30. Mengejar Angin

393 70 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.

"Gyani!" teriakan nyaring Hisyam dari ujung koridor pagi itu membuat Gyani yang baru saja akan masuk kelas pun menghentikan langkah, berbalik badan menghadap laki-laki yang dadanya kembang kempis setelah naik ke lantai 3 gedung Biologi menggunakan tangga.

Maklum, lift sudah penuh dengan dosen-dosen, alat peraga praktikum, para laboran, dan senior yang nggak mau kalah sama sekali dengan para juniornya. Mungkin ini menjadi alasan Hisyam harus menggunakan tangga. Tidak apa-apa, hitung-hitung olahraga pagi.

"Kenapa, Syam?"

"Ada gila-gilanya juga lo," ucap Hisyam sambil mengatur napas dan menyerahkan sebuah kertas, "masa lo nggak ngeh sih sama masa peminjaman gym buat acara NFD?"

"Lah, maksudnya gimana?" Gyani mengerutkan kening sembari mencermati surat dari Hisyam.

"Lo baca deh! Lo sama Kak Marvin tanda tangan di pernyataan yang tertulis berakhirnya masa peminjaman gym tuh besok. Padahal kita masih punya beberapa hari lagi buat pertandingan sama closing di sana."

Gyani menggeleng dan meringis kecil. "Ihhh gue beneran nggak ngeh kalo ini cuma sampe besok. Astagaaa, salah tanggal. Gimana dong?"

Hisyam lantas membuka ransel dan mengeluarkan sebuah kertas. "Ini surat baru yang dikebut sama anak Humas tadi subuh. Gue minta tanda tangan lo sama Kak Marvin sebagai perwakilan."

"Lo ajalah sama Kak Marvin—"

"Nggak bisa, Gy. Di surat sebelumnya kan yang tanda tangan itu elo sama Kak Marvin, jadi yang baru juga harus kalian berdua. Nggak mau tau gue ya, ini kalo bisa kelar hari ini. Paling lambat besok deh soalnya udah harus gue serahin ke pihak gymnya."

"Harus banget besok?"

"Harus, Gy! Harus pake banget. PDD udah mau mulai masukin barang buat dekor closing. Ini perlengkapan mereka tertahan di Sekre karena belum ada izin. Kasian tau, mana printilan mereka udah ngerjain berhari-hari."

Gyani lantas mengangguk kecil. "Oke deh. Nanti gue tanyain Kak Marvin. Gue usahain secepatnya."

"Oke, kalo gitu gue duluan ya. Bye," ujar Hisyam seraya berbalik badan dan meninggalkan Gyani.

Perempuan itu berjalan lambat menuju kelas sambil kembali merutuki diri sendiri karena terlalu bodoh, tidak membaca surat itu dengan baik sebelum membubuhkan tanda tangan. Nggak, sebenarnya dia dan Marvin sama-sama kurang teliti.

Baru saja Gyani menaruh tas di kursi, ponselnya tiba-tiba bergetar dan menampilkan nama Wita.

"Ya, kenapa, Ta?" tanya Gyani.

"Kak, lo hari ini ada kelas, nggak? Di mana?"

"Di Bio lantai 3, tapi selesai di sini gue langsung ke lantai dasar lagi. Kelas kedua gue di sana. Emangnya kenapa?"

DIVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang