12. DON'T YOU DARE

23.5K 2K 39
                                        

Akhirnya 1k hahaha it might be a little slower but well, I love you guys. terima kasih sudah banyak-banyak comment. Aku baca semua komentar kalian hihihi btw, kalian tahu ceritaku dari mana? cerita boleh loh! hehe

****

Bel pertanda pulang sekolah berbunyi. Dari balik jendela, Samudera bisa melihat Daniel yang sudah menunggu di depan pintu. Si kakak lelaki itu tampak begitu khawatir. Mengingat apa yang terjadi tadi di kantin, Samudera yakin, Daniel pasti tak tenang sejak tadi.

Samudera berjalan pelan menghampiri Danisa yang tengah merapikan bukunya. Tersenyum kecil pada gadis itu. "Kakak lo di depan." Ia berkata pelan.

Danisa menengok. Mendapati Daniel yang sudah berdiri di ambang pintu. Lelaki itu tampak menarik banyak perhatian orang yang lewat. Tetapi, mata sang kakak cuma menuju pada adiknya. Seperti singa yang akan memangsa.

"He seems worry." Samudera berkata lagi.

Danisa menarik napas. Anggukan kecil terlihat dari dagunya. "He is. Dari setadi, dia nge-chat gue, nanya gue baik-baik aja apa nggak."

Samudera mengulum bibir. Ia sekali lagi melirik ke arah Daniel. "Dia pasti bakalan nanyain kejadian tadi."

"Ya," ucap Danisa mengangkat bahu. Gadis itu menarik napas panjang-panjang. "Dia pasti nanya-nanya."

Samudera sekali lagi menengok ke arah Daniel. Ia terlihat berpikir sejenak sebelum secara tiba-tiba menundukan badannya. Bibirnya hampir menempel dengan telinga Danisa sambil mengeluarkan bisikan kecil. "Kalau dia nanya-nanya, cukup kasih tahu kalau kita pacaran aja. Nggak usah bilang kita pura-pura."

Mata Danisa membulat. "Apa?"

Samudera hanya mengangguk sebagai jawaban. "Lebih baik, nggak banyak yang tahu, Sa."

Danisa tak menjawab karena tepat beberapa detik setelah kalimat Samudera terucap, ia bisa melihat sosok sang kakak mendekat. Daniel berusaha untuk tetap tersenyum, seolah, ia tak punya masalah. Tetapi, sorotnya begitu serius ketika sampai di kursi Danisa.

"Lo lama banget, ngomongin apa, sih?" Daniel main asal nyerocos.

Samudera memicingkan mata saat berhadapan dengan Daniel. Sejak dulu, mereka tidak punya masalah berarti. Hanya saja, mereka bukan dua orang yang akrab satu dengan yang lainnya. Juga, tidak ingin mengakrabkan diri sama sekali. 

"Lo balik sama Daniel, kan? Kalau gitu, gue duluan, ya?" Samudera langsung berpamitan. Ia melirik sejenak ke arah Daniel. Pikiran jahil tiba-tiba hinggap di kepalanya. Sebuah senyum menyusul setelahnya. "See you tomorrow, babe."

Danisa membelalak dan Daniel tampak begitu kaget. Tetapi Samudera tak peduli. Ia berbalik, meninggalkan kakak beradik tersebut.

Kaki Samudera melangkah keluar. Pandangan judgmental masih tampak terlihat sepanjang lorong. Pandangan kasihan juga ikut menyertai. 

Samudera hanya mendecih. Kali ini, ia menuju ke arah lapangan basket lalu berhenti di sebuah tembok dekat toilet. Lelaki itu menyandarkan tubuhnya. Menunggu dan menunggu. Satu menit, dua menit, tiga menit. Hingga, segerombolan perempuan yang mengenakan seragam pemandu sorak tampak keluar dari ruangan tersebut.

Mata Samudera langsung mengunci ke arah sasarannya. Ia tersenyum kecil. 

"Isabella, A minute?"

Gadis yang dipanggil itu menoleh. Menatap Samudera dengan kerutan di dahinya. Teman yang lebih mirip dayang-dayangnya itu tampak ikut berhenti dari langkahnya.

"Gue mau ngomong sama lo aja." Samudera menegaskan.

Isabella menarik napas. Melirik ke arah teman-temannya sebentar lalu berucap pelan agar gerombolan itu meninggalkan dirinya dan Samudera.

PERFREAKTIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang