02. Liam's Next Love

345 26 4
                                    

Memilih Pergi

.

Tubuh kekar tanpa baju itu dipenuhi keringat dingin. Dahinya berkerut dengan raut muka gusar. Percikan-percikan menyakitkan mengenai hatinya. Tak kuat dengan mimpi yang menghantui, Liam pun terbangun dengan dan terduduk cepat. Liam mengusap dahinya frustasi, entah mengapa dia melihat telapak tangannya yang ditempeli oleh keringatnya sendiri. 

Menghela napas gusar. Lagi-lagi Liam memimpikan kejadian itu. Kejadian yang membuatnya merasa menjadi suami yang gagal. Dia tak pandai merawat istrinya. Dia pun tak memahami keadaan istrinya dengan baik. Bodohnya Liam, tak menyadari kondisi istrinya yang memprihatinkan. Liam, selalu menyalahkan dirinya atas kepergian Lani.

Masih teringat jelas di otak Liam mengenai perkataan dokter setelah dilakukan pemeriksaan pada jasad istrinya. Liam makin tak tenang.

"Setelah kami memeriksa lebih lanjut, penyebab meninggalnya istri anda adalah karena otot pada rahimnya tidak berkontraksi, serta terdapat beberapa luka pada jalan lahir. Hal inilah yang menyebabkan pendarahan. Tampaknya istri anda juga kekurangan asupan nutrisi yang cukup."

"Apa Mama bilang Liam? Seharusnya kamu membawa istri mu tinggal untuk sementara di rumah Mama. Lihat kan sekarang! Kamu bahkan gak merawat istrimu dengan baik!" Narani berucap penuh emosi serta air mata pada sang putra. Dia amat kecewa. Beberapa kali Narani menyampaikan kekhawatirannya bahwa lebih baik Lani tinggal bersama di rumahnya saja, karena wanita pasca melahirkan membutuhkan banyak perhatian. 

Liam hanya dapat terdiam. Dalam benaknya juga menyalahkan atas keteledorannya sendiri. Dia memang bersalah disini. Siapapun pantas memakinya.

Ayah Liam berusaha menenangkan sang istri dengan memberikan pelukan hangat. "Sudah jangan menyalahkan Liam seperti itu Sayang! Jangan membuatnya merasa tertekan!" bisiknya. Ayah Liam juga merasakan kesedihan mendalam. Menantu satu-satunya harus pergi dengan amat mendadak. 

.

Liam memilih duduk di sebuah bangku yang berada di balkon kamar hotel yang dibuat khusus untuknya. Sorot matanya terpaku pada deburan ombak yang cukup tenang sore itu. Matahari yang akan tenggelam, dengan langit yang jingga serta udara sejuk, memberikan kenyamanan untuk lelaki itu.

Secangkir kopi susu dingin menemaninya. Dia meneguk minuman itu dengan bantuan sesapan. Hari ini, Liam cukup sibuk dari pagi hingga sore hari. Dia tak melakukan sarapan pagi, bahkan tak beristirahat meski kelaparan. Liam tak memiliki selera, dia hanya terfokus pada pekerjaannya. Beberapa kali asistennya memperingati, tetapi dia selalu menolak. 

Sepulang bekerja sekitar dua jam lalu, Liam baru melakukan makan siang yang amat terlambat, kemudian memilih tidur. Namun sayang, tidurnya malah memberikan mimpi buruk. Sekarang dia tengah berusaha menenangkan diri dengan menikmati pemandangan matahari terbenam. Dering ponsel memecahkan lamunannya. Segera Liam mengambil benda komunikasi itu, kemudian mengangkatnya.

"Halo Ma!" 

"Halo Liam! Apa kabar kamu Sayang?"  Narani menyapa lembut. Liam dapat merasakan nada bicara senang dari wanita yang telah menghadirkannya ke dunia ini.

"Baik Ma. Mama dan Papa apa kabar?"

"Syukurlah. Kami juga baik."

"Ada urusan apa Ma?" 

Terdengar helaan napas kecil dari seberang sana. Liam menunggu dengan sabar hingga Narani mulai bicara.

"Tiga hari lagi, Leon berulang tahun yang ke lima. Apa kamu gak berencana untuk pulang?"

Liam tentu selalu mengingat tanggal kelahiran putra satu-satunya. Dia bahkan telah menyiapkan hadiah untuk Leon.

"Aku pulang dua hari lagi Ma."

"Baguslah. Kamu mau bicara sama Leon?"

"Leon ada di samping Mama?"

"Iya. Sejak tadi dia dengar suara kamu." 

Terdengar suara grasak-grusuk. Liam hanya tersenyum mendengarnya.

"Ayah, masih ingat kado Leon kan?" Suara itu sangat cempreng khas anak kecil. Perasaan Liam perlahan menghangat. Mendengar suara Leon membuat sedikit lebih tenang. 

Liam masih ingat, empat tahun yang lalu dia memutuskan untuk pergi dan tinggal di Bali. Di rumahnya dulu bersama Lani membuatnya sering bermimpi buruk. Semua kejadian mengerikan tentang kepergian istrinya selalu membayangi setiap malam. Liam sempat depresi. Dengan terpaksa dia membuat keputusan untuk pergi. Menitipkan Leon untuk tumbuh bersama neneknya. Sesekali Liam akan pulang mengunjungi anaknya, lalu menghabiskan waktu berdua. Leon paling suka tidur di pelukan ayahnya.

Sebentar lagi Leon akan memasuki Taman Kanak-kanak. Sejak beberapa waktu lalu, Narani memaksakan Liam agar membawanya bersekolah di Bali. Narani beralasan bahwa sudah saatnya, Leon tumbuh bersama sang ayah. Lagipula, Leon memiliki pengasuh yang akan selalu menemani. Jadi, meski Liam bekerja, dia tak usah khawatir.

"Leon punya pengasuh yang mau ikut kalau-kalau Leon pindah ke Bali. Dia sudah merawat Leon sejak dua tahun lalu." Kira-kira perkataan seperti itulah yang disampaikan Narani padanya. Liam yang awalnya meragu pun menerima bujukan sang ibu.

"Iya nak. Ayah ingat. Dua hari lagi Ayah pulang. Kamu baik kan di sana?"

"Leon baik Ayah. Tapi, Leon rindu ayah."

"Ayah juga rindu Leon."

"Kata grandma, Leon ikut ayah ke Bali ya?

"Iya nak. Leon nanti sekolah di Bali ikut Ayah." Liam membalas lembut. Dia tengah membayangkan pipi gembul Leon yang terangkat ketika tersenyum.

"Tapi, Kak Yara  ikut kan Ayah?"

"Iya. Kak Yara ikut kalau itu yang Leon mau." Orang yang Leon sebutkan namanya itu merupakan nama pengasuhnya.  Liam tak pernah bertemu dengan perempuan bernama Yara itu. Sebenarnya Yara adalah pengasuh kedua bagi Leon, yang pertama bernama Zainab, tapi, perempuan itu berhenti bekerja karena harus ikut dengan suaminya pindah kota.

Perbincangan hangat terjadi dalam tiga puluh menit kemudian. Liam mendengarkan dengan sabar kata demi kata dari mulut Leon. Pun matahari sudah hampir terbenam sempurna. Liam memilih masuk ke dalam kamar dengan ponsel yang masih melekat di telinga. 

"Dah! Ayah sayang Leon!" 

Usai menyelesaikan komunikasi dengan Narani dan Leon. Liam memutuskan untuk membersihkan diri. Malam ini dia berencana menghadiri pesta melepas lajang salah satu teman sekolahnya dulu. Awalnya Liam menolak, tapi setelah mengalami mimpi buruk itu lagi, dia berpikir lebih baik mencari sedikit hiburan di luar.

 Awalnya Liam menolak, tapi setelah mengalami mimpi buruk itu lagi, dia berpikir lebih baik mencari sedikit hiburan di luar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cerita ini gak akan panjang ygy. Paling cmn 15-20an part.

Liam's Next Love (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang