Drama Warisan

446 46 24
                                    

Semua diubah. Kecuali cast tokohnya. Semoga kali ini nggak macet di jalan lagi idenya. Selamat membaca!

Kalau saja bukan demi warisan, Evelyn tidak akan sudi menginjakkan kaki di kota Malang.

Telepon dari Bude Salma seminggu yang lalu telah berhasil mengubah keputusan gadis dua puluh tiga tahun itu soal bepergian ke kampung halaman almarhum orang tuanya yang selama ini selalu dianggap jauh dari peradaban.

Dan semua berawal dari pembicaraan terkait warisan peninggalan sang nenek yang berjumlah total tak kurang dari sepuluh miliar rupiah.

Ya. Sepuluh miliar rupiah, hanya diberikan kepada Evelyn Wiratama seorang. Cucu kesayangannya.

Nilai itu yang akhirnya membuat Evelyn langsung memesan tiket pesawat dan mengemas koper. Lalu terbang ke kota di ujung timur-selatan pulau Jawa dengan hati dipenuhi sukacita setelah memutuskan resign dari tempatnya bekerja sebagai kasir di sebuah salon kecantikan ternama.

Evelyn bertekat untuk ikhlas mengurus seluruh perkebunan teh, kopi, beserta pabriknya jika semua resmi menjadi atas namanya.

Seakan lupa mempertimbangkan bahwa tidak ada satu pun anggota keluarganya bergembira atas keputusan egois sang nenek terkait tata cara pembagian warisan tersebut.

Kunto dan Salma selaku anak kandung jelas keberatan.

Mereka semua juga memiliki anak yang terhitung sebagai cucu kandung Cecilia Wiratama yang baru saja dikebumikan dua pekan lalu.

Jadi mengapa hanya Evelyn Wiratama yang berhak mendapatkan semua harta berharga itu?

Apa mentang-mentang orang tuanya sudah tiada, jadi Evelyn dianggap paling malang dan butuh dikasihani dengan memberinya seluruh harta kepunyaan Cecilia?

Gadis itu pun toh tak pernah ikut bersusah payah mengurus perkebunan teh yang dimiliki keluarga besar Cecilia yang selama ini diwariskan secara turun-temurun oleh nenek buyutnya.

Jadi mengapa malah Evelyn yang ditunjuk untuk jadi penerusnya?

"Aku rela menghabiskan sabarku untuk menghadapi kebencian ibu kamu. Apa pun kulakukan demi bisa membuatnya senang, terutama di masa-masa terakhirnya. Jadi kenapa dia bahkan nggak ingat memasukkan nama anak lelaki sulungnya sebagai penerima warisan?" Luluk berkeluh.

Selama ini, dia memang bukan menantu kesayangan, bahkan cenderung tak pernah dianggap.

Cecilia merupakan wanita yang amat dingin. Jangankan kepada menantu. Sekalipun kepada anak-anaknya, dia tidak pernah menunjukkan perasaan sayangnya yang begitu istimewa selayaknya orang tua lain--normal--di dunia ini.

Tidak ada yang pernah tahu bagaimana isi hati wanita itu sebenarnya. Sampai akhirnya surat wasiat itu dibacakan oleh pengacara keluarga di depan seluruh anak keturunan Cecilia--kecuali Evelyn--ditemani beberapa saksi.

"Kita harus melakukan sesuatu kalau nggak mau gigit jari." Salma, adik iparnya, menimpali tak kalah pening.

Dua keluarga yang sedang sama-sama merasa di ujung tanduk itu kini sedang kompak mengadakan pertemuan darurat di ruang kerja almarhumah sang ibu di kediamannya.

Kunto Wiratama adalah putra sulung Cecilia yang menikah dengan Luluk Ayudia dan dikaruniai dua orang anak laki-laki; Radika dan Rudian Wiratama.

Sedangkan Salma Wiratama merupakan anak kedua dan satu-satunya anak perempuan Cecilia yang menikahi pria mokondo bernama Prawiro Hajim, dan memiliki satu anak lelaki yang selalu dibanggakan meski adatnya tak jauh berbeda dari sang ayah, bernama Gustav Wiratama.

Mereka yang sebelumnya jarang akur, sekarang mendadak rukun dan sudi berkumpul demi misi yang sama. Meninggalkan cucu menantu satu-satunya yang dimiliki keluarga Wiratama, Kenes Anindya--yang merupakan istri dari Radika--dalam rapat keluarga itu.

"Jadi gimana kalau kita atur strategi supaya Evelyn nggak bisa mendapatkan haknya?" Gustav memberikan usulan.

Dan berhasil menarik atensi semua mata di sana.

"Kamu punya rencana apa?" Kunto menimpali malas.

Dia tidak bisa terlalu berekspektasi kepada kemenakan yang selama ini selalu dianggapnya urakan dan tak pantas jadi anggota keluarga. Sama seperti halnya sang ayah yang mokondo itu.

"Kita singkirkan dia." Gustav menatap tajam setiap mata yang memandangnya.

Dan entah kerasukan setan dari mana, tiba-tiba saja ide jahat Gustav mendadak terdengar sangat brilliant di telinga semua orang.

*

Setelah rapat itu disepakati bersama, begitu tiba hari kedatangan Evelyn di kota Malang, Rudian dan Gustav langsung menjemputnya seperti keluarga yang amat perhatian.

Meski sudah lama tak pernah saling bertemu, tepatnya semenjak kedua orang tua Evelyn meninggal dalam sebuah kecelakaan lima tahun lalu, Gustav dan Rudian menyambutnya tanpa canggung.

Bahkan mereka bertiga masih sempat untuk menikmati makan malam bersama di sebuah restoran dekat bandara.

Obrolan ringan antara sesama sepupu itu mengalir begitu saja di antara ketiganya.

Mengikis habis sisi waspada Evelyn yang sebenarnya diam-diam merindukan kehangatan dari keluarga almarhum sang papa.

Hingga tiba saatnya untuk pulang menuju rumah sang nenek, yang harus ditempuh dengan meninggalkan bagian kota dan masuk ke wilayah hutan belantara yang masih sunyi sepi.

Rudian mendadak menghentikan mobil di tengah jalan yang lengang lagi gelap. Serta hanya ada penerangan lampu dari mobil mereka saja di tempat itu.

Kemudian, Gustav mengeluarkan sebuah kunci inggris besar dari dalam dashboard.

Mengubah suasana dalam hitungan detik, yang tadinya membuat Evelyn tetap tenang meski jalanan di sana sepi karena dia dalam penjagaan dua sepupu lelakinya, serta-merta berubah jadi mencekam selayaknya dalam sebuah film horor.

"Kenapa kita berhenti di sini?" Gugup Evelyn sembari salah satu tangannya bersiap mencengkeram bagian handel pintu. "Rumah nenek masih jauh dari sini, kan?"

"Kita berhenti di sini karena sekarang permainan sudah selesai, Nona Jakarta." Rudian menyeringai dalam keremangan pantulan sinar lampu bagian depan mobil. "Rumah nenek memang masih jauh, tapi tempat ini akan menjadi rumah kamu mulai sekarang."

"Ma-Maksudnya, apa?" Evelyn gagal menyembunyikan suara gagapnya. Bergantian memandangi Rudian dan Gustav yang kedapatan mengangkat kunci inggrisnya sejajar kepala.

"Maksudnya adalah, tempat ini akan menjadi kuburan kamu, sepupu Cantik."

Kedua pemuda di kabin depan itu cekikikan setelahnya. Kemudian tanpa aba-aba, mereka bergegas turun dan menyeret Evelyn keluar secara kasar.

"Tunggu! Kenapa kalian melakukan ini?" Evelyn yang panik terus berontak.

Setengah masih tidak percaya kalau dua sepupunya akan tega berbuat begini padanya.

"Karena kamu membuat kami seolah nggak pernah ada di dunia ini." Rudian menyentak tangan Evelyn yang hampir lolos dari cengkeramannya. "Kami yang susah payah cari muka di depan nenek selama bertahun-tahun. Melakukan semua yang dia perintahkan meskipun nggak suka. Tapi apa akhirnya, dia malah ngasih semua warisannya ke kamu dan nggak menyisakan sepeser pun untuk kami!"

"Karena itulah sekarang kami akan membuat isi wasiatnya berubah. Kamu, akan dicoret dari daftar penerima warisan sebab malam ini kamu akan menghilang di hutan ini." Gustav menimpali bengis sembari mengangkat kunci inggris di tangannya dan mengambil ancang untuk diayunkan ke kepala Evelyn.

Namun gadis yang lebih pendek itu berhasil mendahului serangan dengan menyasarkan tendangan keras ke arah tulang kering Gustav dan berganti menggigit Rudian sekuat tenaga hingga akhirnya cengkeraman keduanya terlepas dan Evelyn berlari kabur.

"Ah, bangs4t! Jangan lari kamu, Eve!" Gustav mengumpat-umpat sambil berlari terpincang-pincang mengejar.

Sedangkan Rudian masih terbungkuk-bungkuk memegangi tangannya yang berd4rah-d4rah terkena gigitan Evelyn. Perlahan menyusul mengejar sembari menyalakan senter pada ponselnya.

"Jangan biarin dia lepas atau kita akan dapat masalah, Gus!"

Bersambung....

Eh, Masuk! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang