- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE PERHARI
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.* * *
Arumi dan Aryo tiba kembali di teras, setelah Kasmiati selesai menyajikan makanan yang baru saja selesai dimasak olehnya. Perasaan Arumi masih diliputi oleh rasa penasaran soal kejadian buruk dihari kematian Narsih. Namun ia harus memendam rasa penasarannya tersebut, karena tidak ingin merusak suasana. Ia tahu kalau akan ada yang mencoba menutup-nutupi perkara itu, jika sampai ia bertanya kembali pada Aryo di depan yang lainnya.
Maimunah dan Nuning ikut membantu mengatur letak piring-piring berisi makanan, sementara Ari membantu membawakan semuanya dari dalam rumah. Mereka kini duduk bersama di atas tikar yang tadi digelar oleh Ari.
"Ayo Rumi, makan dulu. Bude sudah buat sego jagung, pepes ikan pindang, botok, sama sayur lompong. Ada sambal ijo juga kalau kamu masih suka sama yang pedas-pedas," ujar Kasmiati.
"Wah ... kalau masakan Bude Kasmi yang tersaji di depanku, mana bisa aku menolak untuk makan?" sambut Arumi, dengan wajah penuh suka cita.
Nuning pun tertawa sumbang sambil menepuk-nepuk pundak Arumi beberapa kali.
"Rumi sudah bisa masak?" tanyanya, dengan sengaja.
"Sudah," jawab Arumi. "Menurutmu, aku makan apa ketika tinggal di Jakarta selama hampir lima tahun jika tidak bisa memasak, Ning? Aku masak semuanya sendiri. Mulai dari nasi, lauk pauk, sayur. Bahkan air minum pun aku masak juga, biar hidupku lebih hemat di sana dan tidak perlu beli air galon."
Nuning yang awalnya ingin membuat Arumi sadar diri mendadak undur diri, setelah mendengar jawaban Arumi. Maimunah pun langsung menepuk pundak Arumi sambil menunjuk ke arah Nuning.
"Ajari dia kalau kamu memang sudah bisa memasak. Nuning sampai hari ini masih belum bisa memasak dengan benar kalau tidak diawasi dan diteriaki oleh Bude," ujarnya, secara terbuka.
Aryo dan Ari sama-sama mencoba menahan tawa saat mendengar hal itu, sementara Arumi tampak kaget ketika tahu bahwa Nuning benar-benar belum bisa memasak tanpa diberi komando.
"Bu, jangan berlebihan dulu. Rumi bisa memasak pun, belum tentu bisa memasak seperti yang Ibu harapkan," elak Nuning.
"Eh? Aku malah sampai buka katering di rumah kost tempatku tinggal, Ning, setelah aku bisa memasak. Teman-temanku paling sering meminta dimasakkan sayur nangka, ayam goreng kremes, sambal goreng kentang atau hati. Malah mereka juga beberapa kali pernah memintaku membuat garang asem dan becek, setelah aku pernah membuat kedua menu tersebut. Mereka mencicipi kedua makanan itu saat aku mengundang mereka untuk makan bersama sekaligus mengerjakan tugas kuliah. Sejak aku buka katering, Ayah dan Ibuku jadi tidak sering mengirim uang untukku karena aku melarang mereka mengirim uang. Malah biasanya aku yang kirim uang untuk mereka jika ada kelebihan dari usahaku. Nah ... sekarang kalau aku ada waktu luang dan kamu sudah punya niatan positif, Insya Allah nanti akan kuajari kamu memasak," janji Arumi.
Nuning menunjukkan wajah nelangsanya di hadapan Arumi.
"Boleh enggak, aku jadi tetanggamu saja kalau masing-masing dari kita sudah berkeluarga nanti? Jadi biar pun aku enggak bisa memasak, setidaknya aku bisa menjarah isi meja makanmu kalau aku dan keluargaku butuh makanan," pinta Nuning.
PLAK!!!
Satu geplakan telak mendarat dengan mulus di bahu Nuning dari tangan Maimunah. Hal itu jelas sukses membuat Nuning meringis kesakitan, sementara Aryo dan Ari jadi ikut memegangi bahu mereka masing-masing karena bisa ikut merasakan derita yang Nuning terima.
"Unah ... jangan main pukul," tegur Kasmiati.
"Cah edan! Ditawari belajar memasak oleh sepupumu, kok, malah minta hidup bertetangga biar bisa menjarah isi meja makannya? Menurutmu, Rumi kalau sudah berkeluarga tidak akan mendapat protes dari Suaminya kalau tingkahmu begitu, hah?" omel Maimunah.
Arumi segera memeluk Nuning sambil mengusap-usap bahu wanita itu, karena baru saja terkena geplakan maut dari Maimunah.
"Sudah, Bude. Sudah. Nuning 'kan barusan hanya main-main. Jangan dianggap serius," mohon Arumi, yang memang tidak pernah tega jika melihat Nuning dimarahi ataupun disakiti oleh Maimunah.
"Benar itu kata, Rumi. Nuning cuma main-main. Jangan dianggap serius," Kasmiati mendukung.
"Kalau tidak aku tegur nanti malah benar-benar akan dia laksanakan, Kas," balas Maimunah, tidak mau Nuning menjadi anak manja.
Arumi pun mencoba menghibur Nuning hingga berhasil membuat wanita itu tertawa lagi.
"Ibuku galak, Rumi," adu Nuning.
"Ya salah kamu sendiri, Ning. Hidupmu kok sering sekali memancing-mancing emosi Bude Unah. Sudah tahu Bude Unah kesabarannya setipis tisu dibelah tujuh, pakai acara dipancing," balas Arumi, yang kemudian membawa Nuning ke dalam dekapannya.
Aryo dan Ari hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala mereka saat mendengar jalan pembicaraan yang dilakukan kedua wanita itu di depan Maimunah secara langsung. Kasmiati tertawa sambil menyabarkan Maimunah. Maimunah sendiri langsung mengusap dada dan mendadak ingin bertapa di gunung, agar kesabarannya bisa terasah demi bisa menghadapi Nuning maupun Arumi.
"Setiap kali ada Rumi, pasti rumah kita jadi seramai saat ini. Padahal Nuning biasanya cuma diam-diam saja kalau sedang tidak ada Rumi," bisik Ari, tepat di telinga Aryo.
"Iya, kamu benar. Itu adalah hal yang tidak bisa kita pungkiri sejak kecil. Arumi memang selalu bisa membuat suasana menjadi lebih menyenangkan," balas Aryo, ikut berbisik di telinga Adiknya.
Saat mereka semua tengah menikmati makanan yang tersaji, Hendi tampak kembali melintas dan kali ini sambil membawa motor. Arumi bisa melihat pria itu meski saat itu dirinya sedang menikmati makanan yang tersaji. Nuning sadar kalau Arumi kini lebih fokus menatap ke jalanan yang baru saja dilalui oleh Hendi.
"Hei! Kamu lagi mikirin apa, sehingga melihat Hendi sampai selama itu?" tanya Nuning, agak sedikit membuat Arumi kaget.
Aryo mengangkat wajahnya dan menatap ke arah Arumi, setelah mendengar Nuning menegurnya. Diam-diam, ia merasa sedikit cemburu karena Arumi ternyata memperhatikan Hendi.
"Kira-kira Hendi mau pergi ke mana, ya, sehingga mengambil jalan ke arah sana? Setahuku, dulu dia tidak pernah pergi ke arah sana loh," jawab Arumi.
"Gudang beras milik Bapaknya Hendi buka cabang dan Hendi bekerja di sana sejak tiga tahun lalu. Dia jadi sering lewat sini sejak kerja di sana," jelas Nuning.
Arumi pun mengangguk-anggukkan kepalanya, lalu kembali menatap ke arah jalanan. Kedua matanya langsung menatap ke arah rumah gersang milik Narsih dan merasa ada sosok yang tengah menatapnya sejak tadi. Namun saat dirinya mencoba menatap lebih jelas, di rumah gersang itu sama sekali tidak ada apa-apa. Padahal nalurinya mengatakan bahwa ia tidak salah, ketika merasakan adanya tatapan yang terarah kepada dirinya.
"Pasti ada sesuatu di rumah itu. Aku jadi ingin mencari tahu. Sayangnya, aku tidak bisa mendekat ke sana seenaknya karena itu adalah wilayah rumah milik orang lain," Arumi hanya bisa membatin.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
Arwah Jenazah Yang Hilang (SUDAH TERBIT)
Horor[COMPLETED] Pulang ke kampung halaman setelah selesai kuliah di kota lain adalah harapan terbesar Arumi Salsabila, setelah hampir lima tahun merantau demi cita-cita menjadi seorang sarjana. Namun setibanya Arumi di kampung halaman dan terus saja dih...