MINA

90 19 8
                                    

Suster Theresa tengah berlari tergopoh-gopoh tepat saat lonceng dari katedral berbunyi. Ia berlari menjauh dari Klein Klooster, sambil memegang erat lampu petromax di tangan kirinya. Perempuan Ursulin paruh baya itu tak menghiraukan tatapan heran dari para suster lain dan murid-murid yang memandanginya.

Sejak ia menemukan hal itu, pertanyaan siapa dan apa, serta mengapa, lalu bagaimana, mendengung di dalam kepalanya, menghantui seperti kisah-kisah hantu yang diceritakan oleh para inlander.

Dari Klein Klooster yang berada di Postweg, Suster Theresa kini sudah sampai di ujung barat daya di sebuah persimpangan, tepat di depan Taman Wilhelmina. Di sana berdiri sebuah bangunan salib raksasa yang digunakan sebagai sebuah katedral.

Napas Suster Theresa tersengal-sengal saat ia menemui Pater yang kebetulan sedang menunggu jemaat di depan pintu katedral.

"Ada apa? Ada apa? Kenapa panik begini?" tanya Pater itu dengan bahasa Belanda.

"Ada ... ada ...!" Suster Theresa menunjuk Klein Klooster berulang-ulang.

"Ada apa?" tanya sang Pater kembali, sambil berusaha menenangkan Suster Theresa.

"Kaki!! Ada kaki!"

"Hantu? Kamu lihat hantu kaki?" tanya Pater itu.

Suster Theresa menggeleng kuat-kuat, tubuhnya bergetar, air matanya pun tumpah.

"Kaki manusia!" Perempuan itu menangis sesenggukan, tepat saat sebagian suster dan murid-murid telah berdiri di belakangnya.

Pagi hari yang menyegarkan di Batavia, seketika berubah mencekam saat itu juga.

*

"Cor Jesu Abundat Et Superabundet Omnibus Donis In Quo Latent Omnis Beatitudinis Thesauri." Dirman membaca tulisan yang ada di dinding panti imam, tanpa ia tahu bagaimana cara pelafalan dan apa artinya.

Selama ia kecil sampai sekarang menjadi anggota kesatuan kepolisian, ia hanya tahu bahasa Belanda, sementara tulisan itu rasanya sangat asing, baik di mata maupun di lidahnya.

Ia yang tadi menengadah, segera menunduk, ke sebuah potongan kaki buntung yang ada di lantai kapel.

"Dirman."

Dirman segera berbalik dan memberi hormat kepada atasannya yang datang mengunjungi kapel.

"Siapa yang tega melakukan hal seperti ini?" tanya lelaki berkebangsaan Belanda itu.

Sepotong kaki manusia ditemukan pagi ini di kapel kecil Ursulin oleh dua orang suster. Segera setelah penemuan itu, kedua suster tersebut segera berlari ke arah yang berlawanan. Yang pertama adalah Suster Bella, ia berlari ke arah kantor satuan kepolisian. Yang kedua adalah Suster Theresa yang berlari ke arah katedral dan berbicara dengan Pater.

Polisi datang sekitar tiga puluh menit kemudian untuk mengidentifikasi sepotong kaki kanan yang kaku dan pucat di lantai kapel, sangat kontras dengan suasana kapel yang didominasi oleh warna-warna lukisan fresco yang cenderung gelap.

"Selain mayatnya sudah kaku, ujung potongan di kaki tidak mengeluarkan darah. Dugaan saya, korban dibunuh di tempat lain dan di hari yang berbeda. Ada indikasi bahwa kaki ini sempat dicuci dengan air bunga."

"Anggota tubuh yang lain?"

"Tim sedang melakukan penyisiran—"

Tiba-tiba saja seorang polisi masuk ke arah kapel dengan panik. Dirman dan atasannya segera berbalik ke arah perwira tersebut.

"Satu tangan ditemukan di Taman Wilhelmina!"

Segera setelah itu, kepolisian segera memecah tim, sebagian besar difokuskan untuk menyisir kompleks susteran sampai ke katedral, sebagian lain mencari data-data orang hilang yang dilaporkan, sebagian lagi berada di Taman Wilhelmina.

GenFest 2023: Classic x ThrillerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang