Ancaman

93 10 0
                                    

Ini hari ketiga Ira mengadakan aksi mengurung dirinya. Ia tidak bisa tidur sama sekali malam ini, rasa lapar menyiksanya. Sebenarnya Ia ingin menyudahi aksinya ini, tetapi Ia malu keluar menghadapi keluarganya.

Di dapur, Rukayah mencuci peralatan makan secara brutal sebagai aksi protes kepada suaminya. Kunto yang sejak tadi duduk di meja makan mendengarnya. Ia tidak berani bergerak sedikitpun.

"Assalamualaikum." Suara datang dari pintu depan.

Kunto menghela napas lega. Syukurlah Gaung, anaknya datang disaat yang tepat.

"Waalaikumsalam." Kunto menjawab dengan sumingrah.

"Waalaikumsalam, tumben jam segini inget rumah!" Berbeda dengan Kunto, Rukayah menjawab salam dengan agak panjang.

Wow, Gaung merasakan ada yang tidak beres. Ini pasti menyangkut masalah Kakaknya kemarin. Ia tidak tahu detail masalah ini, tapi Macan galak itu sampai mengurung dirinya di kamar, Gaung tahu ini masalah serius. Lebih baik tidak ikut campur, malas terkena getahnya.

Ia menghampiri Ibunya dan memeluknya. "Mm Ibuk Rukayah yang paling cantik, jangan marah dong. Gaung kan udah bilang tadi, kalo Gaung ada tugas kelompok." Jelas Gaung sambil dimanja-manjakan suaranya.

Hati Rukayah sedikit luluh. Bukannya Ia benar-benar marah, hanya saja Ia khawatir dengan anak bungsunya ini. Sudah cukup masalah Kakaknya, Ia tidak mau Gaung membuat masalah lainnya.

"Udah salat isya tadi Gung?"

Kunto menyela Mereka berdua. Untuk masalah akademik Gaung, Kunto tidak peduli. Yang penting anak-anaknya tidak keluar dari aturan agama dan norma masyarakat, itu saja.

"Hehe, ini Gaung baru mau salat." Ia langsung melipir ke kamarnya.

Sebelum ia kembali ke kamarnya, Ia menyempatkan diri untuk ke kamar kakaknya. Gaung dengan ragu-ragu mengetuk pintu kamar Ira.

"Mbak, ini Gaung. Ayo kita makan bareng." Ia mencoba membujuk kakaknya untuk makan.

Ira yang mendengar suara adiknya, mulai sedih lagi. Tanpa sadar air matanya merembes keluar.

Karena tidak ada jawaban dari dalam, Gaung pun menyerah.

Hanya ada Rukayah dan Kunto di ruang makan sekarang. Kunto merasakan hawa buruk lagi. Saat Ia ingin beranjak dari tempat duduknya, Ia kalah cepat dari suara Istrinya.

"Mau kemana Pak?" Mampus, pidato akan dimulai.

"Pak, gimana itu Ira. Semua ini gara-gara Bapak. Kenapa Bapak dari awal ngga bilang, kalo gini Ira pasti syok berat Pak. Ibuk ngga mau tahu, pokoknya Bapak harus bujuk Ira sekarang!"

Fyuh, Kunto lega. Tidak sepanjang biasanya. Tetapi kali ini Ia setuju bahwa ini adalah salahnya. Kenapa Ia tidak bilang sejak awal. Masalah ini malah menjadi rumit karenanya.

"Siap laksanakan komandan!"

Mendengar jawaban Kunto yang seakan-akan tidak serius, membuat Rukayah mendelikkan matanya. Kunto yang takut langsung menenangkan Istrinya.

"Iya, iya maaf Buk. Ibuk siapin makanan yang enak sekarang. Karena Bapak tahu cara jitu biar Ira keluar dari pertapaannya."

Jawaban Kunto masih diselipi gurauan. Tetapi kali ini Rukayah tidak marah, Suaminya harus membawa Ira keluar. Karena Rukayah benar-benar khawatir dengan kesehatan putrinya itu.

Sesampainya kunto di depan pintu Ira. Ia memulai rencananya. Mula-mula ia mengetuk pintu kamar anaknya.

"Ira sayang, ini Bapak Nak."

"Huuuhuuuhu, Bapak tega banget. Nyetujui pernikahan ini tanpa sepengetahuan Iraaaaa."

Tanpa diduga-duga, Ira akhirnya mau bicara. Kunto yang mendengar suara tangisan putus asa anaknya, langsung merasa hatinya seperti terjepit oleh pintu. Tetapi ada perasaan sedikit lega setelah mengetahui anaknya mau bicara lagi dengannya.

MY LOVE LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang