6. Culture Shock

866 79 20
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Yazan duduk terdiam di ruang makan, bersama dengan kedua orang tuanya, Dimas dan pria asing yang disebut 'Abang' itu juga duduk disampingnya. Yazan tidak berkutik, mengingat pria yang datang membuka pintu tanpa salam dengan tatapan menyeramkan itu, lalu menembaknya dengan pertanyaan yang tidak terduga, "lu siapa?" —itu masih teringat dibenak Yazan sampai saat ini.

Matanya sedikit melirik pria yang di sebut Abang itu. Namun saat lirikannya tertangkap basah oleh pria itu, dia pura-pura seperti tidak melihat siapapun disana. Sungguh, si abang yang tidak tahu siapa namanya itu beneran cerem!

Malam ini, pertama kali, semuanya berkumpul makan malam. Biasanya, hanya ada Dimas dan Yazan. Yang terkadang Mami dan Papi menyempatkan melakukan video call dengan Yazan. Hanya sebentar. Setelah itu, Mami dan Papi kembali bekerja.

Yazan terlihat senang karena semuanya berkumpul, walaupun ada sosok pria asing yang beneran Abang atau bukan itu. Sebenarnya, Yazan takut. Tapi, kalau masalah makanan dia tidak akan takut lagi dengan pria itu. Yang ada Yazan malah makan dengan lahap tanpa memperdulikan pria itu yang kini sedang mengamatinya diam-diam.

Kali ini iris mata Zayan beralih ke sekitarnya. Dia memandang satu-persatu orang-orang dihadapannya. Seperti tidak perduli dengan kepulangannya.

"Ini pada nggak seneng apa Zayan pulang kesini?"

Hening.

Semuanya sibuk dengan makanannya masing-masing, membuat dia mendengus sebal. Awalnya Papi sempat melirik pada Zayan, dia mengulum senyumnya. Sedangkan Mami tidak perduli sama sekali, dia begitu menikmati makanan yang sudah dimasak oleh Dimas —Adik kandungnya. Jarang-jarang kan makan masakan Dimas.

"Ini Zayan loh.. anak ganteng Mami sama Papi pulang." Zayan kembali bersuara.

Lantas mami melirik Zayan sebentar, kemudian dia melanjutkan makannya, mengabaikan Zayan —si anak sulung yang terlupakan sejenak itu. Sedangkan Papi, masih mengulum senyumnya. Dia melirik Mami yang sibuk dengan makanannya. Juga melirik si kecil yang sedari tadi mengunyah ayam pahanya dengan susah payah.

Namun berbeda dengan Dimas, dia berdecak mendengar Zayan yang masih berharap diakui keberadaanya itu. Dia menunjuk Zayan dengan sendok. "Ya siapa suruh lo kabur dan nggak pulang-pulang selama empat tahun?" Dimas bersuara. "Yang ada semua orang lupa punya anak kaya lo."

Zayan berdecak. Dia menyandarkan punggungnya dikursi yang ia duduki, sesekali matanya melirik Yazan yang masih asik makan dan tidak terganggu lagi dengan kedatangannya. sedangkan dirinya kehilangan selera makannya.

"Ya kan ada alasannya."

"Apa?" Papi bertanya. "Alasan karena nggak mau punya adek?"

Zayan terdiam, dia sibuk memainkan sendok makannya. Lagi. Dia melirik anak kecil di sampingnya yang kini juga ikut meliriknya.

Dunia YazanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang