Bagian Empat

7.1K 44 1
                                    




Celine menjadi pendiam, menangisi kebodohannya semalaman hingga matanya bengkak tidak akan pernah bisa merubah bahwa dia berada dibawah ancaman Jeffry, tidak akan membuat videonya terhapus seketika diponsel cowok itu.

Celine bersiap ke kampus dengan wajah sembab, sepulangnya dari apartemen Jeffry dia terus menangis dimobil, memukul dirinya sendiri yang terasa kotor dan hina.

Vina mengeluarkan 5 koper besar, wanita itu telah menggunakan pakaian rapi, "Celine, kamu lagi marahan sama Jeffry?" tanyanya.

Celine menggeleng pelan, "enggak Mah, ini aku habis nonton drama korea."

Vina mengangguk tanpa merasa curiga, karena Celine memang sering menonton drama korea sambil menangis-nangis.

"Mama mau berangkat hari ini, kamu baik-baik ya di rumah, kalau ada apa-apa telepon Mama atau kakak," pesan Vina pada anak bungsunya.

Celine melangkah merentangkan tangannya untuk memeluk Mamanya, Vina memang sering keluar negeri untuk mengurus pekerjaannya disana, kerap kali Vina tinggal berbulan-bulan lamanya dan hanya mengunjungi Celine sebulan sekali jika wanita itu sempat. Sedangkan, Kakak Celine tinggal di Kanada serta istri dan anaknya disana, Bryce menikah dengan wanita berkebangsaan Kanada dan membuatnya menatap disana.

Celine mengangguk, "iya Mah."

"Itu kayaknya grabcar Mama udah ada di depan," cetus Vina saat mendengar suara klakson dari arah depan.

Celine membantu Mamanya mengeluarkan koper-kopernya, sebelumnya Vina sudah mengatakan pada Celine kalau beliau akan kembali ke Australia hari ini.

Celine melambaikan tangannya saat mobil tersebut melaju. Bersamaan dengan itu mobil milik Jeffry berhenti di depan Celine mengacaukan rencananya yang hendak mengendarai mobil sendiri.

"Ayo sayang," ucap Jeffry saat menurunkan kaca jendela mobil.

Celine membuang nafasnya kasar, "tunggu aku ambil tasku."

Di dalam mobil Celine hanya diam, tidak bersuara sama sekali.

"Mama kamu udah ke Australia lagi ya?" Celine mengangguk sebagai jawaban.

"Kamu takut sama aku, sayang?!" tanya Jeffry sedikit menaikkan intonasi suaranya.

Celine menggeleng panik, "e e-eenggak kok, sayang," elaknya tergagap.

Jeffry menyeringai tipis lalu menjulurkan tangannya diatas puncak kepala Celine, mengusapnya lembut lalu turun ke paha cewek itu. Celine tentunya sangat risih, ingin menepis jemari Jeffry tapi dia sangat takut untuk melakukan itu.

Jeffry mengelus paha Celine yang dilapisi celana kain, jemarinya kian naik mengerayangi perut Celine lalu berhenti tepat digumpalan payudara Celine dan meremasnya pelan.

Celine tersentak lalu mendorong tangan Jeffry, "kamu lagi bawa mobil, nanti kita bisa celaka," ucap Celine.

Jeffry menoleh dengan tatapan tajam, "memangnya aku peduli kita lagi ngapain? Kalau aku mau berarti kamu harus siap saat itu juga!" bentaknya kasar.

Celine menahan nafasnya, air matanya runtuh saat itu juga.

"Kamu menangis, Celine?" tanyanya penuh penekanan.

Celine bergerak cepat menghapus air matanya, "enggak kok," lirihnya.

Jeffry menarik sudut bibirnya lebar, "nah gitu dong, ini baru pacarku."

Celine menahan rasa sakit hatinya, menahan air matanya mati-matian hingga matanya memerah, bahkan membuat tenggorokannya sakit.

"Jadi, kalau aku mau kamu harus siap kapanpun dan dimanapun," jelas Jeffry dengan gamblangnya tanpa memikirkan perasaan Celine, "aku nggak terima penolakan dalam bentuk apapun!"

Hopeful Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang