Chapter 5

4 1 0
                                    

Cassie mulai tersadar setelah ia pingsan berjam-jam lamanya. Badannya terasa sangat sakit dan sebelah pergelangan tangannya di ikat menggunakan rantai besi, persis seperi macan tutul yang baru saja ditangkap dari alam liar.

Setelah kesadarannya terkumpul sempurna, ia kembali mengingat apa yang terjadi sebenarnya terhadap dirinya. Pasti ia akan meregang nyawa disini dan tidak ada satupun orang yang mampu menolongnya selain dirinya sendiri.

Ia sebenarnya tidak menderita sebegitu parahnya, walau ia terikat oleh rantai besi, ia ditempatkan di atas tempat tidur dengan ranjang empuk serta pakaiannya masih sangat lengkap kecuali sepatu yang ia kenakan tadi.

Terdengar suara shower yang baru saja dimatikan, jantung Cassie berdetak dengan kencang. Entah Garren atau Lui yang akan keluar dari bilik pintu tempat suara shower berasal.

Sreeeeet....

Pintu itu tergeser dengan lembut dan menampakan seorang pria yang tak asing lagi bagi Cassie, yaitu Garren. Ia keluar hanya dengan menggunakan handuk yang melilit dipinggangnya. Itu cukup membuat Cassie yakin ia akan diperkosa oleh pria ini secepatnya. Rambut yang basah serta kulit putihnya sempat membuat Cassie terkesima beberapa detik sangat tampan untuk disia-siakan.

"Ka... kauuuu. Jangan macam-macam" kata Cassie dengan gugup, "Akuu akan teriak jika kau mendekat" sambungnya lagi.

Garren memberikan senyum mengejek, "besarkan dulu payudaramu, ukuran sekecil itu tidak akan membuat aku tergoda".

Bagai disambar petir, ejekan itu cukup membuat Cassie malu. Ia segera menyilangkan tangannya tepat dibagian dada.

"Akuu ingin pulaang.. kumohon lepaskan akuu. Aku tidak akan mencampuri urusanmu lagi" kata Cassie sambil memberikan tatapan memelas pada Garren.

Garren tidak menghiraukan perkataan Cassie. Ia memilih membalikan badannya dan membuka lemari pakaiannya.

Cassie segera menyadari apa yang ingin dilakukan lelaki itu. Secara refleks, Ia langsung memalingkan wajahnya. Takut-takut jikalau ia akan terpesona dengan apa yang akan dia lihat.

Suara sangat sunyi, baik Cassie maupun Garren tak memulai pembicaraan apapun.

Setelah Garren selesai berpakaian dan menyisir rambutnya dan ia bergegas mengambil langkah untuk keluar ruangan, "kau tunggu disini. Jangan mencoba kabur sama sekali, atauu...."

Cassie mengerenyitkan dahinya, "atau apa?"

"Atau kupastikan kau benar-benar terbunuh" kata Garren. "aku ingin memanfaatkan perkara ini, jadi ada kesepakatan yang ingin aku bicarakan" sambungnya.

Cassie menelan ludah, nyawanya serasa memang benar-benar tidak aman.

Samar-sama Cassie mendengar suara berisik ketika pintu dengan akses kartu itu terbuka. Itu bukan seperti suara kumpulan pria yang sedang mengobrol, tetapi suara dentuman musik yang cukup keras ditambah dengan suara riuh orang-orang yang sedang berpesta.

----

Garren keluar dari kamar pribadinya dan melangkah menuju lift. Itu bukan rumah, tetapi club ternama milik keluarga Meadowbrook yang letaknya ditengah-tengah kota metropolitan itu.

Ia segera memencet tombol lift agar turun ke lantai yang lebih rendah dan menuju ke ruangan VIP dengan bilik-bilik kedap suara. Disana telah menunggu beberapa pria yang usianya setara dengannya, mereka adalah teman-teman Garren yang telah bersahabat dengannya dari kecil. Ada Ben, Leonard, dan satu lagi adalah Lui.

"Hei heiiii, kemarilaah" Ucap Leonard sambil memberikan segelas whisky kepada Garren.

"Hahahahaha, bagaimana dengan gadis itu? Apa dia sudah sadar?" tanya Lui sambil tertawa terbahak-bahak.

Garren terkekeh, "Yeaah, sudahh. Wajahnya ketakukan"

Garren tidak sengaja merencanakan penculikan ini, namun ia telah lebih dulu mengenal wajah itu jauh sebelum pertemuan dengannya di toserba beberapa waktu lalu.

Waktu itu ia melihat Cassie mengemis dengan wajah memelas agar ia bisa diterima bekerja di Comach. Namun sayang, walaupun berwajah cantik dan manis itu tidak akan cukup sebagai alasan ia bisa bekerja disana. Sebagai karyawan yang bekerja di hiburan malam kelas atas, Garren mematok peraturan dan syarat yang cukup tinggi bagi orang-orang yang mau bekerja disana. Lihatlah badan Cassie yang ramping dan wajahnya seperti lugu dan polos, itu tidak akan membuat pelanggan berdatangan ke bar tersebut.

Namun, hal yang membuat Garren begitu tertarik untuk berdekatan dengan Cassie adalah karena Cassie menyukai kucing, itu pikirnya. Karena pada saat itu ia melihat Cassie memunggut kucing jalanan yang hampir mati di depan bar miliknya. Berhati mulia sekali gadis itu.

"Kau benar-benar berniat ingin membunuhnya?" tanya Ben. Ben orangnya cukup cuek dan tidak suka membuat masalah, berbeda dengan Garren, Lui, dan Leonard yang selalu bertingkah.

"Entahlah, mungkin jika ia kabur dan mencoba melaporkanku. Mungkin aku akan benaar-benar membunuhnya" ucapnya sesaat setelah ia menengguk minuman beralkohol di tangannya. "aku butuh teman, aku ingin punya hiburan" sambungnya.

"Kau kekurangan wanita seksi? Aku bisa carikan" tanya Leonard

"Tidak, tidak perlu." balas Garren. Bahkan sejujurnya, Garren tidak tahu mengapa ia menculik Cassie.

MIDNIGHTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang