19. Sesi Curhat

682 80 5
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.

Sehari sebelumnya, Gyani tidak menghadiri pertandingan basket dan memilih untuk pulang ke kosan yang tentu saja diantar oleh kadiv. Iya, hari di mana tangannya digenggam oleh Marvin, di saat itu pula ia merasa tak enak badan. Aneh, dia tak pernah seperti sebelumnya.

"Itu mah lo-nya aja yang genit. Terlalu nge-fly dipegang cowok," acap Gani yang saat ini sedang berkunjung ke kosan sang saudara kembar, duduk melantai memegang gitar seraya menyandar pada tepi tempat tidur.

Kedatangan Gani pagi ini memang sangat mendadak. Pemuda dengan tinggi 170-an sentimeter itu mengaku hanya ingin bolos ngampus. Dia begitu bahagia ketika mendengar suara Gyani di telepon yang katanya ingin curhat tentang Marvin semalam. Tanpa perlu berpikir panjang, Gani pun berangkat pagi hari untuk menemui sang adik yang juga diketahui mengambil jatah bolos hari ini.

Semula Gyani ingin meminta tolong untuk titip absen pada Nanda. Akan tetapi, ia mengurungkan niat ketika menyadari bahwa jatah absennya masih banyak. Bagi Gyani, tak apalah menggunakan satu hari ini untuk istirahat dan berbagi cerita dengan kembarannya tersebut.

"Efek kelamaan jomblo kali ya gue? Masa dipegang gitu aja gue panas dingin," ucap Gyani di atas tempat tidur dengan posisi telungkup dan dua kakinya ditekuk sehingga nampak beradu di udara.

Mendengar perkataan Gyani, cowok itu langsung terbahak-bahak membuat perempuan itu memutar mata malas.

"Masih syukur panas dingin doang, bukan tetanus atau rabies."

Celetukan Gani itu langsung dibalas dengan toyoran di belakang kepala oleh sang gadis, membuat laki-laki tersebut kembali mengembangkan senyum sambil sesekali memainkan senar gitar.

"Lo pikir Kak Marvin anjing gila!" tukas Gyani, sedikit tak terima dengan pernyataan si cowok berhidung mancung itu.

"Lah kan emang iya. Gue ingat lo pernah cerita kalo lo dibentak di tengah-tengah lapangan, berakhir lo nelpon gue dan nangis sekencang-kencangnya. Lo lupa waktu itu lo manggil dia dengan sebutan anjing gila, babi gila, tikus gila, hiu gila, dan semacamnya?"

Gyani terdiam sebentar, lalu mendengkus kuat-kuat hingga belakang leher Gani dapat merasakan hembusannya.

"Yang jadi masalah buat lo, apa?" tanya Gani, "kalo denger cerita lo selama ini, Marvin kayaknya tipe red flag ya-"

"Nggak," Gyani menggeleng cepat, "Kak Marvin bukan laki-laki kayak gitu. Dia cowok yang baik banget, beneran."

"Trus?"

Kali ini Gyani membalikkan tubuh hingga ia dapat mengamati langit-langit kamar dengan kedua tangan ditumpuk di atas perut, sedangkan mulutnya telah mengeluarkan napas kuat-kuat. Capek banget kelihatannya.

"Dia itu ... masih sering berhubungan sama mantannya, mana kita satu kepanitiaan gitu deh. Trus gue juga udah bilang ke anak-anak kalo gue nggak ada perasaan sama dia, begitu juga sebaliknya."

DIVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang