Bohong kalau perempuan itu bilang, dia tidak lelah. Naresya jadi pembohong kalau dia bilang, dia kuat menghadapi Ajian Bumantara ratusan kali selama lebih dari tiga tahun hidupnya.
Anak itu bisa saja sudah duduk manis di ruang tamu dengan segelas sirup melon dan sepiring cookies buatan Mama di sore hari sebanyak empat kali dalam seminggu. Itupun karena tiga hari sisanya digunakan si tersangka untuk mengikuti kegiatan ekstrakulikuler sekolah. Kadang malah diganti malam-malam atau pagi sebelum berangkat sekolah.
Coba bayangangkan. Resya bahkan belum bangun saat Ajian datang bertamu dan Mamanya masih mau menerima!
Kalau ditanya, Ajian akan menjawab dengan songong seperti, "Memang ga boleh?" dan kalau Resya jawab 'tidak', anak itu malah mengadu ke Mama sembari berkata, "Ma, Kak Resya itu galak terus sama Aji. Seram!" Berakhir dengan dia yang kena marah.
Mamanya ini mama Resya atau mama Ajian sih?
Tidak sampai di situ. Ajian ini mungkin sudah puluhan kali mengajak Resya berkencan tanpa malu. Sudah seperti mengajak jajan cilok depan komplek. Tidak ada kapok-kapoknya walau ditolak habis semua.
Serius deh. Kalau ditanya, Naresya itu punya tipe cowok-cowok dewasa kaya raya. Kalau tidak bisa spek CEO seperti di novel sih, dia maunya dosen-dosen tampan saja, atau duda kaya raya juga tidak masalah. Kadang teringin sekali punya gadun tiga. Diajak jalan, makan mewah, menginap di hotel bintang lima, transferan lancar selancar pipa rucika —bukankah indah? Tapi nyatanya malah disuguhkan bocah kelas satu SMA yang kencing saja mungkin masih miring.
Seperti siang ini contohnya. Niat hati ingin rebahan menikmati hari minggu yang tidak cerah tidak mendung pula —setengah-setengah —sendiran di dalam kamar. Tapi suara dari bawah balkon kamarnya malah mengacaukan semuanya. Itu suara geraman kucing disusul suara bocah berteriak panik. Tidak mau menuduh, tapi sudah pasti itu si bocil anaknya Om Jeffri.
Resya melongokkan kepalanya dari jendela kamar. Mendapati Ciky, kucing putih kesayangannya tengah melompat-lompat menjauhi Ajian Bumantara. Seolah anak itu sedang menganggu kenyamanan serta kemanan —yang nyatanya memang begitu.
"Woi!" Perempuan itu menegur dari atas. Ajian menoleh kemudian dengan lugu mengangkat tangan dan mengayun-ayunkannya ke udara.
"HALO KAK RESYA SELAMAT SIANG."
Naresya tersenyum lelah.
"Selamat tidur siang juga, Aji!"
Kemudian dengan cepat menutup jendelanya. Berdoa saja segumpalan makhluk itu paham kalau dia ingin istirahat di hari libur ini.
Hening. Resya memasang telinga.
satu, dua, dan ti—
"KAK? TURUN, DICARIIN SAMA AJI!"
***
"Terus kelelawarnya engga mau keluar walau udah kami lempar-lempar jaket sama buku."
"Terus-terus?" Resya menyimak. Membiarkan Ajian mengunyah potongan cookies yang ntah kenapa lambatnya bukan main.
"Habis itu gurunya marah, bilang, 'suruh dia keluar cepat suruh!' sambil lompat-lompat depan kelas. Kami dimarahin." Ajian bercerita dengan menggebu-gebu. "Padahal gimana caranya coba nyuruh kelelawar keluar? Bang keluar Bang, gitu?"
Resya tergelak puas. Ajian ini selalu ada saja ceritanya.
Di tengah tawa, Resya mendapati anak itu hanya diam dan tersenyum manis. Menatap diam ke arahnya tanpa bicara apa-apa. Tentu saja itu membuat yang paling tua diam kikuk.
"Kak Resya itu," Ajian meletakkan kepingan kue yang sudah dia gigit. Badannya menunduk sedikit ke arah lawan bicaranya. Resya tentu saja sukses panik. Dia sih belum siap berciuman dengan anak kecil. Ini juga, kenapa bisa-bisanya dia berakhir menerima kedatangan Ajian siang ini.
"Kalau senyum manis, makanya aku suka."
"Ah, ha?"
Anak itu mengangguk kencang. Benar-benar besar sekali percaya dirinya. "Aji bilang. Kak Resya kalau ketawa manis sekali. Makanya aku suka."
"Sa ae lo bocah lato-lato." Perempuan dua puluh dua tahun itu dengan reflek menepuk keras bahu yang paling muda. Mengipas-ngipas udara di depan wajahnya yang sedikitnya memerah. Resya menggulirkan matanya ke seluruh ruangan. Ke mana saja asal bukan mata Ajian yang mulutnya seperti habis disasah batu ini.
"Loh, serius." Ajian kembali menegakkan tubuhnya. Menjangkau potongan kue miliknya tadi dan mengunyah lagi. "Aku senang Kak Resya ketawa setiap aku cerita."
"Ya, iyalah. Ceritamu gak pernah jelas," Resya menolak.
"Aku mau, Kak."
Keduanya bertatapan.
Mungkin tidak.
Tidak sepenuhnya Ajian selalu seburuk yang dia bicarakan. Anak itu sejujurnya manis sekali."Aku mau bikin Kakak ketawa terus. Aji janji, Aji bakal, Kak Sya."
See?
Menurut Resya, anak semanis Ajian memang tidak pantas untuk dijauhi.
[][][]
KAMU SEDANG MEMBACA
Weirdos
Novela JuvenilResya itu punya tipe cowok dengan umur kelewat tua darinya. Cita-citanya dulu adalah pacaran dengan duda tampan kaya raya, atau punya gadun tiga. Tapi, menurut Ajian Bumantara, umur hanyalah angka. [part of Super Na Universe]