"Yuqi?"
Yuqi yang tengah sibuk memandangi ponselnya lantas mendongak kala mendengar namanya disebut. Didapatinya pria berambut pirang dengan senyum merekah berjalan menghampiri bangku taman yang kini ia duduki.
"Kak Viktor?" Yuqi balas memanggil, sebuah senyum terbit setelahnya. "Kakak ngapain di sini?" ia bertanya ketika Viktor sampai di hadapannya.
"Aku di sini nemenin adikku jalan-jalan, sekarang dia lagi jajan jadi aku ditinggal sendiri deh," jawab Viktor terdengar agak cemberut, membuat Yuqi terkekeh.
"Yaudah kalo gitu sambil nunggu adik kakak selesai jajan, duduk aja dulu sini." Yuqi menepuk ruang kosong di sebelahnya.
Tentu saja Viktor tidak akan menolak, dengan cepat bokongnya mendarat pada ruang kosong di sebelah Yuqi. Senyum lebar terpatri ketika Viktor kemudian bertanya, "Kalo kamu di sini ngapain?"
"Sama sih, aku juga nemenin kakakku, dia ngajak aku jogging sore bareng," jawab Yuqi.
"Pantes kamu pake training sama sepatu lari." Viktor mengangguk-angguk, kemudian tersenyum jahil. "Tumben banget kamu mau olahraga?"
"Aku diseret ke sini tau, Kak! Kakakku literally narik aku bangun dari kasur padahal aku udah pewe banget nonton drama." Kali ini gantian Yuqi yang cemberut dengan bibir merengut lucu, membuat Viktor otomatis tertawa gemas melihatnya.
"Pantes aja kamu bisa ada di taman sore-sore buat jogging, ternyata karena diseret paksa."
Perkataan Viktor membuat bibir Yuqi makin merengut. "Iya kan! Mana mungkin aku dengan sukarela mau ngorbanin waktu santaiku buat olahraga."
Viktor lantas tertawa lagi, kali ini karena geli. Memang benar, kata Yuqi dan kata olahraga tidak seharusnya ditempatkan pada satu kalimat karena lelaki manis itu benar-benar tidak menyukai olahraga.
"Terus kakak kamu mana?" tanya Viktor setelahnya.
"Kakakku masih jogging, masih semangat banget padahal udah sekitar lima kali dia muterin taman ini."
"Kamu aja kali yang mageran."
"Dih! Taman ini aja luas banget, dua puteran aja harusnya udah cukup!"
Mereka bertatapan sebentar, dengan Yuqi yang memasang wajah kesal dan Viktor yang terkekeh. Tangan Viktor kemudian mendarat di pucuk kepala Yuqi, menepuk-nepuknya pelan sembari berkata, "Utututu kasian banget yang dipaksa jogging sore-sore begini."
Mendapat perlakuan seperti itu membuat kedua pipi Yuqi otomatis dipenuhi semburat merah menggemaskan.
"Apasih kak?!" kata Yuqi galak.
Baru saja Viktor ingin membuka mulut, suara lain datang menginterupsi percakapan mereka.
"Viktor?"
Viktor dan Yuqi lantas menoleh. Keduanya langsung disuguhi pemandangan Tienchen, Kakak Yuqi, memandang tajam kontak antara tangan Viktor dan pucuk kepala adiknya dengan tangan bersidekap di dada serta ekspresi yang tidak bersahabat. Kalau ini kartun, mungkin akan ada awan hitam berbalut petir tengah menaungi kepala Tienchen saat ini.
Tangan Viktor yang sebelumnya berada di pucuk kepala Yuqi langsung turun, kembali ke atas pahanya sendiri. Suasana menyenangkan yang sebelumnya terjadi pun menghilang begitu saja digantikan hening yang menegangkan.
"Kenapa lo bisa di sini?" Nada suara Tienchen sangat tidak ramah.
"Kak Viktor lagi nemenin adiknya jalan-jalan, kebetulan ketemu aku duduk di sini. Adiknya lagi jajan makanya Kak Viktor sendirian." Yuqi langsung menyela untuk menjelaskan situasi.
"Harus sampe elus-elus kepala banget?"
"Ya emang kenapa sih, Kak?!" Lagi-lagi Yuqi menyela, membuat Tienchen berdecak sebal.
"Yuqi diem, kakak gak nanya kamu."
"Kakak kenapa sih sewot banget sama Kak Viktor?!"
Kali ini Tienchen menatap Yuqi tepat di mata, nada suaranya sedikit lebih lembut. "Kakak cuma gak mau kamu kenapa-napa."
