Part 7

988 39 1
                                    

Mereka telah sampai di rumah sakit. Anisa dan Bisma segera membawa Shira ke dokter yang dapat menangani penyakit Shira. Posisi tidur Shira sama sekali tidak berubah sesudah Ia ganti baju dan memakai minyak telon di mobil tadi. Sampai akhrinya mereka sampai di ruangan dokter itu. Anisa langsung menaruh Shira di tempat tidur yang sudah disediakan oleh rumah sakit itu. Dokter segera memeriksa keadaan Shira. Dokter itu terkejut ketika Ia tidak dapat mendengar detak jantung Shira.


"Sudah berapa lama Shira tidak sadarkan diri seperti ini?" Dokter itu bertanya pada Anisa dan Bisma tanpa menatap mereka. Dokter itu masih sibuk memeriksa detak jantung Shira. Anisa dan Bisma terkejut. Mereka pikir Shira tertidur selama dalam perjalanan tadi.


"Kita tidak punya banyak waktu lagi. Shira harus segera operasi. Tumor yang berada di dalam perutnya semakin membesar hingga menyebabkan organ tubuh lain tertekan oleh tumor itu" Tutur dokter itu sambil menyentuh perut Ashira yang agak keras itu.


Lagi-lagi Anisa dikejutkan dengan kondisi anaknya sekarang. Tubuh Anisa melemas. Bisma langsung menahan Anisa yang sudah hampir pingsan itu. Anisa kembali menumpahkan air matanya di dada Bisma. Kali ini Ia tidak dapat berbuat apa-apa untuk Shira. Ia hanya bisa berdoa agar penyakit anaknya segera diangkat oleh Tuhan dan Ia dapat menemani Shira bermain kembali.


"Lakukan apapun yang terbaik untuk anak saya, dok" Dokter itu mengangguk ketika Bisma menyetujui tindakan operasi untuk Shira tersebut. Dengan segera dokter dan para suster itu memindahkan Shira ke ruang operasi.


"Aku mau nemenin Shira di dalam, Bis" Ucap Anisa yang bangkit dari duduknya dan ingin membuka pintu ruangan operasi itu. Dengan cepat Bisma mengenggam pergelangan tangan Anisa.


"Jangan, Nis. Lebih baik kamu disini dan berdoa yang terbaik untuk Shira" Cegah Bisma. Anisa tidak menghiraukan ucapan Bisma. Ia berusaha melepaskan cengkraman tangan Bisma dari tangannya dan tetap ingin masuk ke dalam ruangan itu. Namun cengkraman Bisma malah semakin kuat ketika Anisa berusaha melepaskannya.


"Bisma, lepasin. Sakit" Lirih Anisa yang masih berusaha melepaskan tangan Bisma.


"Gak akan aku lepasin kalau kamu masih memaksa ingin masuk ke ruang operasi itu" Ujar Bisma datar. Bisma tahu Anisa sedang khawatir dengan Shira. Namun peraturan yang berlaku di rumah sakit tersebut mengatakan bahwa tidak boleh ada orang lain yang masuk saat operasi sedang berlangsung kecuali dokter ataupun suster yang menyuruhnya masuk. Bisma harus membuat Anisa tenang, walaupun dirinya-pun juga tengah memikirkan keadaan Shira yang sedang menjalankan operasi.


Bisma merasakan tangan Anisa yang sudah tidak berontak lagi. Ia melihat istrinya tengah menangis. Bisma segera berdiri tanpa melepaskan tangan Anisa. Setelah itu Ia langsung memeluk erat tubuh Anisa. Tangisan Anisa semakin pecah. Ia menumpahkan seluruh kesedihannya di dada suaminya. Bisma mengelus punggung Anisa perlahan. Berharap Anisa bisa sedikit tenang.


"Optimis ya, sayang. Shira pasti bisa sembuh dan bisa berkumpul lagi sama kita" Ucap Bisma pelan yang masih dapat di dengar oleh Anisa.


"Aku gak mau kehilangan anak kita, Bis. Aku baru sehari bertemu Shira lagi. Aku masih mau lihat Shira tumbuh dan bermain dengan teman-temannya, Bisma" Lirih Anisa yang masih dalam pelukan Bisma. Bisma mengerti keinginan Anisa tersebut. Tapi Bisma bisa apa? Bisma bukan Tuhan yang dengan langsung dapat menyembuhkan Shira.

2 Become 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang