34. Janji Malam Itu

446 56 16
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.

Hari-hari Marvin semakin dekat dengan Gyani, sudah tidak dapat dipisahkan lagi kata anak-anak Logstran. Belum lagi kedekatan mereka sudah menjangkau seluruh bagian NFD, sampai-sampai Alfian mengingatkan Marvin untuk selalu fokus ke kepanitiaan padahal Marvin tidak abai terhadap apapun.

Malam kembali menyapa membuat Gyani dan Marvin berjalan beriringan menuju parkiran setelah seluruh panitia meninggalkan gymnasium. Waktu telah menunjukkan pukul sebelas malam dan jujur sebenarnya ingin cepat-cepat sampai di kosan.

Namun entah mengapa, Gyani juga masih ingin seperti ini. Ngobrol tanpa henti sementara kedua tangan mereka saling bertautan erat.

"Kak, nanti panitia dapat sertif atau plakat nggak kalo NFD kelar?" tanya Gyani antusias pada Marvin yang kini sedang berdiri di depannya sambil merapikan rambut dan mulai memasangkan helm pada perempuan berpipi gempal itu.

"Hemmm, dapat nggak ya?" ucap Marvin lembut.

Lah, malah balik nanya.

"Harus dapat dong! Bukti kerja siang-malam itu."

"Kek kerja beneran aja." Marvin tersenyum jail membuat Gyani membelalak tak terima.

"Kemarin waktu lo full rapat sama BPH, gue seharian jadi koordinator ya, Bapak Marvin Terhomat. Trus panitia juga banyak maunya, minta ini itu. Ya kan tugas gue cuma koordinasi sama Divisi Konsumsi. Kok tiba-tiba gue jadi Kadiv gitu?" Gyani menggerutu dengan tangan bergerak aktif, begitu ekspresif dan dramatis.

"Trus ya Kak gue dibilangin gini sama anak Acara, 'Anjing lah, lo kan Panitia Logstran, masa tempat-tempat alat lo nggak tau sih? Jangan-jangan lo sering bolos dari kepanitiaan ya?' padahal nih ya itu alat-alat ada di Januar sama Jawad. Sebel bangetttt, emang mereka bakalan maku apa sih? Paling juga ujung-ujungnya juga nyuruh Logstran!"

Benar, Gyani yang tadinya tidak ingin mengingat kejadian kemarin tiba-tiba saja mengeluarkan seluruh unek-uneknya pada Marvin. Biarlah, biar hatinya puas apalagi setelah menjauh dari Nanda, dia tidak memiliki teman curhat lagi. Bersyukur karena Marvin mau mendengarnya hari ini.

Marvin lalu bergerak menjepit hidung Gyani dengan jari telunjuk dan jari tengah yang ditekuk membuat Gyani meringis kecil. "Dih, sakit tau!"

"Abisnya gemes banget," acap Marvin dengan cengiran kecil, "yaudah, nanti gue negur anak-anak Acara. Gue bilangin, 'Siapa yang kemarin ngomong kasar ke cewek gue, maju lo!' Gitu."

Tolong tebalkan kata 'CEWEK GUE'. Iya, Gyani tidak salah dengar ketika Marvin menyebut seperti itu dengan lantangnya.

Untung saja sekarang sudah malam dan parkiran hanya diterangi lampu jalan warna kuning remang-remang, jadi muka merah Gyani tidak akan keliatan meskipun rona malu-malu pasti tetap menguar di balik helm besar bak helm astronot ini.

"Naik yuk!" ajak Marvin seraya duduk di motor, bersiap untuk meninggalkan parkiran gymnasium.

Sayangnya, Gyani hanya berdiri di tempatnya sambil melipat kedua tangan di dada. Tidak merespons perkataan sang kadiv sama sekali.

DIVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang