9. RIBUT

21.9K 1.5K 16
                                    

Danisa memangku dagu. Ia menatap ke arah meja yang berada di tengah ruangan kantin. Ia menarik napas pelan. Mencoba menetralkan perasaan aneh di hatinya.

Bagaimana tidak? Saat ini, ia melihat Kiano duduk diam di sana. Dan tak lama setelahnya, seorang perempuan datang menghampiri Kiano.

Suara tawa perempuan itu membuat Danisa merinding. Sesekali, Danisa melihat bagaimana perempuan itu bisa menggandeng tangan Kiano. Membuat bulu kuduk Danisa berdiri untuk kesekian kalinya.

Dehaman Samudera membuat Danisa mendesis pelan. Lelaki itu meletakan nampannya di depan Danisa sebelum duduk.

Hubungan Danisa dengan Samudera boleh dikatakan cukup baik. Sejak awal, mereka memang tak punya masalah berarti kecuali dengan aksi merokok di belakang sekolah itu.

Samudera memang sedikit menyeramkan. Ah, tidak! Samudera sangat menyeramkan. Tetapi, lelaki itu bukan orang jahat.

Setidaknya, Danisa berusaha untuk tidak jadi seperti orang-orang lain yang menatap lelaki itu sebagai si cacat pembuat onar. Lagi, kalau dipikir-pikir, Samudera belum pernah berbuat onar lebih daripada menghajar Andrew. Itu juga, karena Andrew yang menyerang duluan.

"Lo daritadi ngelamunin apa, sih?" tanya Samudera sambil mengikuti arah pandang Danisa. "Kiano? Again? Otak lo cuma Kiano, ya?"

Danisa hanya memajukan bibir sambil menatap makanan yang tak menggugah selera di hadapannya. 

Bagaimana bernafsu kalau beberapa meja di depan, tampak Kiano sedang mengotak-atik kameranya dengan wajah keren. Sayangnya, di samping lelaki itu, ada Isabella, si penyihir menyebalkan yang tengah beradu mesra. Memuakan!

"Gue bingung, kenapa model Kak Kiano malah pacaran sama Kak Isabella?" Danisa menggumam sambil menopang dagu.

Samudera menengok ke arah Kiano lagi lalu mengangkat bahu. "Laki-laki normal mana yang bakalan nolak pas ditembak Isabella, sih?"

"Lo tahu?"

"Apaan?" Dengan dahi berkerut, Samudera menggigit roti lapis di hadapannya.

"Kak Isabella nembak Kak Kiano." Danisa buru-buru melotot. "Kok lo tahu?"

"Isabella nggak suka kalau dia dikejar. Sukanya ngejar. Tantangan, katanya." Samudera terkekeh. "Jadi, kalau Kiano bisa jadi pacarnya, berarti, pasti Isabella yang ngejar."

Danisa kini menyatukan alis. Kalimat Samudera seolah menyatakan ia cukup mengenal baik Isabella. Seolah-olah, ia tahu apa yang Isabella lakukan.

"I was there. Gue pernah di sana. Bareng mereka. Satu grup dengan orang-orang itu." Samudera menarik napas. "jadi gue tahu."

"Tahu tentang?"

"Ya, tentang mereka." Samudera terkekeh. "Semuanya. Their dark secrets, affairs, everything."

Wajah Danisa tampak tergugah. Tak bisa dipungkiri, ia tertarik dengan apa yang Samudera tahu. It should be a legit information, right? Sayangnya, wajah kaku Samudera membuat Danisa mengurungkan niat untuk bertanya.

Danisa menahan napas ketika melihat Isabella tiba-tiba berdiri dari kursinya. Ada sesuatu yang aneh. Kelompok itu seperti tegang. Wajah Isabella mengeras begitupula Kiano.

"Mereka berantem?" tanya Danisa berbisik.

Samudera menengok sesaat. "Mungkin?" Ia terlihat acuh tak acuh. Lelaki itu kembali pada roti isinya.

Danisa hanya bisa menonton. Kiano tiba-tiba berdiri dari kursinya. Lalu pergi begitu saja meninggalkan gerombolannya. Sesaat, seolah-olah, Kiano menengok ke arah Danisa. Ia seperti memberikan kontak mata kecil sebelum pergi meninggalkan kantin.

PERFREAKTIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang