10. Penyesalan?

1.3K 44 10
                                    

Selamat membaca~

●□●□●

2 minggu terlewati…

Seorang gadis tersenyum lebar dan menatap cermin di depannya. “Cie yang calon kandidat ranking 1," goda Icha membuat gadis yang bernama Dianna itu tersenyum malu. “Aminin aja, iya kan?” Mereka berdua pun tertawa setelah itu.

Semenjak Dianna pergi dari rumah, ia memilih tinggal bersama Icha. Beruntung kalau keluarga Icha menerima Dianna dengan baik. Seminggu sebelumnya, berulang kali ia mendapatkan banyak telpon dari kakaknya, bahkan mamanya juga.

Dianna hanya bisa menghela nafas panjang. Semua sudah terlewati, ia juga mulai terbiasa dengan semua ini. Dan bukankah keluarganya sendiri yang mengusirnya? Tanpa ia sadari satu tetes air maaf turun dari matanya, dan hal itu membuatnya terkejut, dengan cepat ia mengusap itu.

Satu minggu lalu di kediaman Fahri dan keluarga…

Arkan turun dari kamarnya setelah dipanggil mamanya untuk makan. Begitu juga dengan papanya yang sudah duduk di meja makan.

“Diannaa! Ayo mak-“ Ucapan Marinna terhenti saat dia sadar… bahwa Dianna sudah tidak ada di sini. Fahri yang baru ingin makan sesuap, langsung merasa tidak selera. Ia menaruh kembali sendoknya dan bangkit dari kursinya.

“Kenapa, ma? pa?” sahutan Arkan membuat Marinna dan Fahri diam.

"Apa harus… kalian ngerasa kehilangan dulu baru sadar?” Arkan masih tidak menyangka dengan sikap orang tuanya yang seolah-olah tidak terjadi apa-apa selama ini. Arkan bangkit dari duduknya, sehingga menimbulkan suara dari kursi yang dia duduki.

“Kalian hanya mengucapkan sesuatu yang bahkan belum kalian liat kebenarannya. Kalian hanya menyimpulkan hal yang bahkan juga belum tentu, itu adalah kenyataannya. Apa perlu? Kalian menunggu Dianna pergi beberapa tahun… atau mungkin… nggak akan pernah kembali?”

“Arkan!” potong cepat Marinna saat Arkan mengatakan hal yang tidak masuk akal. Arkan menatap sendu ke mamanya.

“Kenapa, ma? Bener kan? Kalian harus merasakan dulu baru menyesal. Itulah sifat yang ada di diri kalian!” Saat itu juga Arkan pergi meninggalkan kedua orang tuanya yang masih terdiam. Bahkan, Marinna tidak bisa menahan air matanya…


~●~

Sebentar lagi Dianna… kamu bisa menunjukkannya. Kamu pasti bisa, ujar Dianna dalam hati. Di saat ingin keluar, Mama Icha memberikan sebuah surat. Dianna mengerutkan dahinya bingung, tetapi Mama Icha hanya tersenyum dan pergi setelah itu. Dianna pun kembali duduk di ujung ranjang dan membaca surat itu.

"Sayang… mama sama papa salah, maafin kita ya? Mama sama papa sudah salah besar mengatakan semua itu ke kamu, mama… sangat salah. Maafin, mama. Mama sayang sama kamu nak. Papa juga sayang banget sama kamu. Kita sadar bahwa kita salah.

Seharusnya dari dulu kita tau kalau kamu memang anak yang pintar dan hebat. Tidak ada satupun rekayasa dari rapot kamu, kamu anak yang pintar sayang. Papa dan mama mengira bahwa dulu nilaimu direkayasa, tetapi ternyata itu asli, langsung dari usaha kamu nak…

Maafkan mama dan papa, pulang ya nak? Mama dan papa kangen sama kamu. Kamu pasti sehat-sehat kan di sana? Jangan lupa ya kalau mama dan papa selalu ada di sisi kamu. Dan juga selamat di hari kelulusan kamu ya nak, mama dan papa akan janji untuk datang ke lulusan kamu di sekolah nanti, love you nak."

- Dari mama dan papa kamu yang sayang sama kamu. -

Semenjak kepergian Dianna, selama seminggu itu, Fahri sama sekali tidak meminta guru-guru di sekolah untuk memberikan apapun yang berhubungan dengan anaknya, Dianna. Sampai akhirnya, ada satu guru baru yang sama sekali tidak mengetahui peraturan yang diberikan langsung oleh Kepala Sekolah.

“Permisi, pak.” Fahri mengangguk mempersilakan. “Ini data-data siswa, dan juga ini data anak bapak Dianna.” Fahri langsung mengerutkan dahinya. Ia juga menatap tajam guru baru itu.

“A-ada apa ya, pak?” tanya gugup guru baru tersebut.

“Anda lupa dengan ketentuan di sekolah ini?” Guru baru tersebut menggeleng pelan. Fahri menghela napas kasar, ia sedang tidak ada mood untuk membahas anaknya itu.

“Eum, tapi lebih baik bapak lihat dahulu dokumennya,” ujar guru itu pelan.

Karena penasaran dengan kondisi anaknya yang sampai sekarang belum pernah ia lihat, ia pun membuka dokumen hasil nilai anaknya. Awalnya Fahri terkejut, tetapi ia hanya mengangguk karena ia mengira bahwa itu adalah nilai yang diubah guru-guru menjadi di atas KKM.

“Bagus, anda sudah memperbaiki nilainya dengan baik. Tapi, itu sudah terlambat.”

Guru baru tersebut bingung. “Iya, pak? Mem..perbaiki?” tanya ulang guru baru tersebut diangguki oleh Fahri.

“T-tapi… ini semua saya koreksi langsung tanpa ada yang saya perbaiki, pak.” Fahri yang mendengarkan itu mengerutkan dahinya bingung.

“Maksud kamu? Bukankah sudah saya bilang? Ketentuan di sini memang seperti itu, setiap nilai anak saya ada yang di bawah KKM, saya menyuruh kalian semua untuk mengubahnya,” penjelasan Fahri tersebut malah membuat guru baru terdiam bingung.

“Tapi, pak. Saya sama sekali tidak mengubahnya. Ini murni dari kerjaan Dianna langsung. Hampir semua nilainya ada di atas KKM, bahkan semuanya itu... nilai yang sempurna.” Fahri terkejut. Karena ia ragu dengan guru baru tersebut, ia memanggil wakil kelas Dianna.

“Jelaskan.” Ucapan Fahri penuh dengan penekanan saat wali kelas Dianna datang.

Akhirnya wali kelas Dianna pun menjelaskan semua nilai Dianna, termasuk kejadian di saat Dianna di hari terakhir latihan ujian. Fahri terkejut… sangat terkejut. Jadi, selama ini… ia salah kepada Dianna…?

Dianna dengan cepat membekap mulutnya agar tidak terdengar isak tangisannya. Ia tak boleh menangis, apalagi di hari kelulusannya. Selama ini ia sudah berusaha semampunya untuk bisa mencapai ini semua, dan ia berhasil, hampir berhasil. Ia menjadi juara 1 dikelasnya, ia mendapatkan nilai yang paling tinggi.

Dianna keluar dari kamar Icha, berusaha terlihat baik-baik saja. Untung Icha tidak mencurigainya. Mereka pun berangkat ke sekolah mereka. Sesampainya di sana, semua orang terlihat bahagia. Karena di hari kelulusan mereka ini, mereka tidak sendiri.

Ada teman-teman mereka, ada juga orang tua mereka. Senyuman Dianna perlahan luntur, ia sadar bahwa ia sendirian di sini. Penyesalan… apa penyesalan untuk meninggalkan keluarganya dulu itu datang kepadanya sekarang?

~●~

"Apa harus kalian merasakan kehilangan dulu baru sadar?"
~ Arkan, kakak Dianna ~

TERLAMBAT [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang