Evelyn terus berlari tak tentu arah di dalam kegelapan malam berselimut gerhana bulan paling mencekam dalam seumur hidupnya.
Berulang kali ia terjatuh akibat terjegal oleh semak belukar atau pun kakinya sendiri. Namun Evelyn tidak ingin menyerah, terus memaksa dirinya untuk bangkit kembali tak peduli meskipun rasa perih mulai terasa menyiksa kedua kakinya yang hanya terbalut rok hitam setinggi lutut.
"Berhenti kamu, Eve!"
Teriakan Gustav terdengar mengoyak telinga dari jarak yang tidak terlalu jauh di belakangnya. Menyalurkan kengerian ke seluruh benak Evelyn tanpa bisa diungkapkan. Serta menjadikannya semakin putus asa dan mulai bercucuran air mata.
"Menyerahlah karena apa pun yang kamu lakukan akan sia-sia!" Rudian menyahut di belakang Gustav.
Sementara Evelyn terus menggeleng yakin yang lebih ditujukan untuk menyemangati dirinya sendiri.
"Tolong, selamatkan aku!" dan tak berhenti memohon di dalam hati. "Siapa pun, tolong selamatkan aku!"
Tentu saja tidak akan ada yang mendengar teriak permohonannya, bahkan Gustav dan Rudian yang berjarak hanya beberapa meter darinya pun tidak akan bisa mendengarnya.
Evelyn yang hampir kehilangan seluruh tenaganya hanya mampu berteriak dalam hati.
Tenaganya sudah nyaris terkikis habis tanpa sisa.
Hanya selapis harapan saja yang tampaknya masih sanggup membuat kedua kakinya terus bergerak dalam perih hingga kini.
"Aku akan melakukan apa saja asalkan aku bisa selamat dari sini. Tolong, Tuhan. Tolong kirimkan siapa saja untuk menolongku dari mereka berdua!"
Napas Evelyn sisa setengah-setengah. Sangat berharap mulutnya masih sanggup untuk berteriak. Tetapi nyatanya lagi-lagi dia hanya mampu menjerit dalam hati dengan begitu nelangsa.
Rasa perih di kaki semenjak sepatunya terlepas juga kian terasa tak terperi. Menambah level kejengkelannya hingga naik ke titik paling putus asanya.
Sementara itu tubuhnya lagi-lagi hanya kembali bisa mengulangi jeritan dalam hatinya yang Evelyn tahu tidak akan pernah berguna tapi dengan bodohnya terus saja dia ulangi. "Tolong aku. Siapa pun, tolong aku!"
Sebuah portal penyeberangan lintas dimensi secara ajaib tiba-tiba saja terbuka di depannya.
Pandangan manusia Evelyn tidak bisa melihat keberadaan portal tersebut, tetapi dia bisa merasakan dengan segenap kesadaran saat tubuhnya seperti baru saja menembus sebuah lapisan tabir transparan tak kasat mata yang membuat langkah larinya terhenti seketika.
Napas Evelyn masih terengah-engah.
Suhu udara di sekelilingnya berubah drastis.
Atmosfer yang tadinya dingin mencekam khas udara malam pegunungan di malam hari kini terasa hangat.
Diikuti aroma lavender semerbak mewangi menyambut pembauannya. Namun di waktu yang sama, rasa basah dan perih turut serta menyentuh kedua kaki yang telanjang dan penuh goresan luka.
Kedua kaki Evelyn terendam di dalam air penuh dengan busa sabun hingga sebatas betis.
Dan ketika Evelyn mengerjap untuk memastikan apa yang telah terjadi, dirinya sudah berada di sebuah ruangan asing temaram dengan nyala beberapa lilin aroma terapi di atas--
KAMU SEDANG MEMBACA
Eh, Masuk!
FantasyEvelyn tidak akan pernah melupakan kejadian yang mengubah hidupnya di malam mencekam itu. Hari ketika dia harusnya tewas di tangan kedua sepupunya, malah justru menjadi hari di mana Evelyn harus dinikahkan secara paksa dengan seorang pria asing dari...