Part - 01

575 47 1
                                        

Sorry for typo

“Saya mengambil engkau menjadi suami saya, untuk saling memiliki dan menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya. Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kita.” Janitra bahkan masih ingat betul sumpah pernikahannya dengan Athreya didepan pendeta dan para keluarga serta kerabat 10 tahun lalu.

Ia ingat bagaimana Athreya tersenyum bahagia dengan pipi yang bersemu merah serta mata yang berkaca-kaca karena merasa terharu. Janitra juga bahkan masih ingat bagaimana Athreya menjawab janji pernikahan yang sama seperti dirinya dengan suara yang bergetar namun masih terdengar jelas.

"Mas!" Lamunan Janitra akan masalalunya buyar saat seseorang yang baru saja berada dilamunannya.
"Ngelamunin apa sih, mas? Dipanggil dari tadi gak jawab." Athreya mengomel saat Janitra tidak mendengar seruannya yang entah sudah keberapa kalinya.

Janitra tersenyum dan bergerak mendekati sang terkasih yang sudah menemaninya selama 10 tahun terakhir. Ia peluk raganya yang begitu mempesona dirinya sejak pertama kali bertemu.
"Maaf, mas gak denger." Janitra melepas pelukannya dan menatap nayanika sang suami yang selalu berbinar penuh dengan bintang.
"Kenapa sayang?"

"Mas, lagi mikirin sesuatu?" Janitra menutup matanya menikmati usapan lembut sang suami yang begitu ia puja dan ia cinta dengan seluruh hidupnya.
"Gak ada. Mas cuma lagi inget gimana kita mengucap janji didepan pendeta dan keluarga. Mas inget gimana pipi kamu ini jadi merah dan mata kamu berkaca-kaca." Athreya tersenyum ia sedikit berjinjit guna bisa mencium pipi sang suami.

"Aku bahkan juga masih bisa ngerasain gimana euforia pesta yang kamu siapin buat aku, mas. Aku beneran gak nyangka pertemuan kita yang bisa dibilang klise ini berujung dengan kita tinggal satu atap dan berbagi semua masalah bareng." Janitra kembali memeluk tubuh prianya, laki-laki yang benar-benar membuat Janitra siap melawan dunia jika dunia mengambilnya dari sisinya.

"AAAA..." Athreya berteriak saat tubuhnya seolah melayang akibat ulah Janitra yang tiba-tiba mengangkat tubuhnya. Keduanya sejak tadi berdiri didapur karena memang Athreya tengah memasak untuk makan malam keduanya.

"Mas juga gak nyangka kita bahkan bisa selalu melewati setiap rintangan yang ada selama pernikahan kita. Tolong tetap bertahan disamping mas apapun yang terjadi ya, sayang?" Athreya mengangguk. Tubuhnya yang kini duduk di kabinet dapur itu memeluk tubuh Janitra yang berdiri diantara kakinya yang terbuka.

"Turunin aku, ayo makan."
"Makan kamu aja gimana?" Janitra menaik turunkan alisnya seperti seorang cabul.
"Aku laper mas, mau makan~." Tubuh Athreya digendong oleh Janitra dan didudukkan dikursi meja makan.
"Tunggu sini. Biar mas yang siapin, oke sayang." Kecupan singkat mendarat dikening Athreya dan setelahnya Janitra menyiapkan makanan yang Athreya masak.

Athreya begitu bahagia bisa bersanding dengan seorang Janitra, laki-laki yang banyak dipuja oleh perempuan serta laki-laki submisif. Banyak yang iri dengan dirinya yang bisa bersanding dengan sang suami. Janitra itu benar-benar definisi laki-laki yang sesungguhnya, selain memiliki wajah yang tampan, Janitra adalah sosok yang begitu lembut, sabar, baik hati dan penuh cinta. Athreya benar-benar dilimpahi oleh cinta Janitra sampai Athreya tidak bisa lagi menerima cinta dari orang lain.

"Sayang." Athreya berjenggit kala usapan lembut dipipinya ia terima.
"Makan yuk. Katanya laperkan?" Athreya mengangguk. Ia menerima piring yang sudah berisi makanan yang tadi ia masak.
"Makasih mas." Janitra kembali mencuri kecupan dikening Athreya.

.
.
.

Setelah keduanya selesai dengan acara makan malam dan membersihkan semua alat makan serta menyimpan sisa makanan kedalam lemari. Kini keduanya sudah berbaring diranjang tempat keduanya selalu bercerita sebelum akhirnya mimpi menjemput.

"Mas."
"Hmm." Janitra menunduk menatap tepat pada mata Athreya. Athreya memainkan jarinya di dada bidang Janitra, kepalanya ia nyamankan dilengan sang suami.
"Emm, mau punya anak gak?"
"Mau mas kosongin jadwal buat kita ke panti?"
"Bukan mas. Anak dari mas sendiri." Janitra menghela nafas panjang.

"Tidur yuk. Mas capek." Janitra membenarkan posisi tubuh Athreya dan memeluknya.
"Mas~."
"Tidur sayang. Mas capek." Athreya menghela nafas, selalu saja seperti ini. Janitra seolah menghindari apa pembicaraan seperti ini. Athreya akhirnya ikut menutup mata guna menjemput mimpi indah bersama sang suami.



To be Continue...

Edelweise || Noren (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang