4. Sebuah tanda

306 22 3
                                    

🔞

Jaemin menatap langit yang sudah berganti menjadi malam, bahkan jam sudah menunjukkan pukul satu malam. Tapi tidak ada tanda-tanda Jeno pulang. Setelah kejadian tadi, entah apa yang telah Jaemin lakukan. Sampai Jaemin tersadar kembali, ia menemukan Haechan yang telah mengurus dirinya.

Namun untungnya, Haechan sudah pulang sejak dua jam yang lalu. Kini Jaemin kembali menyendiri, menghirup udara malam tak cukup buruk, baginya. Pendengaran Jaemin itu tajam, dari kejauhan ia bisa mendengar suara mobil milik Jeno.

Jaemin menyipitkan matanya, senyumnya tersungging ketika ia melihat mobil Jeno dari kejauhan. Buru-buru Jaemin keluar dari kamarnya dan turun ke lantai bawah. Sesampainya dibawah, Jaemin membuka pintu utama lebar.

Bertepatan dengan Jeno yang baru keluar dari mobilnya, ia terkejut ketika melihat Jaemin yang berdiri dipintu utama sambil tersenyum ke arahnya. Sudah menjadi kebiasaan Jaemin untuk melakukan hal seperti ini.

Jeno menghembuskan nafasnya, ia sengaja pulang malam agar tak bergerak Jaemin. Bisa dibilang jika ia menghindar sejak kejadian minggu lalu, namun dengan santainya Jaemin bersikap seolah tidak ada apa-apa. Bahkan dengan polosnya, Jaemin sekarang tersenyum menyambut kepulangannya.

Mau tak mau, Jeno berjalan ke arahnya. "Kenapa malam sekali pulangnya?"tanya Jaemin.

"Lembur."jawab Jeno.

Jaemin membulatkan mulutnya, kemudian ia mengambil alih tas kantor Jeno sekaligus jas nya. "Jas mu sudah kotor, mau dicuci?"tanya Jaemin.

"Hm."dehem Jeno.

Jaemin tersenyum, kemudian ia mengajaknya untuk masuk ke dalam. "Jeno, aku sudah menghangatkan makan malam tadi. Kau mau makan dulu apa mand - huekkk!"

Jaemin menutup mulutnya, tiba-tiba ia merasa mual. Matanya melirik Jeno yang menatapnya bingung. Jaemin menelan salivanya pelan.

"M- maaf, jadi kau mau makan atau mand- hueekk!"

Jaemin tak sengaja menjatuhkan tas kantor Jeno dan jasnya, ia berlari ke arah wastafel dapur. Menumpahkan semua isi perutnya, namun tak ada yang keluar.

"Sialan, aku ini kenapa?!"gumam Jaemin.

"Kau tak apa?"tanya Jeno, terlihat jelas raut khawatir diwajahnya.

Jaemin menggeleng, ia mengelap bibirnya yang basah dan menatap Jeno. Wangi, dan Jaemin menyukai wanginya. Padahal Jeno belum mandi, dan badannya terasa lengket sekali.

"Aku mau mandi terlebih dahulu."ucap Jeno.

"Jangan!"

Jeno mengerutkan keningnya. "Kenapa?"tanya Jeno.

"Maksudku - kau, umm... Kau tak usah mandi, sudah malam."jawab Jaemin.

"Bukannya sudah biasa?"tanya Jeno lagi.

Jaemin mengerucutkan bibirnya. "Aku mohon, jangan mandi. Aku suka bau mu sekarang, bahkan rasanya aku ingin memelukmu sekarang."cicit Jaemin, diakhiri dengan nada yang pelan.

"Tapi aku tak apa, aku bisa memeluk guling ku nanti. Sekarang, makan lah."suruh Jaemin.

Bukannya menurut, Jeno menarik pergelangan tangan Jaemin dan membawanya ke dalam kamarnya. "Berbaring."suruh Jeno.

Terlihat jelas jika Jaemin saat ini masib terdiam kaku, entah apa yang merasuki Jeno. Jeno memang memperbolehkan Jaemin memasuki kamarnya, maka tak heran jika ia sudah mengetahui seluk beluk kamar suaminya. Ia juga membersihkan kamar Jeno satu minggu sekali, wajar jika kamar ini selalu bersih.

"Malam ini aku perbolehkan kau tidur dikamarku, jangan beranggapan lebih."ucap Jeno, sambil berjalan ke arah nakas dan membuka dasinya. Jeno juga membuka tiga kancing atas, membuat Jaemin yang melihatnya tergiur.

Jaemin berdehem, ia menjadi salah tingkah sendiri karna pemikirannya yang kotor. Tapi - Jaemin benar-benar merindukan permainan milik Jeno. Bagaimana milik Jeno yang besar itu - oke sudah cukup, pemikirannya benar-benar terlalu jauh.

Jeno duduk dipinggiran kasur, ia mengeluarkan ponselnya dari saku celananya. Jaemin menoleh, ia melihat bagaimana tangan kekar berurat itu terotak-atik kesana kemari. Tubuh Jaemin panas, ia ingin tangan Jeno menyentuh dirinya.

Jeno melirik ke samping. "Kenapa belum tertidur? Kau ingin aku ubah pikiranku dan mengusirmu dari kamarku?"tanya Jeno dengan nada yang begitu dingin.

"Uhm, aku akan segera tidur."jawab Jaemin, buru-buru ia membaringkan dirinya sendiri menghadap ke arah Jeno.

Tatapannya tak jatuh dari tangan Jeno, ia ingin tangan Jeno. Ah sial, ada apa dengan dirinya ini?

"Jaemin."panggil Jeno.

"Y-ya?"sahut Jaemin.

"Kau sudah makan?"tanya Jeno.

Jaemin mendongak menatap Jeno, kemudian mengangguk. "Kau lapar?"tanya Jaemin.

"Aku lapar, tapi aku ingin memakan kau."jawab Jeno, ia menyimpan ponselnya diatas nakas. Kemudian menarik Jaemin dan menindih tubuhnya.

Jaemin melototkan matanya, tubuhnya terasa sangat kaku dan susah sekali untuk bergerak. "J-jeno..."cicit Jaemin.

"Hm?"

Perlahan dengan gemetar, tangan Jaemin terulur untuk mengelus pipi Jeno. Bisa Jaemin rasakan, rahang yang tegas dan hidung bangir itu membuat ketampanan Jeno berkali-kali lipat. Belum lagi tatapannya yang menajam, seakan siap untuk menerjang santapan didepannya.

"Aku menginginkanmu, please allow me."bisik Jeno.

Jaemin - ia mengangguk pelan, sampai akhirnya kedua bibir adam itu bertabrakan dan saling memangut satu sama lain. Jeno dengan tak sabaran menggigit bibir bawah Jaemin, membuat sang empu melenguh pelan.

Jaemin kini mulai berani mengalungkan tangannya dileher Jeno, meremat surai hitam sang suami. Ketika ciumannya turun ke leher, Jaemin mendongak dan memberikan ruang untuk Jeni sentuh lebih jauh.

Bermenit-menit tenggelam pada leher dan dada Jaemin, kini Jeno berhasil meninggalkan jejak keunguan yang tak sedikit. Jeno menjauhkan wajahnya, kemudian ia menatap hasil karyanya. Tatapannya beralih pada wajah Jaemin, sang suami menatapnya sayu.

"Kau akan tetap terus menjadi milikku, selamanya. Begitu pun aku, jangan pernah coba-coba mencari kenyamanan pada orang lain, mengerti?"tanya Jeno.

Jaemin mengangguk, mengiyakan ucapan Jeno. Karna tanpa disuruh pun, Jaemin memang tidak akan mencari kenyamanan di lelaki lain. Baginya, mau baik atau pun buruk Jeno, ia akan tetap menjadi suami tercinta selamanya.

"Boleh aku lanjut?"ijin Jeno, Jaemin tersenyum dan meraih tengkuk Jeno.

"I'm yours, Jeno."bisik Jaemin.

•••

INFINITE REGRETS Where stories live. Discover now