"Cakra ngeselin!" Kirania mendelik kesal. "Masih saja sok misterius."
Cakra lagi-lagi hanya tersenyum tipis. "Saya konsisten. Niat kamu fokus pada pekerjaan. Itu yang akan saya lakukan."
"Cak—"
"Saya dibayar ayahmu untuk itu," sahutnya pendek. Menghindari pancingan Kirania bukanlah hal yang sulit buat Cakra. Karena dia telah melakukannya sejak pertama mengenal gadis itu. Yang artinya sejak dia masih duduk di bangku TK.
"Oke, oke, kali ini aku ngalah," kata Kirania setengah merajuk. "Tapi nanti aku akan kejar keterangan dari mulut kamu. Awas saja! Kamu sudah tidak dalam posisi bisa mengabaikan aku seperti biasa, Cak." Ancamnya dengan nada bercanda.
Sejujurnya Cakra tidak hanya mengabaikan Kirania seorang. Karena dia melakukannya pada semua perempuan. Bukan berarti dia memiliki orientasi seks yang tidak umum. Cakra normal 100% dan menyukai perempuan sebagaimana layaknya laki-laki biasa. Hanya saja dia memiliki kemampuan untuk mengabaikan perasaan tersebut karena baginya semua itu tidak penting.
Jangan salah, masa puber Cakra lalui dengan sangat mulus tanpa letupan yang berarti. Cinta pertamanya berlabuh pada teman sekelasnya saat di SMP. Namun Cakra hanya bisa menikmati perasaan itu diam-diam tanpa berani mengungkapkan. Begitu pula saat dia menginjak bangku SMA. Pola yang sama kembali berulang. Karena dia kukuh menjaga jarak dari lawan jenis, tanpa peduli meskipun dijuluki sebagai cowok nerd, cowok aneh.
Hingga dia menjadi mahasiswa di salah satu kampus terbaik di Indonesia. Dengan jaket kuning kebanggaan, beserta segudang prestasi yang tersandang di belakang namanya, wajar kalau dia mendapatkan banyak perhatian. Bahkan beberapa mahasiswi populer secara terang-terangan menunjukkan perasaan spesial mereka kepadanya. Cakra bukannya tidak tahu karena beberapa kali Cakra juga merasakan ketertarikan yang sama pada salah satu dari mereka.
Hanya saja Cakra selalu merasa dia tidak layak mendapat kemewahan itu. Hidupnya yang berantakan dan serba kekurangan membuatnya menahan diri dari sentimen pribadi bernama asmara. Karena belum tiba waktu yang tepat untuk memutuskan satu nama perempuan yang akan bersanding dengannya.
Banyak hal yang masih ingin dia raih. Banyak harapan dan impian yang ingin dia wujudkan. Sebelum dia benar-benar bisa merasa pantas untuk mendampingi perempuan yang sesuai dengan seleranya. Apalagi latar belakang keluarganya yang memang kacau sudah tidak bisa dibenahi lagi. Maka dia hanya punya satu opsi, jadi orang sukses dulu sebelum bermain-main memanjakan rasa dengan lawan jenis.
Sekarang hidupnya memang jauh lebih baik. Namun pertanyaan yang selama ini berkecamuk di kepalanya belum terjawab juga. Apakah dia sudah layak bagi perempuan yang sesuai dengan keinginannya?
***
"Cak, ngelamun aja sih!"
Panggilan Kirania mengembalikan Cakra ke masa kini. Membuatnya tersadar di mana sekarang berada. Matanya mengerjap saat memandangi menu makan siang di restoran yang berada di jantung kota New York. Salmon dalam irisan-irisan tipis yang disajikan bersama tortila dan telur mata sapi. Dilengkapi topping alpukat bersaus creamy, serta taburan keju parut berwarna oranye dengan aroma yang sangat kuat.
Ini adalah makanan Amerika yang dipilih Kirania untuknya. Sangat jauh berbeda dengan lontong balap yang dia nikmati bersama Jerini serta Bima.
Lalu pelayan datang membawakan sebotol air mineral buat Cakra, wine untuk Kirania, serta cheese cake bersaus stroberi bagi mereka berdua. Sementara teman dan klien Kirania memilih sendiri menu favorit mereka yang disajikan tak lama kemudian dalam aneka jenis makanan yang tidak dikenal Cakra.
"Cakra—" Kirania memanggil namanya kembali dalam nada tidak sabar.
"Ya?" balas Cakra sambil mengangkat kepala untuk memandang gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta yang Sederhana
Literatura FemininaBukan tentang siapa yang kita kenal paling lama, Yang datang pertama, atau yang paling perhatian. Tapi tentang siapa yang datang dan tidak pernah Pergi