"Tapi Kak Viktor bukan orang jahat, Kak! Kakak gak perlu—"
"Abaaanggg!"
Teriakan tersebut menarik atensi ketiga manusia yang tengah dirundung ketegangan. Melihat tiga orang menatapnya dengan tatapan tajam membuat senyum lelaki yang tadi berteriak mendadak turun.
"Eh ada Yuqi?" Senyumnya kembali mengembang saat menyadari siapa seseorang di sebelah kakaknya.
Yuqi segera tersadar lalu menyapa lelaki tersebut. "Halo, Anders." Lambaian pelan dengan senyum manis pun ditambahkan.
"Halo juga, kok lo bisa ada di sini?" Anders bertanya.
"Oh, itu, aku nemenin kakakku jogging terus gak sengaja ketemu Kak Viktor. Btw, kenalin ini kakakku, Tienchen." Yuqi menunjuk lelaki tinggi di hadapannya.
"Halo, Kak." Anders tersenyum kikuk sembari mengangguk ke arah Tienchen.
Tienchen balas tersenyum, ekspresi dinginnya sudah berganti menjadi wajah ramah nan hangat. Dengan tangan terulur ia mengajak bersalaman. "Halo juga, Anders."
Anders yang awalnya sekedar menyapa sebagai bentuk kesopanan jadi cukup terkejut dengan perubahan ekspresi kakak dari kekasih abangnya ini. Sehingga, mau tidak mau, uluran tangan itu pun disambutnya.
Melihat apa yang telah diperbuat kakaknya, Yuqi hanya bisa memutar bola mata. "Anders ini adiknya Kak Viktor, Kak." Yuqi menjelaskan.
Tienchen hanya mengangguk-angguk mengerti. Pandangannya kemudian naik, memberanikan diri untuk menatap Anders tepat di mata. Ia terdiam cukup lama, lantas menyadari bahwa netra abu-abu cerah milik Anders ternyata begitu indah.
Deheman keras memotong segala pikiran Tienchen mengenai keindahan kedua mata Anders. Nampak Viktor kini menatapnya dengan tatapan tidak suka sembari sesekali memandangi tangan Tienchen dan Anders yang masih bertaut.
Menyadari apa yang Viktor maksud, Tienchen langsung melepaskan tautan tangannya dengan tangan Anders. Ekspresi ramah penuh senyum yang tadi ditampakkannya pun seketika menghilang, berganti jadi wajah datar agak jengkel seolah mengatakan 'Nih udah gue lepas tangan adek kesayangan lo, posesif banget sih!'Menerima tatapan seperti itu, jelas raut Viktor berubah makin masam. Tatapan sengit dilayangkan tepat pada wajah jengkel Tienchen, 'Ngaca! Lo juga posesif!'
Yuqi memutar bola matanya lagi, nampak begitu bosan dengan pertikaian yang selalu dilakukan kekasih dan kakaknya ini ketika mereka bertemu. "Udah, udah, kenapa sih–"
"Ayo, dek. Kita pulang!" Tienchen tiba-tiba memegang pergelangan tangan Yuqi, buru-buru menyuruh adiknya berdiri. "Jauh-jauh lo dari adik gue!" hardiknya, lalu berbalik sembari merangkul bahu Yuqi, membawa—menyeret—adiknya pulang bersamanya.
Tak mau kalah, Viktor juga meneriakkan hal serupa. "Lo juga awas aja kalo sampe deket-deket adik gue!"
Mendengar perkataan kakaknya, Anders tidak bisa menahan untuk tidak melempar tatapan aneh pada Viktor. "Abang sehat?" tangannya kemudian bertengger di dahi Viktor, memeriksa suhu tubuh abangnya kalau-kalau ia demam.
"Lo jangan mau dideketin Tienchen," kata Viktor memperingatkan.
Anders pun mengerutkan kening. "Lah kenapa emangnya?"
"Ya pokoknya jangan mau aja."
"Lah ngatur."
Viktor akhirnya harus bermurah hati untuk memberikan adik tersayangnya pitingan di leher.
t b c
a/n:
Pocecip bro is everywhere~~
KAMU SEDANG MEMBACA
Dearest || Lokal
Fanfiction(n.) yang tersayang; kesayangan === Kumpulan oneshoot, drabble, dan ficlet Marvin, Fajri beserta badminton couple lainnya warn; bxb, m-preg, and myb some mature content! If you're homophobic, don't read this story. © dyuwlr, 2019