Verse 2

277 68 30
                                    

Senja menatap Manggala yang menatap kosong laptop di hadapannya. Ia jadi ragu untuk menghampiri sang suami. Namun pada akhirnya, Senja memutuskan untuk mendekati Manggala, menemani suaminya.

"Sayang," panggil Senja yang menghampiri Manggala dengan nampan di tangannya. 

Senja mendudukkan dirinya di karpet di mana Manggala duduk dan meletakkan nampan di tangannya ke atas meja yang sama dengan laptop.

"Aku buatin kamu teh. Ada apel juga buat cemilan kamu," ujarnya dengan ceria. Berusaha menaikkan mood suaminya.

Matanya menatap Manggala yang hanya tersenyum kecil dan mengucapkan terima kasih dengan nada dibuat senang. 

"Mungkin aku bisa jadi pendengar yang baik untuk kamu," ujar Senja menatap ke arah Manggala yang memakan apel tanpa semangat. 

Manggala menghela napas pelan. Tangannya meletakkan garpu untuk memakan apel di atas piring. Matanya menatap kosong teko kecil berisi teh. Tidak ada niatan menatap Senja sama sekali.

"Aku mau ketemu Ibu. Aku mau tau keadaan Ibu sekarang. Kata Rina keadaan Ibu gak membaik," ujar Manggala dengan lemah.

"Ayo pulang kalau gitu. Sekalian Ibu bisa liat calon cucunya," ajak Senja dengan semangat. 

"Aku belum ada tabungan untuk tiket pulang-pergi, Sayang." Manggala menatap Senja dengan nata sayunya, terlihat pasrah.

"Kita kan punya tabungan, Sayang," balas Senja dengan tangan yang meraih tangan Manggala untuk digenggam.

"Tapi itu untuk bayi kita."

Senja menggelengkan kepalanya. "Kita pake uang itu untuk ketemu Ibu. Uang bisa dicari lagi, kita bisa nabung dari awal. Tapi waktu kamu sama Ibu gak akan pernah bisa diulang."

"Senja, ... ."

"Jangan sampe nanti kita ada penyesalan. Aku juga kangen keluarga aku. Mungkin emang ini waktu yang tepat untuk kita ketemu keluarga kita lagi," sela Senja dengan cepat. 

Manggala segera memeluk Senja. "Makasih, ya, Sayang."

.
.
.

Di hari kedua kepulangan Manggala dan Senja, mereka kini berada di ruang rawat inap Ibu Manggala. Ada orangtua dan kakak Senja juga di sana. 

"Jadi ini calon cucu Ibu?" tanya Ibu Manggala seraya mengusap perut Senja. 

"Iya. Prediksi lahirnya di bulan Agustus," balas Senja dengan gembira. 

"Lho, sama kaya Gala berarti?"

Senja terkekeh. "Iya, Bu. Kayanya nanti bakal sama nyebelinnya kaya Gala deh. Malah prediksinya juga tanggal 2."

Ibu Manggala tertawa. "Kembar beda 26 tahun kalau gitu jadinya."

Ruang rawat inap itu terasa hangat. Dua keluarga berkumpul untuk saling bercanda gurau. Saling berbincang satu sama lain untuk menambah kedekatan di antara mereka. 

Tidak sadar jika malam pun tiba. 

Manggala dan Senja pun ke luar rumah sakit untuk membeli makanan yang akan disantap bersama. Keduanya menikmati waktu singkat tersebut untuk mengenang beberapa hal bersama sebelum akhirnya menikah.

"Sayang," panggil Senja saat mereka sudah memasuki mobil untuk kembali ke rumah sakit. 

Manggala menatap Senja setelah memasang sabuk pengamannya. "Kenapa?"

"Kamu mau tidur di rumah sakit?"

"Boleh?"

Senja tersenyum lembut. Pertanyaannya tepat sasaran. Kepalanya pun mengangguk. "Boleh. Nanti aku pulang sama Bunda dan Ayah supaya kamu punya waktu sama keluarga kamu."

Sempurna  ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang