5

218 26 0
                                    

Sudah terhitung 2 minggu kedekatan mereka terlihat lebih meningkat. Lebih tepatnya, si gadis yang masih dipaksa dekat oleh keadaan dengan si pemuda kelahiran April itu. Namun, sudah 2 minggu ini Hanni terlihat lebih melunak daripada sewaktu awal mereka berjumpa.

Ia sudah bisa diajak berbicara dengan santai, ia juga sudah tidak malu-malu untuk mengeluarkan kelakar-kelakar bersama Haruto. Walaupun masih sering menggerutu dan menyentak kesal akibat dari sifat menyebalkan Haruto yang memang sudah bawaan dari lahir, menurut Hanni— namun, sebenarnya gerutuan dan umpatan kesal itu bukan tanggapan yang serius, dan Haruto tau itu. Dirinya tidak pernah mempersalahkan apapun respon Hanni padanya.

Hari ini adalah hari Sabtu. Lebih tepatnya sekarang sudah bisa disebut malam Minggu— di mana keduanya telah melakukan perjanjian untuk pergi bersama ke pasar malam untuk sekedar menikmati suasana dan mencari jajanan-jajanan kecil yang mungkin mereka akan beli di sana.

Hanni dengan balutan celana jeans sepanjang lutut, dan kaos crop putih dengan bordiran hitam di setiap pinggiran lengan dan bagian leher, rambut sebahunya ia kuncir satu lebih tinggi ke atas, poni ratanya ia singkap ke masing-masing sisi– memperlihatkan sedikit dahinya. Gadis libra itu terlihat sangatlah manis

Haruto yang memang tampan dari lahir jadi makin terlihat tampan dengan balutan jaket kulit hitam sebagai pelengkap kaos oblong putihnya, dan jangan lupakan setelan celana jeans warna senada dengan jaket membuat pemuda bermarga Watanabe yang tingginya selangit itu terlihat berkali-kali lipat lebih tampan. Ekhem, Hanni sendiri yang mengakui.

Sudah dari pukul 7 malam mereka di sini, dan sekarang jam sudah menunjukkan pukul setengah 10 malam. Mereka berdua masih asik dengan dunia mereka sekarang— berjalan mengitari sekitar pasar malam dengan satu permen kapas yang sudah terlihat mengempis di tangan kiri si gadis manis. Haruto masih setia di samping Hanni. Sesekali tangannya terulur untuk merangkul bahu si gadis, menariknya pelan agar bahu si manis tidak bertubrukan dengan orang– sebab Hanni sepenuhnya tak memperhatikan jalan. Matanya terus melirik pada pergerakan tangan kanannya yang tengah mencomot permen kapas.






"Ru, Ru! Kita naik itu yuk sebelum pulang?" Sang empunya nama mengedarkan indera penglihatannya pada arahan jari telunjuk Hanni. Sorot matanya mengunci pada satu titik tepat. Hanni menunjuk pada satu wahana melingkar yang tengah bergerak memutar pelan; bianglala.

Cukup menarik. Haruto pun berpikir demikian. Namun, ada fakta tentang dirinya yaitu, tidak bisa berada di ketinggian.

Pemuda yang tingginya bak tongkat pramuka itu memilik phobia terhadap ketinggian.

Yap, orang yang tidak memiliki ketakutan ketinggian akan berpikir bahwa bianglala itu tidaklah tinggi. Namun, menurut Haruto itu cukuplah tinggi. Membayangkan dirinya berada di puncak tertinggi wahana itu saja sudah berhasil membuat dirinya meremang.

Haruto menggulir matanya gusar. Melirik Hanni yang tengah melompat-lompat kecil kegirangan sambil terus mengulang kata yang sama, "ayo, ayo, kita naik itu, Haru!" Perasaannya campur aduk. Ia tidak mau, tetapi lidahnya kelu tidak bisa mengeluarkan kata tidak untuk sang gadis. Apalagi dirinya melihat mata bulat sang gadis memancarkan binar sejak menatap lurus pada titik yang sama. Ia tidak tega untuk sekedar mengatakan tidak.

Haruto menggigit sudut bibir bawahnya pelan. Berdeham panjang sebelum akhirnya menjawab. "Kamu bisa janji sama saya?" Kini Haruto menaruh semua atensinya pada sang gadis– pun Hanni menoleh, menatap tepat pada obsidian tajam yang sebenarnya masih bergetar gelisah.

"Janji apa?" Si gadis libra mengernyit bingung.

"Janji buat terus pegang tangan saya, jangan dilepas sampai kita selesai naik wahana itu. Kamu harus terus ada di samping saya. Kamu bisa janji?" Hanni memasang telinganya dengan baik, mendengar seksama tutur kata sang pemuda– ia mengangguk ribut menyanggupi setelahnya. Oh, jangan lupa manik cokelat gelapnya yang masih memancarkan binar itu. Sangat lucu.

Haruto menghembuskan napasnya berat, meyakinkan dirinya sendiri kalau dia bisa menaiki wahana itu. Ia memberikan keyakinan penuh pada dirinya bahwa tak akan terjadi apapun di atas sana, apalagi saat dirinya bersama Hanni. Ia akan baik-baik saja selagi dirinya bersama gadis kecilnya.


Lantas Haruto mengangguk yakin, mengulurkan sebelah tangannya di hadapan Hanni yang mana langsung disambut dengan telapak hangat milik gadis libra itu. "Ayo!" Ajaknya begitu semangat. Mereka berjalan berdampingan menuju wahana yang tadi diminta si gadis. Tanpa sadar Hanni mengeratkan pegangan tangan pada pemuda tiang di sampingnya.















[Haruto x Hanni] Status: On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang