Tamu 0.3

6 1 0
                                    

"Karena itu aku akan kembali ke rumah sakit untuk menjaganya." Aya diam ketika melihat gelagat Sakusa yang aneh. 

"Sakusa-san?"

Wajah Sakusa memucat. Selama ini dia tidak percaya pada segala hal yang bersangkutan dengan alam lain, termasuk hantu dan roh. Bagi Sakusa mereka hanya fiksi yang dipercayai "ada" di dunia nyata. 

Sakusa yakin mereka tidak benar-benar ada. Mereka hanya karangan yang diciptakan untuk menakuti manusia zaman dulu atau anak-anak agar patuh. Tidak ada yang namanya roh ataupun hantu di kehidupan ini. 

"Sakusa-san?"

Kesadaran Sakusa kembali. Ia menatap Aya yang juga menatapnya dengan cemas. 

"Kau baik-baik saja?" Tanya perempuan itu. 

"Maaf. Aku akan kembali ke unit apartemenku. Permisi." Pamit Sakusa agak tergesa-gesa. 

"Hai?" Dengan raut penuh kebingungan Aya menatap kepergian Sakusa. 


Mereka tidak ada. Mereka tidak nyata. 

Sakusa terus merapal dua kalimat itu dalam hati. Kejadian di gymnasium hanya imajinasinya belaka, Sakusa percaya kalau dia sedang kelelahan. Bagaimanapun juga ia harus menjernihkan pikiran. 

Sakusa berdesis, password yang ia masukan tidak bisa terbuka. Jari-jarinya bergertar dan dia jadi jengkel sendiri. 

Setelah beberapa saat pintu itu terbuka juga. Sakusa segera masuk. Segera menutup pintu dan mengganti password. Dia lalu terduduk begitu saja dengan vacum cleaner yang tergeletak di sampingnya. Ada setitik rasa aman yang datang ketika dia berhasil memasuki unit apartemenya.

Sakusa melepas maskernya, ia menghela napas panjang. Dari balik jaket, jantungnya berdetak cepat. Lebih cepat dari pada saat ia selesai berlari. 

"Ahhh... ini menyebalkan." Ia mengeluh dengan kepala yang mendongak ke atas. 

"Boo!" 

Mata Sakusa membulat. Wajah seorang gadis berada tepat di depan wajahnya. 

"HAAaaa!!!" Sakusa mundur dan kehilangan keseimbangan, ia tersungkur hingga kepala belakangnya membentur lantai. Lantai licin sialan.

Gadis itu tertawa senang. Ia menegakan tubuh dan saat itulah Sakusa dapat melihatnya sedang melayang di udara. 


"Ka-kau siapa?" 

Sakusa mundur dalam keadaan duduk. Kakinya lemas, nyaris tak bisa Sakusa gerakan. Jangankan berlari untuk kabur, berdiri saja rasanya mustahil untuk Sakusa lakukan sekarang. Mata coklat gadis itu terus memperhatikan dirinya, mengikuti setiap pergerakan kecil yang dibuat Sakusa. 

Gadis itu lalu tersenyum senang. Jari-jemari Sakusa kembali bergetar. Dia lalu terkejut ketika punggungnya telah menabrak tembok. Napas Sakusa memburu, keringat dingin mengalir perlahan di tengkuknya. 

Roh itu melayang, terbang mendekatkan wajahnya pada Sakusa. Saat itu juga Sakusa hampir tak bisa bernapas. 

Lagi-lagi Roh itu tersenyum senang. "Sudah kuduga, kau satu-satunya orang yang bisa melihatku." Gadis itu turun ke lantai, duduk di depan Sakusa sembari memeluk lutut. Membiarkan gaun putihnya menutupi lantai, walau tak benar-benar menyentuh lantai.

"Para biksu saja tidak bisa melihatku, padahal mereka orang-orang suci. Kalau begitu, apakah level sucimu melampaui biksu-biksu itu? Kau orang pintar? Kau keturunan dewa? Atau kau sebenarnya reinkarnasi dari biksu paling agung di zaman dahulu?" 

Sakusa hanya diam dengan mulut setengah terbuka. Ia merasa takut dan heran dalam bersamaan. 

"Bagaimana kau bisa melihatku?" 

Itu yang sedang Sakusa pertanyakan. Kenapa dia bisa melihat roh dari adik tetangganya?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 11, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Watch Me!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang