Sisi Lainnya

2.2K 207 19
                                    

16 TAHUN LALU

"Kenapa harus aku?"

"Haechan, tolonglah mengerti, keluarga kita sedang berada di ambang kesulitan. Tidak bisakah kamu membantu keluargamu sendiri? Kenapa kamu begitu egois?"

Pemuda manis itu terdiam. Terkekeh pelan sambil menunduk dalam.

"Sejak kapan aku tidak mengerti? Apa dengan aku mencapai prestasi, dengan segala pencapaian yang aku dapat, itu membuat kalian melirikku? Membuat kalian menganggap ku? Tidak kan? Bahkan, sepertinya jika suatu saat, kalian akan menjual ku demi harta!"

"JAGA UCAPANMU LEE HAECHAN!"

"Tutup mulutmu, Lee Jhonny! Bahkan, kau sebagai kepala keluarga, tidak berguna!"

Plak

Haechan memegangi pipinya yang terasa panas.

"Bawa dia ke kamarnya. Kurung dia, sampai pernikahan nya dengan keluarga Lee Jeno tiba."

Pria-pria berbadan besar dengan setelan serba hitam itu membawa Haechan tanpa perasaan. Seperti algojo yang menyeret seorang yang akan di edsekusi.

Sementara itu, kini Haechan berdiam di kamarnya. Ia menatap nanar jendela yang menampilkan langit malam yang tenang, yang polos dengan rembulan seorang.

"Renjunie... Maafkan aku."

Saat itu, pernikahan Lee Jeno dan Lee Haechan dilaksanakan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Saat itu, pernikahan Lee Jeno dan Lee Haechan dilaksanakan. Banyak tamu undangan, namun tak menyorot hingga media. Itu permintaan kedua belah pihak.

Haechan berdiri di altar dengan Jeno. Kini ia telah resmi menjadi seorang istri dari Lee Jeno, kekasih sahabatnya yang mencampakkan sahabatnya itu.

Chu

Bilah bibir mereka bertemu. Haechan terdiam dalam tangisnya.

'Aku jahat ren, tapi... Aku lebih dulu mencintai Jeno sebelum kamu, aku lebih dulu mengenalnya sebelum kamu. Dan kini, ia menjadi milikku. Bukan milikmu, lagi.'

Haechan membalas lumatan yang diberikan Jeno. Tangannya meremas jas depan yang dikenakan Jeno.

Ciuman mereka terlepas. Riuh sorak, tepuk tangan menggema di gereja itu.

"Aku sudah lama menunggu ini, chanie... Aku mencintaimu."

Renjun memijat pelipisnya, ini sudah desain ke-4 yang ia buat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Renjun memijat pelipisnya, ini sudah desain ke-4 yang ia buat. Waktu makan siang sudah terlewat dari 2 jam yang lalu. Tapi, Renjun masih saja sibuk dengan buku-buku juga iMac nya yang menampilkan hasil gambaran tangan juga hasil gambaran digitalnya.

"Sampai kapan kau akan terfokus pada pekerjaan membosankan ini, ren?"

Renjun menoleh, menatap pintu ruangannya yang terbuka, menampilkan seorang pria manis yang kini melangkah dengan sebuah tote bag yang ia tenteng di tangan kanannya.

"Kenapa? Apa tidak terke- Ughh!"

"Aku sangat merindukanmu... Hiks"

"Ya! Kau jangan menangis, aku kesini untuk memberimu kejutan agar kau senang, bukan membuatmu menangis! Berhenti menangis bodoh!"

Pelukan itu semakin erat.

"Aku merindukanmu,  Yangyangie..."

"Aku juga, Renjunah"

Mereka mengeratkan pelukannya. Yangyang merasakan bahu Renjun yang bergetar, ia juga merasakan bahunya yang membasah.

"Lelah? Kenapa tidak pernah mengabariku?"

Renjun tak menjawab.

"Sesakit itu?" Yangyang melonggarkan pelukannya, "ikut aku pergi ke club' malam ini. Aku merayakan ulang tahun Kun Hyung disana. Ayok!"

Renjun menatap yangyang dengan wajah sembabnya.

Yangyang memekik gemas. Bagaimana tidak? Renjun seperti anak kucing saat ini.

Tangan yangyang mengelap sisa jejak air mata Renjun.

"Ayo, sekarang makan siang bersamaku. Lalu kita bersenang-senang malam ini!" Pekik yangyang.

Renjun tersenyum merekah, "let's go!"

Kedua sahabat itu kini berjalan beriringan dengan sesekali melompat kecil, terlihat seperti remaja yang sedang senang.

"Aku senang, tuan Renjun sudah kembali ceria."

"Mommy mau kemana? Aku juga mau ikut!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mommy mau kemana? Aku juga mau ikut!"

Sejak tadi Jisung terus merengek, sambil mengintili sang ibunda yang sibuk meris diri. Jika seperti ini, ibunya itu terlihat seumuran, bahkan lebih muda darinya. Entah Jisung yang boros, atau Renjun yang awet muda.

"Anak kecil tidak boleh ikut." Balas Renjun.

"Mommy~"

Renjun berbalik menatap sang anak yang kini memeluk perutnya sambil menengadah menatap wajahnya. Tangan renjun mengelus rambut kebiruan milik sang anak.

"Mommy ingin bersenang-senang sayang, boleh yah? Mommy janji akan pulang sebelum matahari terbit."

Jisung melepaskan pelukannya, menghela nafas lemas. "Baiklah, tapi belikan Jisung bungeopang ya, bolehkan?"

Renjun terkekeh, "siap tuan muda." Membungkuk seperti seorang pangeran.

Jisung berdiri dengan sedakep dada, "baiklah lady Huang. Saya mengizinkan anda pergi malam ini. Jika terlambat pulang, maka anda akan mendapat hukuman! Ingat itu!" Ucapnya sembari memberi gestur memperingati.

Renjun mengangguk.

Chu

Jisung mengecup pipi Renjun sayang.

"Saranghae"

"Nado"

Musik menjadi pengantar diantara banyaknya manusia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Musik menjadi pengantar diantara banyaknya manusia. Mereka meliukkan tubuhnya mengikuti alunan musik, tak terkecuali Renjun, juga yangyang yang kini sudah larut dalam pesta 'ulang tahun'.

Sementara itu, disisi lain. Jeno menatap Renjun dengan segelas wine ditangannya.

"Kau akan berlutut di hadapan ku."

My Mom Doesn't Need DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang