Hirarata 0.2

7 1 0
                                    

Langkah kaki Sakusa kembali berhenti. Ia tidak bisa menghitung sudah berapa kali kakinya berhenti melangkah. Tidak bisa ia hitung berapa kali kepalanya menoleh ke belakang untuk memastikan tidak ada yang mengikuti. 

Jawabannya tetap sama. Tidak ada apa-apa. 

Malam semakin larut walau begitu masih banyak pejalan kaki, Sakusa hanya tidak suka jika ada orang yang menguntitnya. Fenomena ini memang sering terjadi di beberapa daerah di Jepang namun, kebanyakan korban adalah wanita. 

Sakusa pernah membaca kalau si penguntit akan tiba-tiba memeluk korbanya dari belakang. Jika dia memang diuntit, Sakusa tak akan pernah membiarkan tubuhnya bersentuhan dengan siapapun itu. Akan menyebalkan kalau ada kuman dari orang lain yang ditransfer ke tubuhnya. 

Sembari menaruh waspada, Sakusa kembali melangkah. Ia coba acuhkan keinginan untuk menoleh dan terus berjalan secepat mungkin. 

Tepat di depan gedung apartemenya, Sakusa berhenti. Ia menoleh kembali dan tidak menemukan apapun lagi. Tidak ada orang lain selain dirinya, hanya ada gang-gang senyap dengan lampu temaram. Namun, Sakusa amat sangat yakin kalau ada seseorang yang sejak tadi mengikutinya. 

"Siapapun dirimu!. Pria atau wanita. Berhenti mengikutiku, aku tidak mau terkontaminasi kuman yang kau bawa!" Sakusa berteriak lantang. Suaranya bergema di sepanjang jalan gang. Dia menghela napas lalu segera masuk ke dalam gedung. 

Sakusa berjalan tergesa-gesa memasuki lift, dengan pandangan yang terus tertuju pada pintu masuk gedung ia segera memencet nomor lantai unit apartemennya. Sakusa tertegun, bersamaan dengan pintu lift yang tertutup sebuah siluet gadis tiba-tiba muncul di depan pintu gedung. 

Ada yang menguntitnya. 

Ini tidak baik, kabar buruknya perempuan itu tau dimana tempat tinggal Sakusa. Saat ini mungkin ia hanya tau gedungnya saja namun, cepat atau lambat dia akan tau dimana letak unit apartemen Sakusa. 

Gawat.

Masalah ocd yang dia derita, bakteri yang dia takuti, pertandingan voli yang sebentar lagi digelar, dan duo pembuat onar- Bokuto & Atsumu, sudah hampir membuat Sakusa gila. Dia tidak ingin kesendirianya yang tenang terganggu karena penguntit. 

Sial. Sial. Sial!!

Apa Sakusa perlu melapor polisi?

Sakusa keluar lift dengan tergesa-gesa. Ia tanpa sengaja menubruk perempuan yang berdiri di depan pintu lift sampai barang-barang gadis itu berceceran di lantai. 

Tubuh Sakusa mematung. Alisnya menaut tidak suka. Dia tau dia salah, dia tau dia harusnya minta maaf, dia tau seharusnya dia ikut membereskan kekacauan yang dia buat. Tapi, lantai adalah tempat berpijak, dimana kuman dibawa dari mana saja. Sakusa tak membawa sarung tangan, ia tidak mau bersentuhan langsung dengan mahluk-mahluk kotor itu. 

"Ah, Sakusa-san." Perempuan itu mendongak, ia bangkit berdiri setelah mengambil barang-barangnya. 

"Gomenasai." Ucap Sakusa tidak enak sembari membungkuk.

"Genki-desu." Hirarata Aya tersenyum. Dia adalah seorang suster yang membantu pemeriksaan kesehatan para atlet The Black Jackal. Sakusa tidak terlalu mengenalnya, tapi dia tau siapa Aya, tetangganya. Unit apartemen perempuan itu ada di sebelah Sakusa. 

"Baru selesai berlatih?" Aya bertanya perhatian. Umur perempuan itu ada di atas Sakusa, mungkin karena itu Aya mempunyai aura kakak perempuan yang penyayang.

"Hum." Sakusa hanya mengangguk. 

"Ah! Aku lupa mengembalikan vacum cleaner yang kupinjam darimu." 

"Tidak apa, aku punya cadangan." 

"Terimakasih, tapi aku sudah membeli yang baru. Sebentar, akan kuambilkan sekarang." Aya bersiap berbalik pergi. 

"Hirarata-san, boleh aku ikut?" 

"Eh?" Aya menoleh dengan kebingungan. "Tapi aku mau keluar, aku tidak bisa menerima tamu." 

"Setelah mengambil vacum cleaner, aku akan pergi." 

"O-oh.. baiklah," setuju Aya dengan heran.

"Ojamashimasu.." Sakusa masuk ke dalam unit apartemen Aya. 

"Dozo." ujar gadis itu sembari meletakan barang-barangnya di atas meja. Aya lalu berjalan ke dapur untuk mengambil vacum cleaner milik Sakusa. 

Sakusa sendiri tidak masuk lebih dalam. Dia berdiri menunggu di depan kabinet penyimpanan sepatu. Dia harap, penguntit itu sudah pergi. Dia harap penguntit itu berspekulasi kalau Aya adalah kekasihnya dan menyerah untuk menguntitnya. Diam-diam Sakusa meminta maaf dalam hati kepada Aya karena telah menyeret perempuan itu kedalam masalahnya.

Mata Sakusa tertuju pada satu figura foto yang diletakan di atas kabinet. Dia teliti dua sosok perempuan yang tersenyum lebar ke arah kamera. Wanita yang bersama Aya di foto, rasanya Sakusa pernah melihatnya. 

"Sakusa-san ini vacum cleanernya. Terimakasih telah meminjamkanya untuku." Ujar Aya sembari menghampiri Sakusa. 

"Hai." Ucap Sakusa sembari menerima benda itu. 

"Apa yang sedang kau lihat?" Aya bertanya penasaran karena tadi pria itu terlihat memperhatikan sesuatu di atas kabinet sepatunya. 

"Aku seperti pernah melihat wanita ini." Tunjuk Sakusa pada foto perempuan yang tersenyum menyenangkan di samping Aya. 

"Benarkah? Kapan? Pasti sudah sangat lama, ya?" 

Sakusa menatap Aya dengan heran karena nada biacaranya yang mendadak berubah. Mata perempuan itu juga berubah nanar. 

"Dia adiku, Hirarata Ai. Dua bulan lalu dia mengalami kecelakaan dan sampai saat ini dia belum sadarkan diri." Terang Aya. 

Mata Sakusa membulat. Wajah gadis yang berdiri di koridor gymnasium terbayang. Wajah yang sama persis seperti di foto. 

"Korbanya seorang wanita dan tubuhnya berlumuran darah."

Ingatan itu dan.. 

siluet itu. 

Watch Me!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang