3. Nugraha?

1 0 0
                                    


     Hujan jatuh bekali-kali sejak tadi pagi. Rintiknya membuatku enggan untuk bergegas ke kamar mandi. Sudah jam sebelas. Tapi aku belum juga keluar kamar. Aku bilang sudah sarapan roti ke bunda. Laci meja menarik perhatianku sejak tiga puluh menit yang lalu.
     Setelah pulang bersama Aksa semalam. Aku sampai di rumah dengan perasaan gelisah. Pikiranku melayang entah bagaimana.
     Kini tanganku sudah memegang secarik kertas yang diberikan laki-laki itu saat kami bertemu di Perpustakaan. Aku pikir setelah tidak ku respon, dia akan hilang perlahan di hidupku. Rupanya tidak ya?
     "Apa aku direct message aja?"
     Pikiranku seolah ditarik ke suasana semalam. Aku berniat untuk menjelaskan apa yang terjadi. Tapi, di sisi lain aku bingung apa yang perlu dijelaskan. Sementara kita saja belum saling mengenal, kan? Namun aku tidak bisa berlama-lama dengan perasaan gelisah ini.
     Beberapa menit berlalu. Aku masih memegang kertas itu tanpa pergerakan. "Ya, sudah kalau memang memalukan. Toh dari awal aku juga sudah malu," celetukku kepada diri sendiri.

'Senang bertemu kamu lagi.'

     Pada akhirnya begitulah sekiranya pesan yang bisa aku ketik. Aku pun segera mengirimkannya tanpa mau berpikir terlalu lama lagi.
     Setelah sekitar sepuluh menit pesan itu terkirim. Handphoneku bergetar karena notif.

'Kenapa baru ngechat?'

     Sepertinya langit tampak lebih cerah. Awan sudah tidak menghitam. Hujan juga sudah usai. Aku melihat jendela, hanya tersisa gerimis kecil yang masih saja turun.
     Dengan perasaan yang lebih tenang aku membalas pesannya. Aku tahu ada perasaan yang aneh sejak saat kita bertemu. Walaupun sejak saat itu aku berdebat kepada diri sendiri, menolak percaya tentang jatuh cinta pada pandangan pertama. Tapi sepertinya hal itu memang ada.
     "Aku pikir itu pacarmu," ucapnya di seberang sana.
     Entah sudah berapa menit kami berteleponan. Aku tidak menyangka kami akan selancar ini. Aku mencoba menenangkan hatiku dengan suaranya. Mendengar dia berbicara, rasanya jatuh cinta memang seru ya?
     "Nugraha Adi Laksana."
     "Oh, terus aku manggil kamu apa?"
     Dia menjawab, "Rex aja."
     "Kok gitu, kan namamu nggak ada Rex-nya?" tanyaku sambil tertawa.
     "Karena kamu suka Rex."
     "Hahaha.." tawaku terdengar sangat renyah kali ini. Aku tidak menyangka setelah aku bilang bahwa penyanyi favoritku adalah Rex Orange County, dia akan mengingatnya.
     "Kalau Nugra aja bagaimana?" tawarku.
     "Boleh."
     "Iya, Nugraaa." Aku tersenyum di balik layar.
     "Namamu Sandykala aja, ya?"
     "Iya."
     "Aku panggil Aja, mau?" ujarnya dengan serius.
     "HAHAHA JANGANNN..."
     Nugra tahu cara membuat perempuan senang. Aku rasa dia sudah sangat berpengalaman mengenai hal ini. Tidak seperti aku. Jatuh cinta saja seperti orang kebingungan.
     "Kalau ke sekolah naik apa, Dy?"
     Tidak biasa orang memanggilku 'dy'. Hampir semua orang memanggil namaku dengan suku kata pertama 'san'.
     "Naik pesawat," jawabku nyeleneh.
     "Naik kapal aja, disetirin aku."
     Dengan gelak tawa yang tertahan, aku menjawabnya lagi. "Tapi nanti kamu nyebur, ya? Biar dimakan hiu."
     "Kok kamu jahat," ucapnya . "Kalau aku nyebur, nanti kapalnya oleng dong."
     Aku terus merespon di balik layar. "Nggakpapa."
     "Kok nggakpapa? Nanti kamu diculik, Dy."
     "Diculik sama?"
     "Hiu yang makan aku," katanya.
     "Berarti aku ikut dimakan aja, ya? Biar ketemu kamu."
     "Oke, benar yaa."
     "HAHAHAHA.."
     Aku tidak tahu berteleponan akan semenyenangkan ini.
     Jika aku bisa menarik waktu. Aku akan menarik kata-kata penyesalanku yang pernah keluar dari mulutku. Selanjutnya mentraktir diriku sendiri karena sudah berani membuatkan pidato untuk Nugra. "Aku pikir kamu nggak akan serius membuatkanku pidato," kata Nugra dengan pelan.
     "Aku selalu serius."
     "Serius sekolah naik pesawat?"
     Aku tertawa, "Hahaha... Enggak!"
     "Serius sekolah disetirin aku?"
     "Maksudnya?" tanyaku bingung.
     "Mau berangkat sekolah bareng?"
     Aku tersenyum manis mendengarnya. Tidak mungkin aku menolak. Kalau aku menerima ajakannya, aku masih tetap menjadi gadis normal, kan?
     "Izin dulu sama bunda."
     "ASIKK!!" Soraknya di seberang sana.
     Aku memasang earphone ke telingaku. Setelah selesai bertelepon dengan Nugra. Rasanya ingin mendengarkan lagu romantis saja. Melihat jendela kamar yang semakin menyilaukan. Aku pikir langit sudah secerah suasana hatiku.

SANUGRA (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang