4

220 28 0
                                    

Gadis kelahiran Oktober itu kini tengah terbaring di atas kasur dengan tubuhnya ia posisikan telentang, lengkap dengan selimut yang membungkus tubuhnya hingga perbatasan dada dan perut.

Mata bulat yang biasa memancarkan keceriaan, kini manik gelap segelap langit malam tanpa bulan ini menatap kosong ke arah langit-langit kamar yang gelap.

Ia menghembuskan napas beratnya. Bayang-bayang akan ucapan Haruto tadi seakan berputar terus-menerus layaknya kaset rusak. Gadis itu jadi semakin ditelan kebimbangan. Ini terlalu tiba-tiba menurut Hanni. Gadis itu bahkan belum mempersiapkan diri untuk hal ini. Jangankan mempersiapkan diri, memikirkan pernikahan saja tidak...

Hanni jadi tidak tahu cara bersikap normal setelah kejadian hari ini.

Ditambah lagi, sebelum sang pemuda dan keluarganya berpamitan untuk kembali ke singgasananya, Haruto sempat membisikkan sesuatu kepadanya yang sukses membuat diri Hanni benar-benar mengalami malfungsi.

Ketika mendengar ucapan sang pemuda, Hanni seperti merasa sengatan listrik di dalam tubuhnya. Kedua pipi dan punggung tiba-tiba diserang panas yang menjalar lambat namun dirasanya pasti, perut ratanya seketika terasa penuh diserbu ratusan kupu-kupu.

Pemuda itu sinting, pikirnya.

Satu tangan Hanni meraih guling di sampingnya, lalu ia arahkan untuk menutup wajah manisnya kuat-kuat. "AAAAAAAAAA. BUNDA, AYAH." Sengaja ia gunakan untuk meredam teriakannya.








.
.
.








Di lain sisi, tampak seorang pemuda dengan senyum lebar masih terpatri di wajahnya dari semenjak kepulangannya dari rumah 'teman lama' yang baru ia temui lagi hari ini.

Perjalanan ke rumah terasa sangat menyenangkan. Entah kenapa, dadanya terus dipenuhi oleh kebahagiaan hanya karena melihat gadis kecil yang sedari dulu tak pernah gagal membuat Haruto tersenyum; Hanni.

Haruto bukan tipe orang yang bisa melupakan sesuatu dengan cepat. Ia tahu betul siapa itu Hanni. Betul, teman masa kecilnya sebelum Haruto dan keluarganya pindah negara untuk urusan pekerjaan sang Ayah.

Selama tinggal di Jepang, Haruto semakin sadar bahwa tidak ada lagi teman seceria Hanni-nya, tidak ada teman yang bisa membawa tawa lebar seperti Hanni-nya, tidak ada teman yang bisa dijadikan sandaran seperti Hanni-nya dulu.


Gadis itu tidak pernah berubah ternyata. Masih seceria dulu, masih semanis dulu. Namun, keceriaan dan kemanisan itu seketika hilang jika Hanni tengah bersama dirinya. Hanni pasti telah melupakan dirinya, mengingat sekarang umur mereka telah menginjak 23 tahun, mereka tidak pernah bertemu lagi dan tidak pernah bertukar kabar 11 tahun lamanya. Haruto memaklumi itu.

Haruto jadi terkekeh sendiri mengingat tingkah laku konyol Hanni hari ini. Ditambah dengan aksi konyolnya sebelum dirinya pulang.

Entah apa yang telah merasuki dirinya sehingga berani membisikkan perkataan tersebut pada gadis kecil itu. Sampai-sampai kedua mata bulat gadis itu membola tidak percaya- pun Haruto tidak percaya pada dirinya sendiri setelah mengatakan hal seperti itu kepadanya.













































"Saya pamit pulang dulu, ya. Sekarang pamitnya kayak gini dulu. Kalau pamit sambil cium kening kamu, itu nanti, setelah kita resmi nikah." Itu lah serentetan kata dari Haruto yang membuat Hanni berpikir bahwa Haruto itu pemuda gila yang berhasil membuat Hanni sendiri berubah menjadi orang gila seketika.

[Haruto x Hanni] Status: On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang