O8 ; untitled.

1.1K 148 12
                                    

⚠️ trigger warning, physical abuse, obsessed.

****

Jihoon melangkahkan kakinya di atas dinginnya lantai marmer itu. Raut wajahnya sangat jelas memancarkan aura kelelahan. Pukul satu pagi dini hari ia baru saja pulang setelah memastikan Hyunsuk aman di apartemennya.

Lampu-lampu di rumahnya sudah dimatikan sehingga ia hanya menggunakan penerangan dari cahaya ponselnya saja. Jihoon yang terfokus pada ponselnya terkejut bukan main kala sebuah suara sukses mengagetkannya.

"Darimana saja, kenapa baru pulang, Jihoon?" Nada bicara nyonya Park terdengar ketus di telinga pria tiga puluhan itu.

Alis Jihoon menukik seolah tidak suka dengan ucapan sang ibu. "Oh ayolah, Bu. Tidak perlu mencampuri urusanku lagi. Aku sudah dewasa." Ujarnya.

Mendengar itu, nyonya Park langsung menatap anaknya itu dengan tatapan tidak suka karena telah membantahnya. "Aku ibu mu, Jihoon."

Jihoon menghela nafasnya kasar. Ia telah melewati hari yang melelahkan dan tidak ingin menghabiskan waktunya untuk bertengkar dengan sang ibu karena hal konyol seperti ini. "Aku tahu, Bu."

Lagi-lagi nyonya Park mendengus saat mendengar ucapan sang putra. Wanita paruh baya itu agaknya tidak suka dengan tingkah laku putra nya kali ini.

"Jangan mencoba untuk menghindari ibu, Jihoon. Ini sudah kali kedua kau mengabaikan jamuan makan malam dengan keluarga George."

Pria kelahiran Maret itu berdecak sebal, ia sungguh muak dengan perkataan sang ibu yang terus mengungkit hal tidak penting menurutnya. Sang ibu yang terus saja mendesaknya untuk segera menikah dengan putri tunggal keluarga George dari Inggris. Padahal sudah jelas ia menolak mentah-mentah, tetapi ibunya bahkan sudah menjadwalkan pertemuan mereka tanpa sepengetahuan Jihoon.

"Alissa bahkan menunggu mu sampai larut malam. Apa kau tak kasihan padanya?" Lanjutnya.

"Perduli setan dengan pertemuan pertemuan memuakkan itu. Aku tidak peduli!" Jihoon berteriak kesetanan saat amarahnya meledak saat itu juga.

"Jika ibu ingin, ibu temui saja mereka sendirian. Sudah cukup hidupku kau setir. Aku bukan anak kecil lagi." Lanjutnya dengan nada yang sama, kemudian Jihoon berlalu meninggalkan wanita yang sudah melahirkan itu.

Seperti api yang disiram bensin, amarah nyonya Park ikut membara saat mendengar penuturan sang putra. Perempuan paruh baya itu berjalan mengikuti Jihoon yang berjalan menuju ke arah kamarnya berada.

"Jihoon, Park Jihoon!" Panggilnya seraya mengikuti langkah lebar Jihoon.

"Park Jihoon!! Jangan jadi brengsek seperti ayahmu, ya!!" Nyonya Park berteriak lantang di kesunyian malam yang gelap gulita. Diiringi dengan dengan bantingan pintu wanita itu menatap nanar ke arahnya.

***

Hyunsuk terjaga sejak tiga puluh menit yang lalu, pandangannya lurus keatas menatap plafon kamarnya dengan tatapan kosong. Tangannya meremat perutnya yang mulai terlihat membuncit, seolah ingin melenyapkan seseorang didalamnya.

Air matanya kembali mengalir. Kenapa semesta seolah-olah mempermainkannya. Merenggut semua hal yang telah Hyunsuk perjuangkan sejak awal. Itu benar-benar tidak adil, malang sekali hidupnya.

Seolah mengerti perasaan ibunya atau entah rematan yang Hyunsuk buat terlalu keras, perutnya kembali merasakan kram yang teramat sakit hingga membuat tangisan meminta tolong terdengar parau dan nyaris hilang di sela-sela tangisannya.

Tidak ada seorangpun yang mendengarnya karena Hyunsuk yang malang hanya seorang diri di apartemen lantai 28 itu. Hingga akhirnya ia tak sadarkan diri.

***

bad romance ; hoonsukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang