.
.
.
.
.
--××°°××--
.
Note: sedia kipas karena panas. Sedia gunting buat ikutan.... (Sensor)
Funfact: aku dengerin killing voice-nya exo selama nulis ini. Wkwkwk. Maaf nggak penting.
.
Jangan lupa becanda gaes, eh vote ding 🤭👍Begini 👉⭐
Sudah?!
Makasih 🤩🥰
.
Kehidupan seperti sebuah area pertarungan. Menyerang, diserang. Memakan atau dimakan. Bahkan yang menangis sekarang, belum tentu kalah dan bisa membalik keadaan.
Satu kali ampunan bisa membunuh, satu kali kasih sayang bisa meracuni. Jika satu sentuhan bisa menimbul adiksi. Dan afeksi yang lekat ini, akan menenggelamkanmu sampai mati.
Seperti sebuah kapal besar yang menabrak gunung es. Perlahan koyak, terhempas, tenggelam dan hancur.
Seharusnya Naruto tidak begitu mudah percaya bahwa dirinya mampu mengelabui mata-mata sang ayah. Karena keesokan harinya, ketenangan yang susah payah ia jaga selama dua minggu terakhir menjadi lebur seperti kartu domino yang dijatuhkan.
Shikamaru memberinya senyuman penuh arti. Seolah dia memasang banyak kamera pengawas di kamarnya.
"Hentikanlah," suara lelaki berjuluk Kancil karena kecerdasannya itu begitu tenang.
Naruto gusar, ia kenal siapa kawan baiknya. "Tidak." Naruto berbicara dengan wajah kaku.
"Dia bukan mainanmu, Naruto. Hinata terlalu berharga." Naruto tertawa sumbang, dalam kotak elevator yang hanya berisi mereka berdua pria itu menggeram, "mainan? Kau tidak akan tahu bahwa aku mendambanya. Rasanya setiap selku waspada. Aku overdosis. Dan menjauhkan aku hanya akan memicu kegilaanku."
KAMU SEDANG MEMBACA
ME ETHERNA [M] ✔️
FanfictionSeperti mawar yang berduri. Kecantikanmu melukai. Semakin memukau, semakin menyakitkan. Karena sesuatu yang tidak bisa kusentuh dan kumiliki, tidak seharusnya menjadi indah. ... Ah, Naruto sejenak lupa alasan mengapa ia membenci adik tirinya ini. Ba...