Bab 9| Gadis Gila

7 1 0
                                    

Satu minggu berlalu begitu saja. Aksara tidak pernah lagi menampakkan wajahnya. Janjinya untuk menjauh dari Abelia benar-benar dia tepati. Atau mungkin, lebih tepatnya, Abelia yang memaksanya membuat janji itu.

Hari itu, langkah Abelia terhenti di lapangan sekolah yang masih becek setelah hujan semalam. Matanya tertuju pada seorang gadis berambut panjang yang sering dia lihat bersama Deandra. Nama di nametag seragam gadis itu segera terbaca-Raina.

Abelia langsung melangkah mendekat dengan penuh percaya diri. "Kenalin, gue Abelia," ucapnya sambil menjulurkan tangan, wajahnya menyunggingkan senyum yang terlalu manis untuk sebuah sapaan biasa.

Raina menatapnya dengan alis mengernyit. Meski tampak bingung, gadis itu tetap membalas jabatan tangan Abelia. "Aku Raina. Ada apa ya?" tanyanya ragu.

Abelia tersenyum lebih lebar, kali ini dengan nada mengejek yang mulai terasa. "Lo dekat sama Deandra, kan? Kalau boleh tahu, lo siapanya Deandra?"

Raut wajah Raina berubah drastis. Tatapannya yang awalnya ragu kini tajam. "Kenapa kamu nanya itu?"

Abelia mendekatkan wajahnya, suara yang santai namun menusuk keluar dari bibirnya. "Karena gue suka sama Deandra. Dan gue cuma mau memastikan kalau lo bukan pacarnya. Karena, kalau iya ..." Abelia terkekeh, pandangannya menjelajahi wajah polos Raina. "Kayaknya nggak mungkin Deandra milih lo dibanding gue."

Bruk!

Tubuh Abelia terhempas ke tanah saat Raina mendorongnya dengan keras. Genangan air di bawahnya membuat rok sekolahnya basah dan kotor. Napas Raina naik turun, matanya berkilat penuh kemarahan.

"Lo gila, ya?!" pekik Abelia, berusaha bangkit dengan wajah memerah karena amarah.

Raina tidak kalah garang. "Kamu yang gila! Kamu pikir kamu siapa, datang-datang ngomong kayak gitu?!"

Dengan tangan gemetar oleh emosi, Abelia mencengkeram rambut panjang Raina, menjambaknya dengan penuh dendam. "Gue nggak akan pernah biarin lo deket-deket sama Deandra lagi, ngerti?! Lo nggak pantas buat dia!"

Raina tidak tinggal diam. Dia balas menjambak rambut Abelia, membuat keduanya terlihat seperti dua kucing liar yang sedang bertarung di tengah lapangan. "Kamu pikir kamu lebih pantas?!" bentaknya, suara tingginya membuat orang-orang di sekitar mulai melirik ke arah mereka.

Kerumunan siswa berkumpul, beberapa mulai merekam dengan ponsel. Abelia tahu bahwa dirinya dan Raina kini menjadi tontonan, tapi rasa malu tak cukup kuat untuk menghentikannya.

"Kamu itu cuma mimpi, Abelia!" teriak Raina dengan napas memburu. "Deandra nggak akan pernah ngelirik kamu! Aku adalah pacarnya. Dan entah aku pantas atau nggak, yang jelas aku tahu satu hal, kamu jauh lebih nggak pantas."

Kalimat itu membuat Abelia terdiam. Dadanya terasa seperti dihantam palu besar, tapi ia tidak membiarkan air matanya jatuh.

"Dan satu lagi," lanjut Raina dengan suara dingin. "Aku nggak akan pernah biarin Deandra dikejar-kejar anjing kayak kamu. Jadi, berhenti mimpi."

Dengan langkah tegap, Raina pergi meninggalkannya.

Abelia hanya berdiri mematung, napasnya tersengal, matanya masih membara. Kerumunan siswa mulai berbisik, tapi suara mereka seperti lenyap di telinga Abelia.

Dia tahu bahwa sikapnya baru saja sangat tidak terpuji. Dia yang memulai segalanya. Dia yang menghampiri Raina dengan maksud buruk, mencari-cari celah untuk menjatuhkannya. Namun, rasa sakit di hati Abelia terlalu besar untuk diterima begitu saja.

Deandra adalah cinta pertamanya. Sesuatu yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya. Kata bibinya, cinta harus diperjuangkan. Cinta membawa kebahagiaan, tapi hanya jika cinta itu terbalaskan.

Dan Abelia belum siap melepaskan. Dia tidak akan membiarkan Raina terus bersama Deandra. Apa pun yang terjadi.

***

Semua pasang mata mengarah ke Abelia, menciptakan rasa tidak nyaman yang menyesakkan dadanya. Sepanjang jalan menuju kelas, bisik-bisik tentang daairinya terdengar jelas. Mereka membicarakan insiden kemarin-pertengkaran panas di tengah lapangan dengan Raina.

Langkahnya terhenti saat dia melihat sesuatu yang membuat darahnya mendidih. Wajahnya terpajang di mading dekat kelas, diabadikan dalam sebuah foto yang diambil entah oleh siapa. Gambar itu menunjukkan Abelia sedang menjambak rambut Raina.

Tepat di bawah foto itu, sebuah tulisan menyala seperti hinaan tajam. Adik kelas gila berusaha merusak hubungan couple goals Deandra-Raina.

Dadanya bergetar hebat. Dia merasa mual membaca kata couple goals itu. Bukan hanya mual, dia ingin menghancurkan semuanya. Dengan penuh emosi, Abelia merobek kertas itu dari mading dan menggulungnya menjadi bola kertas. Dia tidak peduli pada tempat sampah yang berada di sebelahnya. Tidak, kertas itu tidak layak berada di sana.

Dengan langkah cepat yang penuh emosi, Abelia berjalan menuju kelas dua belas IPS 2. Kerumunan yang menatap dan berbisik di sepanjang jalannya semakin membuatnya merasa seperti bahan lelucon. Tapi dia tidak peduli.

Begitu tiba di depan kelas, napasnya terengah-engah, matanya langsung mencari sosok yang selama ini memenuhi pikirannya dengan rasa benci. Di sudut ruangan, Raina duduk santai sambil bercermin, tidak menyadari badai yang akan menghantamnya.

Abelia langsung melangkah ke arahnya tanpa ragu. Saat jarak mereka benar-benar dekat, Raina mendongak, terkejut melihat sosok Abelia berdiri di depannya dengan wajah marah. Sebelum sempat berkata apa-apa, Abelia mencengkeram kedua pipinya dengan keras, memaksa bibirnya terbuka, lalu memasukkan bola kertas itu ke mulut Raina.

"Telan itu!" Abelia berteriak, amarahnya meluap.

Raina panik, berusaha melepaskan diri. Dia mencakar dan mencubit Abelia, tapi Abelia tidak peduli. Amarahnya terlalu membara. Dia ingin Raina menelan semua ejekan yang tertulis di kertas itu.

Di sekeliling mereka, siswa-siswa lain hanya menonton. Beberapa berteriak heboh, sisanya sibuk mengabadikan momen ini dengan ponsel mereka. Tidak ada yang mencoba menghentikan, tidak ada yang benar-benar peduli.

"ABELIA!"

Suara berat menggema di ruangan, memecahkan keributan. Abelia menoleh, matanya bertemu dengan sosok Deandra yang menerobos kerumunan dengan langkah cepat. Begitu tiba, Deandra menarik tangan Abelia dengan kasar, melepaskannya dari Raina yang langsung terbatuk-batuk, berusaha mengatur napas.

Abelia menatap Deandra dengan penuh amarah. "Apa? Lo mau jadi pahlawan kesiangan buat pacar lo yang sok keren ini?" sindirnya.

Plak!

Tangan Deandra melayang ke pipi Abelia. Tamparannya keras, membuat ruangan terdiam sesaat. Pipinya terasa panas dan perih, tapi tidak sebanding dengan perihnya hatinya.

Abelia mematung, menatap Deandra dengan mata yang berkaca-kaca. Dalam hatinya, dia bertanya, inikah orang yang selama ini ada di pikiranku? Orang yang membuatku ingin bertahan?

Semua harapan itu kini hancur. Sosok Deandra yang dia kagumi ternyata bukanlah seseorang yang bisa dia percaya. Abelia menatap tajam ke arah Raina yang tersenyum puas di belakang Deandra.

"Bajingan lo!" teriak Abelia, suaranya penuh emosi yang tak terbendung. Dia berbalik, menerobos kerumunan dengan langkah cepat. Sorakan dan ejekan di sekitarnya bergema di telinganya, tapi dia tidak peduli.

Abelia pergi, membawa hatinya yang hancur dan amarah yang masih membara. Tapi satu hal yang pasti-dia belum selesai. Tidak dengan mereka. Tidak dengan ini semua.

TO BE CONTINUED

Terima kasiu sudah membaca Way Back Home🌷

Raina dan Abelia makin sengit, nih, rebutin si Deandra🤭

Jangaj lupa vote dan komen❤️

Next!!!!

Way Back HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang