Kembali mengingat masa lalu, ibu keluar dari rumah memohon kepada pria separuh baya itu. "Saya akan bayar, tapi kasih saya kesempatan satu bulan lagi untuk melunasinya."
Satrio terkekeh. "Tidak ada lagi kesempatan. Pokoknya saya sudah tidak terima. Saya mau sekarang, apapun jaminannya!"
Ibu tidak punya pilihan lain kecuali aku dan rumah ini.
"Ambil saja anak saya, Satrio. Rawat dia, jangan sakiti anakku. Tapi kasih aku waktu untuk mencari uang agar melunasinya, Satrio. Lalu kembalikan anakku." Itu pilihannya. Paman Satrio setuju menerima jaminan ibu.
"Saya kasih kesempatan sampai besok, kalau tidak ada, jangan harap anakmu kembali" ucapnya lalu membawaku pergi meninggalkan ibu yang sedang berdiri tanpa ada lagi harapan.
Sepanjang perjalanan, siang dan malam, aku menangis meminta untuk pulang kepada ibu. Tapi paman Satrio terus menyuruhku diam tanpa ada rasa kasihan melihatku.
Mengingat kembali cerita itu rasanya memang menyedihkan, bukan? Disaat aku masih kecil menginjak kelas lima sekolah dasar, aku dan ayah sudah di beri cobaan yang berat.
Di esokan hari, kabar ibu tidak ada apa lagi menelpon paman Satrio kalau uang membayar utang sudah ada. Aku menangis lagi dan berteriak karena tidak ingin disini.
Seminggu berlalu, aku bukan lagi gadis kecil yang terus menangis Sepanjang siang dan malam. Kegiatanku sehari-hari adalah membersihkan rumah paman. Aku tidak menganggap paman lagi sebagai orang jahat. Dia merawat aku seperti anaknya, membelikan apa yang aku butuhkan.Tapi di esok harinya, ia menyuruhku mengikuti pergi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Rindu Yang Terbendung
Historia CortaGadis kecil bernama Arini sudah mempunyai takdir yang sulit ketika masih berumur sepuluh tahun. ia anak yang miskin sekaligus anak yatim.Tetapi ibunya punya hutang banyak dan butuh waktu sebulan untuk melunasinya. Tidak ada pilihan, akhirnya Arini l...