, gue bisa minta asisten gue yang cari," tawar Mario yang terdengar amat gila.
"Sinting lo berdua! Kenapa HIV baru tahu rasa lo. Ayo Liam, lebih baik kita beli bakso Arumi sama es teh di luar," ucap Dilan. Dia yang merupakan anak tunggal kaya raya itu sangat amat suka makan makanan di warung pinggir jalan. Bukan karena murah, tapi entah mengapa cita rasanya lebih nikmat dibanding makanan yang ada di restoran menurutnya. Faktor lain, mungkin karena kedua orang tuanya telah mengajarkan untuk hidup sederhana meski bergelimpangan harta.
"Lebih baik kita tetap disini," balas Liam. Yang membuat ketiga temannya syok.
"Lo udah punya bini. Gak mungkin kan lo mau pake perempuan penghibur," ucap Dilan.
Keempatnya diam sesaat. Hanya musik yang keras menggema. Ketiganya menunggu dengan bingung.
"Istri gue udah meninggal," ucapnya pelan. Tapi, ketiga orang itu tetap bisa mendengar. Mereka pun dapat menangkap gurat kesedihan dari wajah tampan itu.
"Sorry, gue gak tahu." Dilan yang tadi berucap langsung menyesal.
"Gak masalah. Lebih baik kita mulai saja acaranya. Lagian gue cuman pengen minum-minum, gak lebih," jelas Liam.
.
Dua hari kemudian, seperti janjinya Liam pulang untuk menghadiri perayaan ulang tahun ke-lima Leon, anaknya. Dia membawa sebuah koper berukuran delapan belas inci dan sebuah kantong kertas yang berisikan hadiah untuk Leon. Narani dan Leon tersenyum sumringah melihat kedatangannya. Tak hanya mereka, Liam pun ikut tersenyum apalagi disaat Leon berlari menghampirinya dengan tangan terbuka lebar, kemudian Liam berjongkok untuk menerima pelukan dari putranya itu.
"Ayah datang!" teriak Leon bahagia. Dia memeluk senang sang ayah. Sementara Liam melepaskan kedua benda yang tadi sempat dibawa olehnya. Narani yang menyaksikan hal tersebut, meminta Yara, pengasuh Leon untuk mengambil koper dan juga kantong kertas itu. Kemudian, membawanya ke kamar pribadi milik Liam.
"Leon apa kabar sayang?" tanya Liam seraya mengusap kepala Leon. Dia pun mengangkat tubuh mungil itu dan membawanya masuk ke dalam rumah bak istana milik kedua orangtuanya.
"Baik Ayah. Tadi Leon makan buah naga," jawabnya semangat.
Hari itu, Liam datang di jam delapan pagi lewat. Ayahnya sudah berangkat bekerja dan akan pulang di sore hari. Sementara acara ulang tahun Leon akan dirayakan pada sore hari.
"Mama kangen banget sama kamu Liam," ucap Narani terharu. Wanita paruh baya itu sangat ingin memeluk putranya, namun, terhalang oleh keberadaan Leon di dalam gendongan Liam.
"Liam juga Ma. Papa apa kabar?"
"Baik dan masih sibuk bekerja akhir-akhir ini. Tapi, Papa mu sudah janji bakal pulang sore nanti."
Setelahnya mereka saling berbicara tentang kabar masing-masing serta bisnis yang tengah Liam jalani. Narani membawa Liam ke meja makan. Hari ini Narani meminta asisten rumah tangganya untuk memasak makanan kesukaan Liam dengan porsi yang cukup banyak. Narani amat senang menyambut kedatangan salah satu putranya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Liam's Next Love (END)
Chick-Lit[LENGKAP di Karya Karya] Lanjutan perjalanan cinta Mas Liam si Bucin 😘