Chapter 6

7 1 0
                                    


Selain menjadi pemilik bar, Garren memiliki pekerjaan sampingan. Pekerjaan sampingan yang ia miliki cukup membuatnya menjadi pria kaya raya.Bersama Ben, Lui, dan Leonard, ia membuka bisnis yang terbilang cukup menjadi prioritas mereka bertiga.

Di kota tersebut, sangat sulit untuk mendapatkan senjata api dengan cara ilegal. Ada banyak berkas yang harus dipersiapkan untuk mendapatkan 1 buah senjata, yaa, setiap orang hanya boleh mendapat satu senjata. Dengan adanya bisnis ini, Garren dengan mudah menjual senapannya kepada para kriminal. Bukan hanya dikota tersebut, namun permintaan senjata sering datang dari beberapa daerah dipelosok desa.

Mesin penghitung uang terus berbunyi, masih diruangan yang sama, Garren dan Lui yang ditemani seorang gadis seksi sibuk menghitung uang, sedangkan leonard dan Ben, pergi mengecek persediaan senjata di gudang tersembunyi milik mereka.

Garren terlihat agak tersenyum dan Lui memperhatikannya.

"Tidak biasanya kau tersenyum saat melihat uang" ujar Lui sambil menuangkan whisky di gelas miliknya.

Seketika wajah Garren menjadi kaku karena ia merasa tertangkap basah.

"Sesekali boroskan uangmu, mengapa kau berhemat di usia muda. Nikmatilah hasil kerja kerasmu" ucap Lui

"Aku membeli sesuatu yang aku perlu, jika tidak perlu, kenapa aku harus membelinya?" kata Garren yang matanya masih sibuk merapikan setumpuk uang.

"Sttt, bukan itu maksudku" ucap Lui. Lelaki itu menyilangkan kakinya dan mencondongkan tubuhnya kepada Garren, "Leonard. Maksudku seperti Leonard"

Melihat Garren yang tidak menjawab, Lui coba merayunya lagi, "ayolah, kau tak sebodoh itu untuk mengerti maksudku"

"Lalu kau mau aku bagaimana?" jawab Garren mulai ketus. "Aku tidak mau, mereka perempuan-perempuan munafik. Hanya mengincar uang yang kita miliki"

"Heiii dengar kawan, itulah fungsi uang kita" balas Lui.

"Aku ingin hubungan yang saling menghargai"

"wow wow, kau terlalu kotor untuk mendapatkan itu. Hidup dengan santai dan nikmati apa yang bisa kau nikmati"

Garren mulai menyalakan rokoknya, ia merasa sangat jengah dengan pembicaraan yang dimulai oleh Lui.

"Lagipula lihatlah ibumu, dia hanya mengincar uang bukan?" ucap Lui.

Asap nikotin itu terasa tertahan di tenggorokan Garren. Ia tidak suka jika ibunya berulang kali dijadikan perbandingan"

"Lui, kau tahu? Itu berbeda" ujar Garren dengan nadaa penuh tekanan.

Sepertinya Lui adalah pria tidak peka, ia pun menjawab, "semua orang tahu bahwa ibumu tidur dengan banyak pria kaya"

Baru saja Lui selesai bicara, satu bogeman tepat mendarat di hidungnya membuat wajah Lui awalnya agak condong kini terdorong kebelakang. Wanita itu menjerit dengan suara melengking saking terkejutnya.

"I'm sorry, I'm sorry. Kau jangan semarah itu. Aku hanya ingin kau sedikit sadar" ujar Lui.

Garren segera beranjak dari sana, keluar dari ruangan itu dengan amarah dihatinya.

---

Cassie kelaparan. Ia tidak tahu pasti berapa lama Garren meninggalkannya dengan posisi terikat seperti ini. Ia sangat ketakutan, pergelangan tangannya memerah hingga menimbulkan luka memar. Berulang kali ia ingin melepaskan rantai itu dengan paksaan, tetapi tetap saja tidak berhasil. Ia hampir menyerah akan hidupnya.

Suara akses pintu cukup mengagetnya Cassie. Jantungnya berdetak sangat kuat sampai-sampai ia merasa kesulitan bernapas.

Itu Garren, masih dengan raut marahnya. Ia segera pergi ke toilet dan membasuh seluruh kepalanya, berharap itu mampu mendinginkan pikirannya.

Tidak ada suara apapun kecuali suara air mengalir. Bahkan suara rantai besi pun tak terdengar.

Sreeeet... Terdengar suara pintu toilet digeser.

Tak lama dari itu, terlihat Garren keluar dengan rambut basahnya. Beberapa detik mereka saling bertatap-tatapan.

Tanpa berkata sepatah katapun, Garren kembali meninggalkan ruangan yang hanya menyisakan Cassie seorang diri saja.

Lelaki itu pergi ke kamar seberang, yang tampilannya tidak jauh berbeda dari kamar sebelumnya. Ia merebahkan diri disana, seperti orang yang sangat kelelahan.

Wajah ibunya kembali membayanginya. Bagaimana senyumnya, bagaimana cara merangkulnya, bagaimana raut wajah ibunya ketika memarahinya dan banyak lagi.

_"Kau tahu, kau harus bisa menjadi laki-laki yang dapat mengerti dan membahagiakan wanita"_

Ucapan ibunya kala itu masih cukup jelas di ingatannya. Ia tahu, bahwa ibunya bukanlah orang suci, tapi bukan berarti ibunya adalah orang jahat. Dengan kerja kerasnya, wanita itu mencoba menghidupi anaknya seorang diri. Garren sadar sedari kecil, bukan hal mudah untuk membesarkan seorang anak tanpa sosok orangtua dan suami. Itu sebabnya, bagaimana pun latar belakang dan masa lalu ibunya, ia tidak pernah sekalipun membencinya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 10, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MIDNIGHTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang