Bab 9

5.7K 581 7
                                    

Disinilah kedua pemuda itu sekarang setelah keluar dari kamar, Alan diminta mengikuti Wildan dari belakang ia cukup tahu pemuda didepannya itu terlihat marah. Alan masih mengikuti dibelakang sampai Wildan berhenti didepan pintu berwarna hitam, setelah terbuka terlihatlah bermacam-macam alat boxing.

Alan menghela napas dia tahu apa yang akan dilakukan Wildan kepadanya dan betul saja setelah masuk Wildan langsung melempar sepasang sarung tinju yang ditangkap oleh Alan. Boxing ya? Tentu Alan jago dalam hal ini, tapi saat ini dia tidak bisa berpikir untuk menguji kemampuan pemuda didepannya.

"Kemari" Wildan sudah masuk kedalam ring dalam kondisi siap menunggu Alan yang masih menatap sarung tinju yang belum terpasang, ia paham untuk sekarang ini bukan saatnya menyerang tapi Alan disini untuk diserang tapi sedikit bermain tidak masalah bukan? Dia segera memasang sarung tinju.

Sekarang mereka berdua sudah berhadap-hadapan bisa Alan lihat pemuda didepannya memandang dia dengan garang.

Alan dan Wildan siap dengan kuda-kudanya, mereka berdua berjalan mendekat dan Wildanlah yang memulai dengan diawali pukulan jab tangan kanan yang meluncur lurus ke wajah Alan. Sedangkan Alan menangkis menggerakkan tangan untuk menangkal tinju dan mengubah arah pukulan Wildan.

"Jangan tangkis-" Sebelum menyelesaikan perkataannya Wildan secepat kilat menangkis pukulan silang kanan yang dilayangkan Alan, Wildan yang tidak siap mencerna mendapat pukulan hook kiri yang otomatis terkena pukulan di sisi kiri kepala bukan hanya itu Alan langsung menambah pukulan uppercut tinjunya mengayun keatas mengenai dagu Wildan membuatnya mundur beberapa langkah.

Wildan merasa pening dan lidahnya tergigit sedikit, dia meludahkan darah yang keluar akibat gigitan kearah samping.

'mungkin sejauh ini sudah cukup'

Alan sedikit rilex tapi tidak meninggalkan kuda-kudanya, dia akan mengalah dan membiarkan Wildan untuk melampiaskan kemarahannya, mungkin jika yang berdiri dihadapannya bukan kakak dari Rasya dia akan menghajar habis Wildan.

**

Napas mereka sudah terengah-engah, mereka berdua bermandikan keringat, keadaan Alan terlentang juga babak belur membuat Wildan berhenti menghajarnya dia berjalan menjauhi Alan dan keluar dari ruangan yang luas itu, mungkin dia sudah puas membuat Alan babak belur tentu Wildan tahu bahwa Alan mengalah untuknya tapi itu tidak membuat dia terkesan dan tidak jadi menghajarnya.

Alan masih berpikir apakah keputusan ini sudah tepat nyatanya bukan dia yang salah, tapi sekarang jiwanya sudah masuk ketubuh ini tidak tahu kenapa moodnya memburuk.

Dia berdiri sesekali meringis kesakitan akibat tubuhnya yang dihajar habis, Alan melepas sarung tangan membuang ke sembarang arah dan kaos hitam yang dipakai juga bernasib sama lalu menuju ketempat peralatan dia menyabet gulungan plester segera membalut kedua tangannya.

Alan berjalan kearah samsak yang tergantung, sekarang dia dalam mood yang buruk lebih memilih melampiaskan pada samsak yang berada diruangan itu katakanlah dia sedikit tidak mau rugi karena sudah dibuat babak belur oleh Wildan.

Dia merusak semua samsak yang ada disana dengan tinjunya, meskipun ini tidak mengurangi kekayaan keluarga Damiano Alan sudah cukup merasa puas tapi dia tidak mengindahkan darah yang sudah merembes pada plester yang ia kenakan tadi menandakan tangannya tidak baik-baik saja, kurang satu samsak yang berbentuk variasi digunakan untuk melakukan teknik tinju, Muay Thai maupun kick boxing.

Dia masih fokus dengan samsak itu memukul sesekali melakukan tendangan.

"Sudah cukup! Berhenti sekarang!!" Teriakan itu berhasil menghentikan Alan "Aku sudah panggil kamu berkali-kali tapi kamu ngga mau berhenti" Rasya menuju ke matras setebal 12,7 cm dengan membawa botol mineral serta handuk kecil lalu duduk disana.

Alan baru sadar keadaan disebagian ruangan yang memiliki samsak sudah berantakan.

"Duduk!" Alan yang mengerti pun mendekati Rasya dan duduk bersila berhadapan dengannya "Minum, terus ini lap sendiri" setelah meletakkan handuk maupun air mineral. Rasya memperhatikan lebam yang kebanyakan berada ditubuh atas Alan walaupun hanya sedikit dibagian wajah, tetap saja kakaknya itu terlalu berlebihan. Bukannya berhenti dia masih menatap tubuh bagian atas Alan apalagi bagian perutnya yang waw sekali, Hanya tersisa celana pendek merk puma berwarna abu-abu milik kakaknya yang masih melekat tanpa sadar dia tersenyum sambil mengangguk-angguk kan kepalanya.

'Ini memang rezeki anak baik cuci mata dimalam hari memang paling mantap'

Rasya segera tersadar saat tangannya digenggam dan handuk kecil itu sudah diletakkan pada telapak tangannya "huh? Kenapa?" Firasatnya tidak enak apakah dia ketahuan mencuri pandang pada tubuh Alan dan ternyata benar dia melihat senyum miring tercetak pada wajah tampan itu "lap in" Alan sudah mengarahkan tangan Rasya pada dada bidangnya menyuruh menyeka keringat.

"Seperti ini" Alan masih memegang kendali tangan Rasya lalu perlahan turun ke bagian perut, dia sangat menikmati ekspresi yang berubah-ubah dari kaget, tegang, sampai linglung. Tak bisa dihindari bahwa arah pandangan Rasya mengikuti setiap gerakan yang dituntun oleh Alan.

'eh..'

Rasya cepat sadar lalu menarik tangannya lalu melempar handuk itu kewajah Alan "mesum!" Rasya berdiri dan keluar dari sana dengan cepat mencoba melarikan diri dari Alan, wajahnya sampai ke lehernya sudah seperti kepiting rebus, sebenarnya disini siapa yang mesum.

Senyum yang tercetak langsung luntur tatapannya tajam dan lurus, otaknya memikirkan berbagai rencana untuk kedepannya. Ingatannya terlempar beberapa jam yang lalu saat Rasya berterimakasih dengan wajah ceria hanya karena dibelikan secuil makanan yang bahkan tidak menguras uang.

Tapi bukan itu permasalahan yang dipikirkan Alan, pasalnya ia menganggap bahwa uang yang terus menerus dikirim oleh ayahnya ke kartu kartu debit yang memenuhi dompet itu bukan miliknya. Meskipun uang itu seharusnya sudah menjadi milik Alan, tapi tetap saja itu uang hasil dari kerja keras ayahnya bukan dirinya.

Rencana pertama sudah tersusun rapi diotaknya, tapi menjadi unggul itu membutuhkan waktu yang cukup lama karena dia akan membangunnya dari bawah.

"Maafkan aku pak tua, tapi aku membutuhkan sedikit bantuanmu nanti" Alan terkekeh memikirkan rencana yang akan dia lakukan nantinya "karena aku ingin senyum dan wajah ceria itu muncul karena sesuatu yang aku miliki bukan dari orang lain"

__________

Pelan-pelan pencet bintangnya pak sopir



JAZLAN [J×R]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang