episode satu 🍒

5 0 0
                                    


Di atas ranjang rumah sakit, seorang gadis bernama Enzi terbaring lemah dengan perban di kepalanya. Sudah empat hari berlalu sejak kecelakaan di tangga, dan selama itu pula Enzi terus merengek pada Bundanya untuk segera pulang.

"Bunda, Enzi mau pulang. Di sini bau obat, nggak enak. Lagi pula, Enzi sudah baikan." rengek Enzi, suaranya lembut, namun penuh tuntutan. Bundanya, yang duduk di sofa sembari mencelupkan biskuit ke dalam teh, tampak lebih fokus pada sinetron kesayangannya, "Cinta Tanpa Karena".

"Enzi, jangan berisik, Bunda lagi fokus nih. Liatin aja tuh si Melati, kasihan kan di drama ini dia ditinggalin suaminya," desis Bunda, mencoba menenangkan rengekan Enzi tanpa benar-benar memberikan perhatian.

Enzi mendesah frustrasi, merasa diabaikan oleh Bundanya. Namun, perhatian Enzi segera teralihkan oleh suara pintu kamar yang terbuka. Wajahnya seketika cerah, matanya berbinar ketika melihat siapa yang datang.

"Bumi!" teriak Enzi senang, langsung melompat turun dari ranjang tanpa mempedulikan selang infus yang menempel di tangannya. Dia berlari ke arah kekasihnya.

Namun sebelum Enzi bisa mendekat, Bunda sudah bangkit dan berjalan cepat menuju Bumi. "Eh, calon mantu Bunda datang," seru Bunda dengan penuh semangat, langsung memeluk Bumi erat-erat.

"Bunda..." Enzi hanya bisa terdiam, bingung antara kesal dan cemburu. Ia merasa seperti tak dianggap. Bunda bahkan menjadi penghalang antara dia dan Bumi, yang kini sudah duduk manis di samping Bunda.

Enzi mendengus, jelas tak senang dengan situasi ini. Dia mengambil bantal di sampingnya, lalu membantingnya dengan kesal.

"Bumi, sini, Nak, duduk  disamping Bunda. Jangan duduk di sana, nanti Enzi mulai berulah seperti ulat keket, kamu bisa-bisa ikut jadi ulet keket juga. " ujar Bunda menarik tangan Bumi ke sofa di samping nya, Bumi hanya patuh tanpa memperdulikan teriakan Enzi. Padahal dia tau sendiri jika kekasih nya itu dalam keadaan sakit eh malah di tinggal.

Enzi merenggut, menatap jari-jarinya dengan kesel sambil membanting bantal disampingnya.

"Ihh.. bunda itu pacar Enzi bukan pacar bunda, nanti Enzi aduin papa loh kalau bunda selingkuh" ancam Enzi pada bunda.

Bunda tertawa kecil mendengar ancaman anaknya. "Dasar tukang ngadu! Yaudah, ini Bumi Bunda kembaliin. Lama-lama Bunda ga kasih restu juga" ujar Bunda setengah bercanda, membuat Enzi semakin merengut.

"Ayo, Bund! Jangan kasih restu biar si curut ini tahu rasa," sahut Abang Ragil, menambah bumbu kehebohan situasi.

"Abang nggak usah ikut campur! Ini urusan rumah tangga aku sama Bumi, nggak ada hubungannya sama Abang!" Enzi menjawab ketus sambil melemparkan tatapan tajam pada Ragil, yang hanya tertawa puas.

Melihat Enzi semakin gusar, Ragil kemudian memberi kode kepada Bumi. "Samperin aja tuh, Bro. Liat, infusnya bisa copot kalau dia terus berontak kayak gitu."

Bumi menghela napas panjang, kemudian berdiri dan berjalan mendekati Enzi. Ia duduk di sampingnya, dan tanpa berkata apa-apa, langsung memeluknya. Enzi membalas pelukan itu dengan erat.

"Bumi, kok kamu bisa di sini?" tanya Enzi, suaranya sedikit melunak.

"Bunda," jawab Bumi singkat, seperti biasa, dengan kalimat seadanya.

"Hah? Bunda yang kasih tahu kamu kalau aku di rumah sakit?" Enzi bertanya lagi, kali ini menatap Bumi dengan mata besar penuh penasaran.

"Hm," jawab Bumi, tak menambahkan penjelasan apa pun lagi. Enzi hanya bisa menghela napas. Selama lebih dari setahun pacaran, ia sudah hapal dengan sikap dingin dan irit bicaranya Bumi. Bagi Bumi, lebih baik berbicara secukupnya daripada harus menjelaskan panjang lebar.

Dibawah Gerimis RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang